Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatimah Azzahra

Nasib Si Telur Ayam Kini

Bisnis | Thursday, 01 Sep 2022, 12:58 WIB

Sarapan yang praktis untuk semua kalangan adalah telur mata sapi, telur dadar juga bisa. 'Jalan ninja' jika lapar tapi malas makan yakni masak telur. Diet hemat tetap sehat, makan telur rebus. Penyelamat lrotein akhir bulan, tentu telur solusinya.

Sumber Protein

Diakui atau tidak, telur menjadi sumber protein yang dekat dan sering dikonsumsi oleh masyarakat. Apalagi harganya relatif lebih murah dibandingkan daging sapi atau ayam. Cara memasaknya pun lebih simple, menghemat tenaga, waktu juga pikiran.

Sayangnya, harga telur kini melambung tinggi. Di tempat tinggal penulis harganya mencapai Rp 35rb per kilogram. Di beberapa daerah lainnya pun terpantau sama, lebih dari Rp 30rb per kilonya. Tentu hal ini membuat para ibu menjerit. Karena sang manajer rumah tangga dibuat bingung apa yang harus diberikan kepada keluarga tersayang jika sumber protein favorit kini menjadi mahal.

Apalagi kenaikan harga telur ini ditemani dengan naiknya kebutuhan lainnya. Sempurna sudah beban pikiran para ibu dan ayah.

Jangan Ribut

Sedihnya, para pemangku jabatan yang katanya wakil rakyat justru seolah tak peduli. Mengeluarkan kata-kata yang menyayat hati rakyat sendiri. "Oh itu ngga seberapa kok. Jangan diributkan, ya."

Banyak yang menyayangkan statement tersebut apalagi keluar dari lisan Menteri Perdagangan. Salah satunya adalah Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI). Ketua Umum DPP IKAPPI, Abdullah Mansuri mengatakan seharusnya menteri perdagangan mendorong agar harga telur bisa turun bukan malah mendorong jangan ribut.

Beliau juga menyatakan bahwa harga telur saat ini adalah harga tertinggi dalam sejarah lima tahun terakhir Kementerian Perdagangan bekerja. Sungguh ironis, mungkin para pejabat tak khawatir karena mereka punya dana lebih untuk membeli berbagai macam protein. Tapi bagaimana dengan rakyat? Yang bahkan untuk makan sehari-hari pun masih kesulitan. Bagaimana pula dengan para pelaku UMKM yang menggunakan telur? Apakah mereka dipaksa gulung tikar sejak dini?

Inilah wajah buruk sikap pemimpin umat dalam sistem saat ini. Minim empati dan simpati. Fokus pada diri sendiri.

Dominasi Kapitalis

Sejujurnya salah satu faktor yang membuat harga telur melambung tinggi adalah adanya dominasi dari para kapitalis dari hulu ke hilir. Baik lokal atau multinasional. Dominasi ini sukses membuat mereka menggenggam kendali atas harga pangan dasar bagi rakyat.

Penguasaan rantai peternakan mulai dari penyediaan bibit ayam, produsen pakan ayam, memiliki peternakan - peternakan, hingga ritel penjualan produk olahan peternakan. Hal ini membuat usaha peternakan dari peternak mandiri tak mampu bersaing hingga gulung tikar. Jumlah peternak mandiri pun akhirnya kian menyusut.

Inilah wujud ketidakbecusan yang lahir dari sistem kapitalisme. Kapitalisme membolehkan adanya dominasi kapitalis atas hajat hidup masyarakat. Ditambah pemerintah dalam sistem ini meminimalisir perannya mengurus rakyat. Kini hanya hadir sebagai regulator dan fasilitator saja.

Semuanya kian hancur dengan ketiadaan niat serius menjadikan negeri berdaulat dalam pangan. Sehingga hingga saat ini negeri kita masih bergantung pada bahan pakan impor.

Serius Mengurus

Solusi bagi masalah ini tentu harus hadir sikap keseriusan pemerintah dalam mengurusi semua ini. Sebagaimana islam sebagai sistem serius menyolusi. Dalam Islam, negara tidak boleh membiarkan adanya dominasi kapitalis seperti hari ini. Apalagi perusahaan tersebut bisa mengendalikan jumlah produksi dan harga pasar.

Dalam Islam, negara bertanggung jawab untuk menjamin agar sarana produksi peternakan bisa didapatkan dengan mudah dan harga yang terjangkau. Bahkan, menggratiskannya untuk peternak yang tidak mampu. Negara pun akan membangun fasilitas yang mendukung peternakan, termasuk infrastruktur, tanpa unsur komersialisasi. Sehingga para peternak akan mudah mengangkut produk-produk tanpa terbebani biaya angkut.

Selain itu, negara pun akan mengawasi dan menindak tegas atas kecurangan yang terjadi seperti penimbunan barang dan kartel. Sehingga akan tercipta harga yang wajar sesuai dengan jumlah permintaan dan penawaran. Peternak pun akan memperoleh keuntungan dari bisnisnya. Masyarakat juga akan tenang karena harga bahan pangan, khususnya sumber protein bisa didapat dengan harga terjangkau.

Inilah sistem islam ketika diterapkan untuk menyolusi permasalahan pangan. Islam yang pernah diterapkan selama 13 abad lamanya. Dikenang dengan kejayaan dan kegemilangan penerapannya. Lantas, sudikah kita mengambilnya kembali menjadi solusi problematika kehidupan masa kini?

Wallahua'lam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image