Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Indah Kartika Sari

PERMENDIKBUD PPKS: LIBERALISASI SEKSUAL MENYASAR INSTITUSI KAMPUS

Agama | 2021-11-15 21:49:22

Oleh Indah Kartika Sari (Freelance Writer)

Apa jadinya jika institusi kampus sebagai wadah intelektual dan ilmuwan menjadi sasaran liberalisasi seksual ? Padahal baru saja kampus dipermalukan karena dinilai ikut andil dalam mencetak calonkoruptor. Sekarang lewat permendikbud PPKS Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, tanggal 28 September 2021yang diterbitkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek), kampus kembali tercoreng lewat issu pezinahan legal.

Kemendikbud pun menuai kritikan. Salah satunya dari fraksi PKS. PKS tidak setuju dengan aspek 'consent' atau 'konsensual (persetujuan)' yang menjadi syarat aktivitas seksual. Ini terlihat jelas pada pasal 5 ayat 2 huruf L dan M disebutkan kekerasan seksual sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi :

L. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa sepertujuan korban.

M. Membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban.

Al Muzammil Yusuf dari fraksi PKS mempertanyakan, “apakah jika korban setuju, maka hal tersebut diperbolehkan dalam pergaulan mahasiswa/i kampus di Indonesia ?

Sebelumnya, Majelis Ormas Islam (MOI) yang beranggotakan 13 Ormas Islam Indonesia menyatakan penolakannya dan menilai bahwa Permendikbudristek tersebut secara tidak langsung telah melegalisasikan perzinaaan.

Namun kritik dari PKS dan MUI dibantah Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristekdikti, Anang Ristanto yang mengatakan Permendikbudristek tersebut mengatur hal-hal yang sebelumnya tidak diatur secara spesifik. Sehingga menyebabkan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi selama ini tidak tertangani sebagaimana mestinya. Lebih lanjut, dikatakan bahwa Permen PPKS adalah aturan yang urgen. Soalnya, dampak kekerasan seksual bisa berakibat pada fisik dan mental korban. Implikasinya, penyelenggaraan perguruan tinggi menjadi tidak optimal, kualitas pendidikan tinggi bisa turun.

Begitulah aturan manusia selalu akan menuai kontoversional dan pelaksanaannya akan terjadi tarik ulur kepentingan antar manusia. Sekalipun dibuat untuk menyelamatkan generasi dari kehancuran adab dan akhlak. Namun akan mubazir jika diterapkan pada sistem yang memisahkan antara agama dan kehidupan (sistem sekulerisme). Pasalnya bukannya menyelesaikan problem kekerasan seksual yang terjadi di kampus, malah justru memunculkan masalah lain yaitu maraknya perzinahan di kampus.

Jika kemendikbud mau sedikit berfikir serius, sebenarnya kekerasan seksual di kampus dilatarbelakangi oleh ide kebebasan bertingkah laku yang bersumber dari liberalisme turunan sekulerisme, sistem yang sekarang dianut oleh negeri yang mayoritas penduduknya muslim.

Jadi semestinya yang dilakukan adalah memberantas pemikiran liberalisme, sekulerisme yang selama ini meracuni institusi kampus dan civitas akademikanya. Sayangnya pemerintah malah menuduh kampus sebagai sarang radikalisme. Dosen dan mahasiswa yang aktif dalam kajian keIslaman dan dakwah Islam di kampus kerap dituding sebagai biang radikalisme. Padahal hanya dengan Islamlah persoalan kekerasan seksual dan pergaulan bebas di kampus bisa diselesaikan. Tak hanya itu, Islam akan mengembalikan citra kampus yang buruk akibat stigma produsen koruptor menjadi kampus pencetak intelektual berperadaban.

Oleh karena itu, penting untuk mengembalikan wibawa kampus sebagai institusi bergengsi tempat berkumpulnya para ilmuwan dan intelektual yang mendedikasikan ilmunya untuk kemaslahatan umat. Wajib membebaskan kampus dari kooptasi para pemilik modal yang menjebak intelektual dengan sederet gelar tanpa moral dan etika.

Di sinilah urgen menghadirkan sistem pendidikan tinggi a la Islam yang mengemban pendidikan shahih sebagai instrumen ketakwaan dan pencetak generasi berkepribadian Islam. Hanya dengan Islam, kampus dapat mengambil peran menyelenggarakan pendidikan yang tujuan dan hasilnya akan bermanfaat untuk membangun peradaban gemilang.

https://news.detik.com/berita/d-5799835/kemendikbud-jawab-kritik-pks-soal-permen-antikekerasan-seksual-di-kampus

https://republika.co.id/berita/r21v9o320/pemerintah-respons-kritikan-majelis-ormas-isla

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image