Mengetahui Konsepsi Dasar dari Keprotokolan
Edukasi | 2022-07-13 13:19:25
Secara estimologis istilah protokol dalam bahasa Inggris protocol, bahasa Perancis protocole, bahasa Latin protocoll(um) dan bahasa Yunani protocollon. Dalam kamus Bahasa Inggris Oxford,
"Protocol is the code of ceremonial forms or courtesies used in official dealings, as between heads of state or diplomats."
Awalnya, istilah protokol mengacu pada halaman pertama yang dilampirkan pada sebuah manuskrip atau naskah. Dengan perkembangan zaman, pemahamannya menjadi semakin luas, tidak hanya halaman pertama naskah, tetapi seluruh teks, yang mencakup anotasi, dokumen ratifikasi, perjanjian, dan lain-lain dalam skala nasional dan internasional. Dalam perkembangan selanjutnya, protokol berarti kebiasaan dan peraturan yang berkaitan dengan bentuk, tata tertib, dan tata krama diplomatik. Aturan protokol ini menjadi acuan bagi instansi pemerintah dan berlaku umum.
Masalah protokoler berkaitan dengan keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan dan pengelolaan semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Setiap kegiatan pada dasarnya merupakan pelaksanaan pekerjaan tahap sebelumnya. Fase-fase tersebut diperlukan untuk mendukung keberhasilan puncak kegiatan.
Dalam Rapat Kerja Nasional-Rakernas Protokol tanggal 7-9 Maret 2004 di Jakarta disepakati keprotokolan adalah ”Norma-norma atau aturan-aturan atau kebiasaan yang dianut atau diyakini dalam kehidupan bernegara, berbangsa, pemerintah dan masyarakat.”
Keprotokolan di Indonesia diatur dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1987, ialah serangkaian aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan atau masyarakat.
Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat. (UU No. 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan).
Tujuan Pengaturan Keprotokolan Pasal 3 UU No. 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan:
a. Memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, Perwakilan Negara Asing dan/atau Organisasi Internasional, serta Tokoh Masyarakat tertentu, dan/atau Tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat;
b. Memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional; dan
c. Menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antarbangsa.
Syarat-syarat untuk menjadi protokoler adalah:
a. Memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam hubungan interpersonal
b. Mental yang kuat dan karakter yang kuat
c. Kuasai situasi
d. Kemampuan untuk membuat keputusan dengan cepat tetapi hati-hati sangat sensitif terhadap isu-isu yang muncul tahu bagaimana perasaan orang lain
e. Sederhana dan sopan, hormati semua orang
f. Pandai membawa diri, selalu introspeksi rendah hati tapi tidak rendah hati
g. Penampilan yang menarik
h. Pandai berpakaian sesuai suasana
i. Bicaralah dengan tekanan dan suara yang bagus
j. Memahami elemen administrasi
k. Kuasai istilah dan bahasa asing baru
Yang mengatur kegiatan protokol adalah pejabat protokol yang berwenang mengelola perjanjian dan yang mempunyai tugas dan fungsi yang berkaitan dengan protokol.
Peran dan fungsi protokoler juga menentukan keberhasilan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi atau lembaga tersebut. Selain itu, etika juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan perusahaan dan menambah budaya kerja, terutama bagi petugas etika yang sangat dekat dengan tugas-tugas pendukung kepemimpinan di tingkat lokal dan nasional. Perlu dikembangkan kesepakatan dalam lembaga/perusahaan karena kesepakatan juga menentukan terciptanya suasana yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan perusahaan. Selain itu juga dapat menciptakan tatanan sosial yang saling mendekatkan dan dapat diterima semua pihak, menciptakan upacara yang khidmat, khidmat, dan khidmat, serta menciptakan ketertiban dan rasa aman dalam melaksanakan tugas.
Ruang Lingkup Keprotokolan
a. Tata Upacara adalah rangkaian kegiatan, yaitu bagaimana suatu kegiatan harus diatur tergantung pada jenis kegiatannya. Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa: 1) Jenis kegiatan; 2) bahasa pengantar yang digunakan; 3) Materi acara. Dalam tata cara ritual, peserta, penyelenggara dan alat bantu lain dari kegiatan ritual direncanakan. Misalnya, ketika seorang pembicara memberikan pidato, perhatikan tingkat posisi di mana mereka akan berbicara. Keinginan selamat datang, sudah lama dihubungi. Agar "upacara" berjalan dengan lancar, diperlukan "manajer panggung", yang bertanggung jawab untuk bertindak sebagai penghubung antara pembawa acara dan pelaksana upacara.
Jenis Upacara
Upacara Bendera: Kegiatan pengibaran atau penurunan bendera merah putih yang dilaksanakan dalam rangka memperingati hari-hari besar nasional, seperti HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, Hari Kebagkitan Nasional, Hari Pahlawan dll.
Bukan Upacara Bendera: Kegiatan yang memerlukan pengaturan protokol seperti antara lain penerimaan tamu-tamu Presiden, credentials, penganugerahan tanda kehormatan, peresmian pembukaan munas/rakernas, dll.
