Kleptomania tidak Bisa Dikenakan Pidana?
Eduaksi | 2021-12-06 21:08:51Sebagian dari kita bertanya-tanya
“Apakah penderita kleptomania tergolong melakukan tindak kriminal dan dapat dikenakan pidana?”
Sebelum menjawab pertanyaan ini, mari kita simak gangguan jiwa ini berdasarkan sisi hukum dan psikologis.
Kleptomania merujuk kepada gangguan jiwa berupa ketidakmampuan untuk menahan diri dari keinginan (impulse) untuk mencuri yang terjadi secara berulang-ulang (kambuh).
Untuk menambah pengetahuan terkait gangguan kejiwaan dan kesehatan mental khususnya terkait kleptomania, Berikut penulis merangkum 4 fakta kleptomania yang bisa banget kalian baca.
1. Penyintas tidak merencanakan pencurian
Berbeda dengan pencuri yang memiliki motif penggunaan pribadi (personal use) atau keuntungan finansial (financial gain). Penyintas kleptomania tidak merencanakan aksi pencuriannya, aksi tersebut dilakukan saat munculnya impuls atau dorongan yang sulit dikendalikan dan membuatnya cemas.
2. Perasaan negatif setelah mencuri
Penyintas yang tidak mampu mengendalikan kecemasan dan rasa penasaran untuk mencuri, tentunya akan melakukan pencurian. Setelah memuaskan hasratnya untuk mencuri. Penyintas akan merasa bersalah dan malu.
Kepuasan yang dirasakan penyintas pun tidak bertahan lama dan digantikan dengan perasaan negatif serta keinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Namun seperti lingkaran setan kleptomania yang tidak diatasi dengan baik akan membentuk siklus rasa penasaran lagi.
3. Memiliki Penyebab Biologis
Kleptomania rentan terjadi apabila seseorang memiliki riwayat keluarga dengan kleptomania atau adiksi.
Disregulasi neurotransmitter juga berperan, seperti rendahnya serotonin yang memicu perilaku impulsif, dan ketidakseimbangan sistem opioid yang mengontrol impuls.
Kleptomania juga bisa dipicu oleh trauma pada lobus frontal yang mengakibatkan hilangnya ingatan disertai dengan perilaku terkait kleptomania secara tiba-tiba. Gangguan ini dapat muncul sendiri maupun bersamaan dengan gangguan lainnya, terutama gangguan seputar kecemasan dan kontrol impuls.
5. Pada beberapa kasus memerlukan obat-obatan
Sebagai gangguan yang cukup sulit diatasi, kleptomania membutuhkan kombinasi pengobatan dan psikoterapi berupa CBT (Cognitive Behavioral Therapy). CBT membantu penyintas untuk menyadari dorongan-dorongannya untuk mencuri. Selain itu, mencari tahu mengapa mereka ingin menanggapi dorongan tersebut, serta mengupayakan alternatif yang lebih baik untuk meredakan ketegangan.
Jenis pengobatan yang diberikan adalah SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) dan antidepresan lain yang terbukti efektif menangani gejala kleptomania.
Lalu untuk merespon pertanyaan diatas:
“Apakah penderita kleptomania tergolong melakukan tindak kriminal dan dapat dikenakan pidana?”.
Meski tidak secara langsung menyebutkan kata Kleptomania namun Pasal 44 KUHP dapat dijadikan alasan pemaaf bagi gangguan kejiwaan ini. Pasal 44 KUHP berbunyi “barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dapat dipidana”.
Namun bukan berarti penderita kleptomania lantas terbebas dari hukum, menurut hukumonline.com ada banyak hal untuk menentukan apakah seorang kleptomania dapat dipidana atas tindakan pencurian yang dilakukannya. Dalam hal ini Hakimlah yang akan memutuskan dapat atau tidaknya orang tersebut dimintai pertanggungjawabannya. Tentu saja dengan meminta pendapat dari dokter penyakit jiwa (psikiater).
Sebagai penutup, perlu diketahui bahwa penghakiman yang diterima penyintas kleptomania terutama pada penyintas anak, akan membuat harga diri atau self esteem mereka menurun. Akhirnya fungsi psikologis dalam kehidupannya juga tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Judgemental sosial memiliki kemungkinan tinggi untuk terjadi di lingkungan yang belum begitu kondisi kleptomania, maka dari itu penting bagi orang terdekat penyintas untuk memahami kondisi ini dan membantu penyintas kleptomania untuk mengurangi kecenderungannya, alih-alih menghakimi mereka.
Sumber:
Alpas.id
Hukumonline.com
Lib.atmajaya
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.