Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ashira bita

Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik

Politik | Saturday, 02 Jul 2022, 13:40 WIB

Dalam kebiasaan hidup yang baik dalam ukuran bentuk kaidah, perlunya aturan atau norma yang di sebarluaskan, dikenal, dipahami, dan diajarkan secara lisan dalam masyarakat, biasa disebut etika. Norma atau aturan ini pada dasarnya, menyangkut baik-buruk perilaku manusia. Atau, etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan perintah dan larangan tentang baik-buruknya perilaku manusia, yaitu perintah yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari.

Etika sering diidentikkan dengan moral atau moralitas. Namun, meskipun sama-sama terkait dengan baik-buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian. Moralitas lebih condong pada pengertian nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia itu sendiri, sedangkan etika berarti ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk. Jadi bisa dikatakan, etika berfungsi sebagai teori tentang perbuatan baik dan buruk. Dalam filsafat terkadang etika disamakan dengan filsafat moral. (Bagir, 2005)

Jika mendengar kata birokrasi, yang ada dalam benak pikiran bahwasanya kita berhadapan dengan suatu prosedur yang berbelit-belit, dari meja satu ke meja lainnya, yang ujungujungnya adalah biaya yang serba mahal. Pendapat demikian tidak dapat disalahkan seluruhnya. Akan tetapi, apabila orang-orang yang duduk di belakang meja taat pada prosedur dan aturan serta berdisiplin dalam menjalankan tugasnya, birokrasi akan berjalan lancar akan dapat dihindarkan. Untuk mengeliminasi pemikiran yang demikian, mari sejenak mencerna pendapat para ahli mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan birokrasi. Birokrasi yang dalam bahasa Inggris, bureaucracy, berasal darikata bureau (berarti meja) dan cratein (berarti kekuasaan), artinya kekuasaan berada pada orang-orang yang di belakang meja. Di Indonesia, birokrasi cenderung dikonotasikan sebagaimana telah digambarkan seperti di atas.

Karakteristik Birokrasi Seperti halnya telah diuraikan di atas, bahwa birokrasi dimaksudkan sebagai kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang berada di belakang meja karena segala sesuatunya diatur secara legal dan formal oleh para birokrat. Diharapkan pelaksanaan kekuasaan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas karena setiap jabatan diurus oleh orang yang khusus. Sebagaimana dinyatakan oleh Blau dan Page, bahwa birokrasi dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas administrasi yang besar, hal itu hanya dapat berlaku pada organisasi besar seperti organisasi pemerintahan. Karena pada organisasi pemerintahan, segala sesuatunya diatur secara formal, sedangkan pada organisasi kecil hanya diperlukan hubungan informal. Selama ini, banyak pakar yang meneliti dan menulis tentang birokrasi bahwa fungsi staf pegawai administrasi harus memiliki cara-cara yang spesifik agar lebih efektif dan efisien, sebagaimana dirumuskan berikut (Syafiie, 2004).

Menurut Tjokrowinoto (2001:11) berpendapat relevansi pemuasan masyarakat atas pelayanan yang disediakan, perilaku birokrasi perlu diperhitungkan kompetensinya dengan mengacu pada dua hal yaitu:

1.Birokrasi harus memberikan pelayanan publik dengan adil, menuntut kemampuan untuk memahami keadaan masyarakat, mengartikulasikan aspirasi dari kebutuhan masyarakat, lalu merumuskan dalam suatu kebijakan kemudian diimplementasikan;

2.Birokrasi harus mempunyai kompetensi untuk memberdayakan masyarakat sipil dengan menciptakanenabling social setting, dari pendekatan top down yang menguasai dinamika interaksi antara birokrasi dengan masyarakat dapat mengalami perubahan menjadi hubungan horizontal”.

Hal yang sangat penting dalam mengimplementasikan etika yaitu adanya standard (aturan atau norma) yang harus dipatuhi dan kehendak kuat untuk menjalankannya. Kode etik atau kesepakatan nilai bersama yang sering dilanggar akan menjadi budaya etika yang buruk. Budaya etika yang buruk akan membuat pegawai berpribadi buruk mempunyai lisensi untuk menjadi semakin buruk, pegawai yang pada dasarnya berpribadi baik menjadi terdorong atau terpengaruh untuk ikut buruk, akibatnya penyimpangan etika publik diterima sebagai hal yang lumrah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image