Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ely Widayati

Watu Lawang Wisata Adiluhung yang Terabaikan

Wisata | Saturday, 09 Jul 2022, 19:12 WIB

Paska pelatihan dan aktifitas di dalam ruangan yang padat kesibukan, tiba saatnya peserta sebuah FGD ( fokus discussion group) beranjak menuju spot santai. Tempatnya tidak jauh dari Homestay Mbah Mul Munthuk Dilngo Bantul.

Menempuh jarak kurang lebih tiga kilometer dari homestay bernuansa klasik tradisional joglo. Menyusuri jalan selebar dua meteran dengan batu batu kecil dan jalan aspal yang mulai rusak. Di sebuah bukit kecil jalanan mulai menurun menyusuri aspal tanah yang ditumbuhi rumput Jepang dan rumputan liar.

Berbekal petunjuk dari papan yang mulai lusuh yang bertuliskan Watu Lawang mengarahkan kami pada sebuah hutan dengan perbukitan yang ditumbuhi semak belukar dan tanaman keras. Tiba di sebuah hutan, daun daunan kering berwarna coklat yang berguguran dari atas pohon menutup hampir separoh badan jalan. Tak pelak ingin sekali tangan ini memegang sapu lidi dan degan berjalan menyapu daun daunan kering itu sedapatnya.

Sebuah rumah panggung nampak seperti bekas penjaga tiket masuk berdiri masih kokoh dengan genting tradisional yang mulai lumutan. Jalanan menurun agak licin karena lumut mulai muncul di sisi jalan bergelombang itu.

Ada sebuah bekas musala yang terbuat dari papan kayu, lantainya terbuat dari kayu masih bagus. Bagian atapnya terbuat dari sejenis seng sebagian hilang entah kemana tidak ada tanda-tanda bekas jatuh. Tulisan Musala bercat putih dan coklat natural tampak masih jelas terbaca meski agak jauh jarak pandangnya. Lanjut ke bawah ada bekas seperti lapangan untuk parkir sepeda motor atau bekas tempat untuk perkemahan. Disisi tanah lapang terdapat spot dengan latar tulisan watu Lawang, spotnya masih agak bagus, masih bisa untuk berswafoto dengan latar sangat natural.

Kesan alami namun kurang sentuhan perawatan dari para pemerhati dan penduduk sekelilingnya atau siapa yang peduli dengan wisata adiluhung ini?

Sebuah pintu gerbang hirarki tersusun dari lima tumpukan bertekstur atap hitam seperti pura yang berdiri tegap bertuliskan Watu Lawang pada lapisan paling bawahnya. Pintu gerbang dengan kaki kayu bercat coklat berkaki empat, menghubungkan sebuah jembatan yang terbuat dari papan kayu menjuntai ke arah bawah menuju lereng perbukitan hutan. Pintu masuk ini bisa berfungsi sebagai gardu pandang. Dari arah ini terlihat rumah perkampungan di kaki bukit.

Saya seperti melihat danau dari kejauhan dan setelah mendekat ternyata deretan kabut yang menutupi area bawahnya hingga terkesan seperti permukaan air yang berwarna abu-abu dari kejauhan. Sebuah jepretan kamera tidak lupa terlewatkan mengabadikan lukisan alam bak alam surgawi. Memandangi hasil cekrekan kamera dengan latar alam nan asri. Awan putih dipagi hari menyelimuti bukit belukar bak oase di tengah belantara rimba yang butuh sentuhan tangan dan pikiran manusia untuk menuangkan kreativitasnya.

Dan sebuah jembatan dari papan kayu itu juga sudah mulai lapuk. Dibutuhkan kehati-hatian untuk menginjakkan kaki menuju turunan yang relatif tajam. Papan kayu yang lebarnya hanya satu meteran itu di Pagari kayu dengan paku yang mulai karatan dan ceplak....suara pegangan kayunya patah ketika disentuh. Di sela sela jembatan yang menurun ada beberapa papan yang telah lapuk dimakan usia, namun masih bisa dilewati kalo hanya satu dua orang.

Dari jembatan gantung ini pemandangan spektakuler perkampungan, sungai Oyo, selaras dengan awan putih yang turun menyelimuti sebagian perbukitan.

Pohon tua yang tumbang tidak merusak suasana natural alamnya. Dari sini pengunjung bisa berswafoto dipohon yang tidur menuruni tanah perbukitan.

Alur jalan mulai masuk ada spot foto panggung, kemudian masuk melalui pintu gerbang menjulang 5 tingkatan lalu melewati jembatan gantung yang menjulur ke bawah menuju kaki bukit dan kembali lagi melewati jalan menanjak seperti sebuah tangga naik dari tanah bebatuan.

Siapapun yang berkunjung ke Watu Lawang pastinya akan terkesan akan keelokan lukisan alamnya. Walau dalam hati ada rasa sayang yang teramat hebat untuk memelihara dan melestarikan bukit berhawa sejuk ciptaan Sang Khaliq

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image