Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image nayla amalia nabila

Saat Sakit Fisik Menjadi Pelarian: Memahami Self-Harm pada Remaja

Edukasi | 2024-12-20 10:48:31

Di balik senyuman dan canda remaja, terkadang tersembunyi luka yang tak terlihat mata—luka yang sengaja mereka goreskan pada diri sendiri. Fenomena menyakiti diri sendiri atau self-harm kini menjadi cerminan dari pergulatan emosi yang kompleks, terutama di era modern yang penuh tekanan dan ekspektasi. Apa yang sebenarnya mendorong mereka melakukan ini, dan bagaimana cara untuk membantu mereka keluar dari bayang-bayang kegelapan ini?

Perilaku Menyakiti Diri Sendiri

Perilaku menyakiti diri sendiri (self-harm) adalah tindakan yang dilakukan seseorang dengan sengaja mencederai tubuhnya sendiri tanpa adanya niatan untuk bunuh diri. Perilaku ini dikenal juga sebagai Non-Suicidal Self-Injury (NSSI), yang membedakannya dari percobaan bunuh diri karena tujuan utamanya bukan untuk mengakhiri hidup, melainkan sebagai respons terhadap tekanan emosional atau psikologis yang dirasakan. Perilaku ini dilakukan karena beberapa tujuan dibawah ini:

1. Meluapkan Emosi yang Sulit Dikendalikan: Self-harm sering kali menjadi cara bagi individu untuk melampiaskan emosi negatif seperti kemarahan, frustrasi, stres, atau depresi. Tindakan ini dipandang sebagai jalan keluar sementara bagi mereka yang merasa tidak mampu mengungkapkan atau mengelola emosinya secara sehat.

2. Meraih Kepuasan dan Kelegaan Sementara: Bagi beberapa pelaku self-harm, rasa sakit fisik memberikan efek lega, puas, atau tenang, meskipun hanya bersifat sementara. Sensasi fisik yang ditimbulkan dianggap dapat mengalihkan fokus dari rasa sakit emosional yang mereka rasakan.

3. Mengalihkan Rasa Sakit Emosional ke Fisik: Beberapa individu merasa bahwa melukai diri sendiri membantu mengalihkan rasa sakit emosional menjadi sesuatu yang lebih nyata dan terlokalisasi, yaitu rasa sakit fisik. Dengan cara ini, mereka merasa lebih mampu mengendalikan situasi atau mendapatkan keseimbangan mental di tengah tekanan yang mereka hadapi.

Kenali Gejala Perilaku

1. Tindakan Fisik

Gejala perilaku menyakiti diri sendiri dapat terlihat dari berbagai tindakan fisik yang disengaja untuk mencederai tubuh. Tindakan-tindakan ini dilakukan sebagai bentuk pelampiasan emosi atau pengalihan dari rasa sakit emosional yang dirasakan, antara lain:

· Menyayat kulit menggunakan benda tajam seperti silet, cutter, atau pisau.

· Membenturkan kepala atau memukul tembok hingga menimbulkan luka atau memar.

· Menggigit kuku sampai terluka atau berdarah.

· Menarik rambut hingga menyebabkan rasa sakit atau kerontokan rambut.

2. Perilaku Sosial

Selain tindakan fisik, perilaku sosial individu dengan kecenderungan self-harm juga sering berubah. Gejala sosial ini mencerminkan usaha mereka untuk menyembunyikan tindakan atau menghindari perhatian dari orang lain:

· Menyembunyikan luka atau bekas luka: Mereka sering mengenakan pakaian panjang atau tertutup, bahkan di cuaca panas, untuk menyembunyikan bekas luka atau cedera di tubuh mereka.

· Menarik diri dari interaksi sosial: Pelaku self-harm cenderung menghindari hubungan sosial, merasa sendirian, dan lebih memilih isolasi karena malu atau takut dihakimi.

