Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hening Nugroho

Kajian Museum Dalam Sebuah Novel Da Vinci Code

Sastra | 2021-11-12 17:09:35
Sumber foto : tribunnewswiki.com

Museum tidak lagi sebagai tempat yang menyeramkan, namun eksentrik, penuh panorama yang menarik di dalamnya, berbagai arsitektur menawan kadang membuat museum sebagai sebuah tempat yang bisa ditonton sebagai sebuah koleksi yang indah, tidak hanya identik dengan barang mati, atau sejenis benda yang hidup di usia yang jauh berpuluh-puluh tahun yang lalu, namun kita bisa mengisahkan sebuah museum itu menjadi sebuah cerita yang menarik, yang kadang bisa menyajikan kultur yang berbeda di tengah masyarakat, seperti misalnya membangun kegiatan literasi, budaya membaca, menulis, dan yang lain, museum yang kosong seolah akan hidup dan dikenal oleh masyarakat lewat sebuah karya tulis yang menarik, dan tentu saja di dalamnya terkandung berbagai peristiwa dengan latar belakang sejarah yang terkait dengan koleksi di dalam museum tersebut, maka tidak jarang banyak yang menggagas museum menjadi sebuah novel.

Jika kita masih ingat novel karangan Dan Brown yang berjudul “Da Vinci Code” adalah sebuah karya yang istimewa, tentu saja bagi saya yang juga seorang penulis, bagaimana Dan Brown mengisahkan sebuah cerita yang unik, penuh kontroversi, namun dilatarbelakangi oleh sejarah dan budaya. Cerita Dan Brown menjadi kian menarik tatkala dia menuliskan kisah tentang Museum Louvre yang ada di Perancis. Bagaimana lukisan monalisa menjadi bahan terpenting dari seluruh adegan yang dituliskan oleh Dan Brown mulai dari awal sampai terakhir. Lantas apa esensinya?

Lukisan monalisa menjadi kian menarik tatkala banyak masyarakat melihat sejarah yang ditimbulkan dalam alur cerita novel tersebut, seolah pembaca menginginkan kembali keberadaan koleksi tersebut dalam dunia nyata, dan penulis menyajikannya dalam sebuah cerita. Ada keterkaitan cerita di masa lalu yang kemudian diungkit dalam sebuah sejarah dan menjadi menarik untuk diikuti. Tidak hanya untuk kalangan pembaca, namun banyak juga tokoh, dan para siswa yang tertarik untuk mengikuti pembelajaran dari literasi budaya dan sastra dalam cerita tersebut.

Lalu apakah berguna bagi masa depan museum itu sendiri? tentu saja, berbagai kalangan pernah ragu tatkala sebuah cerita pendek ataupun novel mampu menggairahkan kembali minat publik untuk datang ke museum, namun dalam kenyataannya, cerita yang menarik akan membuat masyarakat semakin berbondong-bondong untuk datang kemuseum dikarenakan ada keterkaitan emosi pembaca yang ingin menyaksikan secara langsung hal-hal apa saja yang ditulis dalam cerita tersebut ke dalam dunia nyata.

Sebagai contohnya Museum Louvre tidak pernah sepi didatangi oleh pengunjung, hanya karena sebuah lukisan monalisa atau sebuah novel karya Dan Brown, bisa jadi karena kedua-duanya.

Peran pembaca menjadi perbincangan yang menarik kala itu, apalagi setelah novel Dan Brown laris di dunia pemasaran. Bahkan menarik untuk difilmkan. Semua orang benar-benar menyaksikan museum itu dalam sebuah kisah nyata. Salah satu hal yang paling penting bahwa peristiwa seperti ini menjadi daya tarik sendiri untuk menarik minat masyarakat masuk ke dalam dunia permuseuman, selain itu juga menumbuhkan kegiatan literasi.

Museum tidak lagi hanya sebuah bangunan arsitektur kuno yang lengkap dengan benda-benda koleksinya, tanpa alasan bahwa museum menjadi magnet tersendiri bagi pecinta permuseuman saat ketertarikan dalam dunia permuseuman itu dihadirkan di tengah-tengah masyarakat melalui berbagai cara, seperti contoh di atas dengan literasi, menulis novel, film, ataupun yang lain.

Sebagai salah satu tantangannya, khususnya di Indonesia saat ini adalah tidak adanya peran sentral yang mampu membangkitkan gairah dunia permuseuman masa kini, gerak lambat sering terjadi tatkala museum hanya dijadikan sarana prioritas untuk mengoleksi sebuah benda daripada mengaktifkannya menjadi sebuah imajinasi seperti dalam dunia literasi, film, ataupun yang lainnya sehingga menjadi daya pikat yang menarik di tengah masyarakat saat ini.

Solusinya ke depan tentunya bukan terdapat pada minimnya sarana dan prasarana dari dalam museum itu sendiri, melainkan pada kajian sejarah dan literatur yang minim di tengah masyarakat. Banyak kalangan menilai pemahaman akan sebuah benda bersejarah lebih penting daripada literasi yang terkandung di dalamnya, seandainya literatur itu dikemas secara menarik bisa jadi ketertarikan masyarakat akan semakin meningkat dalam dunia permuseuman, di satu sisi literasi juga akan tetap hidup bersama di tengah masyarakat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image