Pentingnya Mengenali Diri Sendiri
Eduaksi | 2021-11-25 06:39:08Judul Buku : A Cup of Tea
Penulis : Gita Savitri Devi
Penerbit : Gagas Media, Jakarta
Tahun Terbit : Cetakan pertama, 2020
Tebal Buku : viii + 164 hlm; 13 x 19 cm
ISBN : 978-979-780-957-7
Harga Buku : Rp77.000
Tak seperti Rentang Kisah, A Cup of Tea lebih menceritakan seorang Gita Savitri Devi yang memiliki harapan agar mendapat kekuatan untuk terus berjalan dan menggapai impian.
Perempuan yang biasa dipanggil Gitasav ini disenangi banyak orang. Hal ini karena pertimbangannya mengenai isu-isu dunia yang telah diungkapkan dalam videonya di YouTube membuat orang lain menjadi terbuka dengan adanya isu baru yang ada di dunia. Tidak hanya menjadi conten creator di YouTube, Gitasav juga seorang blogger dan penulis buku. Gitasav kembali menceritakan pengalaman hidupnya pada buku kedua yang berjudul A Cup of Tea yang diterbitkan pada tahun 2020.
Buku ini merupakan lanjutan dari Rentang Kisah yang telah diedarkan pada tahun 2017. Tidak jauh berbeda dengan buku pertamanya, A Cup of Tea juga mendapat reaksi positif dari banyak orang. Kisah di buku ini masih menggunakan topik yang sama, yakni menceritakan tentang perjalanan hidupnya saat Gitasav mencari dan menemukan jati dirinya. Buku kedua yang ditulis oleh Gitasav ini sebagian besar bercerita tentang kehidupannya setelah menyelesaikan kuliah di Jerman. Ceritanya tidak hanya fokus pada satu kejadian saja, melainkan terdapat 13 bagian dalam buku ini yang memuat cerita perjalanannya di berbagai negara.
Gitasav menceritakan tentang hal-hal yang ia dapatkan ketika mengunjungi tempat terkenal di berbagai negara, pengalamannya ketika bertemu dengan orang baru, mengemukakan opininya mengenai cyber bullying, dan beberapa tips tentang pengembangan diri. Buku ini juga bisa dikatakan sebagai sarana bagi penulis untuk mengenal dirinya lebih dalam lagi.
Gitasav datang dari keluarga medioker, lahir sebagai orang yang tidak memiliki passion, ambisi, dan cita-cita. Hanya ada satu hal yang ia inginkan sejak kecil, yaitu keliling dunia karena tertarik dengan bahasa, kultur, serta orang-orang di berbagai macam negara. Ketertarikan ini muncul karena kebiasaan mamanya bercerita saat hidup di Jerman sebelum Gitasav lahir.
Ia memiliki misi pribadi, yakni ingin pergi ke 30 negara sebelum usia 30 tahun. Misinya hampir tercapai, yakni ia sudah mengunjungi 25 negara sebelum umurnya yang ke-30 tahun. Dari pencapaian misinya, Gitasav mendapat satu pelajaran penting bahwa ucapan adalah doa. Segala impian harus diimbangi dengan keyakinan bahwa impian pasti bisa diraih di kemudian hari.
Dalam buku keduanya ia bercerita betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan akademis dan pengembangan diri. Saat menjadi mahasiswa baru di Jerman, Gitasav memiliki keinginan untuk fokus belajar bahasa Jerman karena ia akan kuliah selama beberapa tahun ke depan. Ambisinya untuk belajar sangat kuat. Gitasav memiliki prinsip, yakni bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Kurangi jalan-jalan dan prioritaskan belajar. (hal. 14)
Selama lima tahun berkutat dengan kesibukan akademis di Jerman, ia menyadari pada masa itu ia hanya fokus dengan kuliah tanpa memikirkan yang lain, seperti belajar berorganisasi, memperluas pertemanan, dan ikut komunitas-komunitas lokal untuk mengasah soft skill yang bisa berguna di kemudian hari. Bagi Gitasav kuliah merupakan pengalaman yang membuat sedikit trauma karena saat itu ia tidak tahu caranya bahagia.
Gitasav juga menceritakan tentang pengalamannya ketika mendapatkan cyber bullying atau perundungan dunia maya. Penulis menceritakan perasaan dan dampak yang ia dapatkan ketika mendapatkan cyber bullying dari orang yang tidak ia kenali di media sosial. Ia tetap sabar dan berusaha menguatkan diri.
Kelebihan buku ini adalah cara penyusunannya menjadi salah satu poin tambahan dari A Cup of Tea. Membaca buku ini seperti mendengar cerita dari sahabat kita sendiri. Metode penulisannya longgar, lugas, dan jelas memberikan banyak pengetahuan kepada pembaca setianya. Selain itu, cerita yang dibagikan Gitasav sangat menarik. Membaca buku ini membantu kita membuka mata bahwa dunia tidak hanya terbatas pada daun kelor. Dunia ini luas dan masih banyak kehidupan lain yang menarik untuk kita ketahui.
Secara umum buku ini sangat bagus untuk diapresiasi, tetapi masih ada beberapa hal yang kurang. Buku ini sepertinya dikhususkan untuk menceritakan pengalaman Gita yang tidak memiliki hubungan satu sama lain. Bagian satu dengan bagian berikutnya tidak saling berkesinambungan. Setiap cerita akan selesai dalam satu bab saja. Buku ini juga hanya memiliki halaman yang tidak terlalu tebal. Keterbatasan halaman menyebabkan beberapa bagian masih terasa ada yang belum ia sampaikan. Buku ini juga tidak memiliki daftar bab yang membuat sedikit sulit bagi pembaca untuk mengamati bagian yang mereka butuhkan untuk membaca dengan teliti.
Terlepas dari kekurangannya, secara keseluruhan buku A Cup of Tea ini adalah buku yang layak dan harus dibaca dengan teliti. Khususnya bagi kita yang selama ini masih dalam proses mencari jati diri. Sebagian dari pengalaman Gitasav serta kalimat positif yang tertulis dalam buku ini menjadi sebuah motivasi bagi pembacanya. Gue harap kalian nggak bosan dilempar kotoran, tersandung batu, didera badai dan hujan. You are a fighter. You are awesome. Donât let other people say otherwise. (Hal. 163)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.