3. Kondisi Psikologis

Gejala yang lebih mendalam sering kali berakar pada kondisi psikologis yang kompleks, seperti:

· Kesulitan mengkomunikasikan emosi atau perasaan: Mereka mungkin merasa tidak mampu mengungkapkan apa yang mereka rasakan kepada orang lain, sehingga memilih untuk melukai diri sebagai bentuk pelampiasan.

· Rasa benci pada diri sendiri: Perasaan negatif terhadap diri sendiri sering menjadi pemicu utama, di mana pelaku merasa tidak berharga atau bersalah sehingga menyakiti diri dianggap sebagai bentuk "hukuman".

· Depresi atau stres berat: Kondisi mental seperti depresi, kecemasan kronis, dan tekanan emosional yang berat sering kali menjadi latar belakang perilaku ini.

· Rendahnya harga diri: Ketidakmampuan untuk menghargai diri sendiri dan merasa tidak mampu menghadapi masalah memperburuk kecenderungan untuk melukai diri sendiri.

Mengapa Perilaku Menyakiti Diri Sendiri Terjadi?

Perilaku menyakiti diri sendiri dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang kompleks:

· Faktor Internal:

o Ketidakmampuan mengatasi masalah dan tekanan emosional.

o Perasaan kesepian atau terisolasi sosial.

o Pengalaman traumatis, seperti kekerasan fisik atau emosional.

o Gangguan psikologis, seperti kecemasan atau borderline personality disorder (BPD).

· Faktor Eksternal:

o Pola komunikasi yang buruk antara orang tua dan anak.

o Lingkungan yang kurang suportif, seperti perundungan atau body shaming.

o Pengaruh teman sebaya atau konten di media sosial (digital self-harm).

o Ekspektasi sosial yang tinggi di era modernisasi

Tidak Ada Kata Terlambat untuk Mencegah

Pencegahan perilaku menyakiti diri sendiri membutuhkan pendekatan yang menyeluruh:

· Pendekatan Individu:

o Meningkatkan keterampilan mengelola emosi, seperti meditasi atau olahraga.

o Mencari dukungan dari orang dewasa yang dipercaya (guru, konselor, keluarga).

o Mengganti perilaku maladaptif dengan aktivitas positif seperti menulis jurnal atau menggambar.

· Pendekatan Keluarga:

o Meningkatkan komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak.

o Memberikan perhatian, kasih sayang, dan dukungan emosional kepada remaja.

o Mengurangi konflik keluarga yang dapat memicu tekanan psikologis pada anak.

· Pendekatan Sosial:

o Menghindari stigma negatif terhadap pelaku self-harm dan menciptakan lingkungan sosial yang suportif.

o Menyediakan layanan konseling di sekolah dan komunitas.

o Meningkatkan edukasi terkait kesehatan mental melalui seminar atau kampanye

Self-harm adalah jeritan sunyi yang sering kali terabaikan di tengah bisingnya dunia. Tindakan ini bukan sekadar luka fisik, melainkan cerminan dari pergulatan emosi yang tak terungkap. Perasaan kesepian, tekanan sosial, dan kurangnya dukungan emosional menjadi akar dari perilaku ini, yang kerap dilakukan untuk mencari ketenangan sementara di tengah badai emosional. Namun, jalan keluar selalu ada. Dengan meningkatkan kesadaran, memberikan dukungan, dan menciptakan lingkungan yang penuh empati, kita dapat membantu mereka yang terjebak dalam lingkaran self-harm. Intervensi dari individu, keluarga, dan komunitas menjadi kunci untuk menghentikan luka ini—baik yang terlihat maupun yang tersembunyi di dalam hati. Bersama, kita dapat mengubah rasa sakit menjadi harapan dan kekuatan untuk bangkit.

Referensi: Saputra, M. R., Mukti, D. A. C., Angelina, R., Maharani, P. A., Yuniarti, B. D., Fitria, S., ... & Hidayat, R. (2022). Kerentanan Self Harm Pada Remaja Di Era Modernisasi. In Proceeding Conference On Psychology and Behavioral Sciences (Vol. 1, pp. 28-33).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image