Pedoman Penyelenggaraan Upacara
Perencanaan Upacara
· Apa, siapa yang harus berbuat apa, dimana (tempat), bilamana (waktu)
· Bagaimana tata caranya
Persiapan Upacara
· Menyusun acara, tata ruang, pengaturan tempat, membuat rencana upacara, menetapkan jenis pakaian
· Pengecekan kelengkapan dan perlengkapan upacara
Pelaksanaan Upacara
· Pembukaan
· Acara Pokok
· Penutup
b. Tata Tempat (Preseance) Kata preseance berasal dari bahasa Perancis atau bahasa Inggris preseance yang berarti keteraturan. Intinya di sini adalah mengurutkan berdasarkan prioritas, atau siapa yang lebih dulu.
Secara umum, dapat diartikan sebagai suatu aturan atau norma yang berlaku dalam pengaturan tempat duduk pejabat, biasanya didasarkan pada status konstitusional, administratif/struktural, dan status sosial pejabat yang bersangkutan. Tatanan tempat duduk di Indonesia diatur dengan Keputusan Presiden Nomor 265 Tahun 1968. Pihak yang berhak mendapat prioritas kehadiran:
1. Kelompok Very Important Person (VIP), yaitu pihak yang diprioritaskan kedudukan atau posisinya.
2. Kelompok Very Important Citizen (VIC), orang-orang yang diprioritaskan karena kualifikasi akademiknya, seperti bangsawan dan lain-lain.
Pedoman Preseance:
1) Ada aturan dasar
a. dianggap orang yang paling penting atau tertinggi, dalam urutan yang paling penting atau yang pertama,
b. Jika orang duduk berjajar atau berdiri berjajar, yang terpenting adalah orang yang berada di sebelah kanan.
2) Aturan lokasi umum
a. Jika tempat duduk menghadap meja, posisi pertama dianggap menghadap pintu keluar. Yang duduk di dekat pintu dianggap yang terakhir.
b. Atur posisi garis (dari sisi ke sisi), yaitu jika orang berbaris pada garis yang sama, posisi terluar atau posisi paling tengah didahulukan, tergantung kasusnya.
c. Tata Busana di sini mengacu pada apa yang harus dikenakan pada suatu acara seremonial, baik itu pejabat yang diundang maupun pengisi acara. Tata Busana harus ditetapkan atau dicantumkan dalam surat undangan yang dikirimkan secara formal maupun informal.
Jenis tata busana yang perlu diketahui:
1) Pakaian Sipil Lengkap (PSL)
2) Pakaian Sipil Harian (PSH)
3) Pakaian Oinas Lapangan (PDL)
4) Pakaian Dinas Harian (PDH)
5) Pakaian Dinas Upacara I, II, II, (PDU) untuk kalangan militer.
6) Pakaian Resmi Jabatan (untuk pejabat tertentu)
7) Pakaian Nasional atau pakaian resmi organisasi (Dharma Wanita, Korpri)
8) Toga (Untuk Perguruan Tinggi/lnstitut)
Pengaturan pengiriman undangan acara. Hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Daftar tamu undangan harus disiapkan sesuai dengan jenis/kebutuhan acara.
2. Jumlah undangan disesuaikan dengan kapasitas tempat, minat dan pencapaian tujuan acara itu sendiri.
3. Bentuk undangan, baik dalam bentuk, isi, dll, sedapat mungkin distandarisasi untuk setiap jenis kegiatan.
4. Nama yang diundang harus ditulis secara akurat dan jelas, meliputi nama, pangkat, jabatan, dan alamat.
5. Dalam surat undangan perlu dicantumkan apakah surat undangan itu untuk istri/suami. Dalam undangan resmi tidak boleh disebutkan bahwa undangan berlaku untuk lebih dari satu orang.
6. Lampirkan kode undangan ke sampul surat undangan untuk memudahkan tempat duduk.
7. Mencantumkan aturan mengenai pakaian yang akan dikenakan.
8. Menentukan batas waktu penerimaan tamu.
d. Tata Penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, Perwakilan Negara Asing dan/atau Organisasi Internasional, dan Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.
Tata Penghormatan dalam Keprotokolan
Pasal 31 UU No. 9 Tahun 2010, “Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, Perwakilan Negara Asing dan/atau organisasi internasional serta Tokoh Masyarakat Tertentu mendapat penghormatan. Yang dimaksud dengan penghormatan dan perlakuan sesuai dengan kedudukannya dan martabatnya adalah sikap perlakuan yang bersifat protokol yang harus diberikan kepada seseorang dalam acara kenegaraan atau acara resmi sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan atau masyarakat.
Bentuk-bentuk Penghormatan:
· Penghormatan terhadap seseorang dalam bentuk preseance
· Penghormatan terhadap seseorang dalam bentuk rotation
· Penghormatan terhadap seseorang dalam bentuk perlakuan
· Penghormatan terhadap sesorang dengan menggunakan Bendera Kebangsaan Sang Merah Putih
· Penghormatan terhadap seseorang dengan menggunakan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
· Penghormatan Jenazah
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
