Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bima Adjie Prasetyo

Doktrinisasi Hak Masyarakat Hukum Adat Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara

Politik | Saturday, 04 Dec 2021, 19:21 WIB
Hak Asasi Manusia, foto : pixabay

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Pasal 18B ayat 2 yang menyebutkan perlindungan secara yuridis konstitusional terhadap keberadaan masyarakat hukum adat.

Keberagaman sifat dan jenis masyarakat hukum adat tidak menghalangi para pendiri bangsa ini untuk membentuk negara kesatuan. Meskipun diakui adanya homogenitas dalam suatu negara kesatuan, Republik Indonesia tetap memberikan pengakuan dan jaminan atas keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan masyarakat menurut hukum adat dan hak-hak tradisionalnya.

Pada saat pelaksanaannya, pengaturan mengenai masyarakat hukum adat belum memperhitungkan seluruh kepentingan dan kebutuhan masyarakat adat yang selama ini terdiri dari sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kecamatan. Selanjutnya, implementasi peraturan masyarakat hukum yang berlaku sebelumnya tidak lagi up to date, terutama yang berkaitan dengan posisi masyarakat hukum adat, demokratisasi, keragaman, partisipasi sosial, serta kemajuan dan pembangunan yang adil. , kesenjangan daerah, kemiskinan dan sosial. dan masalah budaya yang dapat mengganggu keutuhan NKRI.

Aktualisasi keberadaan negara dan rakyat diperlukan untuk melindungi dan mengakui segala kepentingan hak-hak masyarakat adat, bahkan ketika kita sampai pada era pemerintahan modern dan era teknologi yang kita jalani sekarang ini. Keterbelakangannya tidak bisa dianggap kuno, keberadaannya harus kita lestarikan sebagai bagian dari sejarah bangsa Indonesia.

Dalam hal ini contohnya adalah masyarakat adat Laman Kinipan dan investasi kelapa sawit. Mereka adalah suku Dayak Tomun Kalimantan. Selama ratusan tahun mereka bergantung pada hutan dan terus melindunginya. Namun, sejak 2012, pemerintah terus memberikan izin hutan dan hak budidaya kepada investor tanpa izin masyarakat adat untuk mengolah hutan dan membangun perkebunan kelapa sawit, yang dalam jangka panjang merusak hutan dan mengancam masyarakat adat Laman Kinipan.

Penolakan Investasi Sawit, foto : Amnesty International Indonesia

Pada tanggal 26 Agustus 2020, kepala masyarakat adat Laman Kinipan, Effendi Buhing, ditangkap karena berbicara menentang investasi kelapa sawit di wilayah leluhurnya pada tahun 2018 dan sekarang menjadi tersangka. Selain Effendi, ada 5 orang adat Laman Kinipan lainnya yang ditangkap polisi akibat konflik lahan dengan PT Sawit Mandiri Lestari (SML). Pencabutan hak dan penangkapan masyarakat adat juga dialami oleh masyarakat adat lainnya seperti masyarakat adat Pubabu, Nusa Tenggara Timur. Amnesty International mencatat bahwa sekitar 61 pembela hak suku menjadi sasaran dalam bentuk penangkapan, intimidasi dan kekerasan fisik.

Sebagai warga negara, kita dapat membantu menjaga hak-hak masyarakat adat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memulihkan hak-hak mereka dan mengakui keberadaan mereka. Salah satunya adalah berpartisipasi aktif dalam peradilan untuk mendesak pemerintah atau penguasa untuk melindungi dan menghormati hak-hak masyarakat adat dan mengakhiri segala bentuk kriminalisasi dan diskriminasi terhadap mereka.

Kedepan, pengakuan dan penghormatan terhadap otonomi masyarakat hukum adat harus menjadi respon terhadap masa depan, khususnya terhadap proses modernisasi yang dihasilkan oleh proses liberalisasi (informasi, ekonomi, teknologi, budaya dan lain-lain). Efek modernisasi ini tidak dapat dikelola untuk lokalitas bahkan dengan otonomi yang memadai. Tantangan ini membutuhkan institusi yang lebih kuat (dalam hal ini negara) untuk menghadapinya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image