Strategi dan Multimedia Pembelajaran dalam PTMT
Guru Menulis | 2021-11-22 08:54:26Hampir satu setengah tahun sejak adanya pandemi covid-19, kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan menerapkan pembelajaran jarak jauh. Kini pembelajaran tatap muka di sekolah mulai dilakukan seiring mulai membaiknya penanganan pandemi. Kebijakan yang banyak diberlakukan pada pertengahan semester ganjil ini sekaligus sebagai jawaban akan kekhawatiran terjadinya learning loss akibat tidak adanya interaksi langsung guru dan siswa.
Ya, bisa ke sekolah lagi menjadi hal yang dirindukan banyak siswa. Sebagian besar orang tua pun senang anaknya bisa ke sekolah lagi. Pembelajaran dengan pertemuan tatap muka di sekolah tentunya dilaksanakan secara bertahap dan terbatas. Sekolah yang akan menerapkan pertemuan tatap muka (PTM) terbatas ini harus lolos daftar cek kesiapan dari dinas pendidikan setempat serta siswanya mendapat ijin dari para orang tua.
Bagaimanakah penerapan PTM terbatas ini dilaksanakan oleh sekolah?. Ada dua cara pembelajaran yang umumnya dilakukan sekolah di masa PTM terbatas yaitu hybrid learning dan blended learning. Kedua cara tersebut ada yang menyebutnya sebagai metode, model, strategi, dan pendekatan. Bagi saya sendiri lebih pas jika menyebutnya sebagai strategi. Hybrid learning adalah pembelajaran kombinasi antara pembelajaran tatap muka dan online. Sebagian atau lima puluh persen siswa belajar tatap muka di sekolah dan pada saat bersamaan sebagian lagi belajar via online dari rumah. Sedangkan blended learning adalah kombinasi pembelajaran tatap muka di sekolah dan belajar mandiri di rumah. Misalnya sebagian siswa belajar tatap muka di sekolah sedangkan sebagian yang lain mengerjakan tugas mandiri di rumah. Tugas tersebut bisa dikumpulkan via online atau dikumpulkan langsung saat dapat giliran ke sekolah.
Penerapan kedua strategi baik hybrid learning maupun blended learning tersebut disesuaikan dengan skill guru dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta kesiapan infrastruktur atau sarana prasana belajar di sekolah. Secara kepraktisan, penerapan blended learning lebih praktis. Guru bisa fokus mengajar bagi sebagian siswa di sekolah sedangkan sebagian siswa lainnya diberi tugas belajar mandiri di rumah. Tugas mandiri bisa disampaikan melalui media sosial seperti whatsapp grup. Namun jika fasilitas seperti gadget yang dimiliki siswa dan akses internet tidak merata, tugas mandiri bisa diberikan saat giliran siswa belajar di sekolah.
Penerapan hybrid learning memerlukan effort dan peralatan berbasis TIK lebih banyak dibanding blended learning. Peralatan media yang diperlukan seperti LCD infokus, kamera dan microfon dengan laptop atau komputer desktop sebagai pengendali seluruh peralatan tersebut. Tak ketinggalan sangat diperlukan jaringan internet yang memadai dan lancar jika internet digunakan bersamaan oleh para guru di sekolah. Banyaknya peralatan yang diperlukan dan penyediaan jaringan internet tentunya berbanding lurus dengan pembiayaan yang lebih besar. Lebih penting dari semua hal diatas adalah kesiapan guru sebagai sumber daya manusia (SDM) yang menjalankannya. Tentunya guru dituntut bisa menguasai atau mempunyai skill khusus dalam mengoperasikan semua hardware serta aplikasi penunjang pembelajaran yang juga semakin menjamur.
Beberapa peralatan perangkat keras yang digunakan pada strategi pembelajaran tersebut dimaksudkan untuk membuat multimedia (gabungan atau kombinasi teks, gambar, seni grafik, animasi, suara dan video). Multimedia bertujuan untuk menyajikan informasi dalam bentuk yang jelas, menarik, interaktif, mudah dimengerti dan tentunya menyenangkan. Penyajian pembelajaran yang menarik dan interaktif tersebut diharapkan dapat membangkitkan minat siswa serta menghasikan pembelajaran yang bermakna dan menginspirasi. Ya pembelajaran bermakna akan terekam lebih lama dalam otak siswa. Menginspirasi akan memicu kreatifitas dan berkembangnya potensi peserta didik.
Sekolah tempat saya mengajar melaksanakan PTM terbatas dengan tiga strategi kombinasi sekaligus yaitu hybrid learning, pembelajaran daring dari rumah (full online) dan full offline atau pertemuan tatap muka. Penerapan ketiga strategi tersebut disesuaikan dengan jumlah siswa per kelas dan tingkatnya. Kelas besar (jumlah siswa lebih dari tiga puluh orang) melaksanakan pembelajaran hybrid learning. Kelas dengan jumlah siswa lebih sedikit melaksanakan pembelajara full online atau full offline. Pergiliran siswa yang belajar offline disekolah dan online di rumah dilakukan per pekan.
Seiring dengan semakin mudahnya akses informasi dan masifnya penyebaran teknologi informasi dan komunikasi, tren kegiatan belajar mengajar dengan hybrid learning atau blended learning maupun kombinasinya semakin diminati untuk diterapkan oleh banyak insttitusi pendidikan. Disisi lain kebijakan pendidikan terus berubah mengikuti perkembangan penanganan pandemi covid-19. Oleh karena itu guru harus selalu siap dengan terus belajar, penyegaran mindset, serta update kompetensinya. Sehingga para guru akan selalu siap dengan perubahan-perubahan kebijakan pendidikan yang sangat dinamis dan cepat.
Taufik Akbar, S.Si *
*Penulis adalah guru SMPIT Tunas Bangsa Insan Mandiri, Kota Depok
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.