Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Egia Astuti Mardani, S.S

Kelanjutan Holywings, Maksiat Mau Terus Ditoleransi?

Agama | Wednesday, 29 Jun 2022, 22:34 WIB
Sérgio Alves Santos on Unsplash" />
Photo by Sérgio Alves Santos on Unsplash

Holywings bikin gempar se-Indonesia dengan promosi kontroversialnya yang terlewat kreatif yakni miras gratis untuk orang yang bernama Muhammad dan Maria. Kasus yang tergolong ke dalam penistaan agama ini memang sudah ditindak. Enam tim kreatifnya telah ditetapkan sebagai tersangka, pihak perusahaan juga telah meminta maaf. Bahkan, Pemprov DKI juga telah mencabut izin usaha 12 cabang Holywings di Jakarta. Langkah ini seolah membawa angin segar sebagian kalangan yang tidak sepakat dengan keberadaan perusahaan penjual miras. Terutama bagi kalangan muslim yang gerah dan risih dengan eksistensi barang haram yang dijual bebas di tengah masyarakat dengan mayoritas muslim ini.

Boleh saja kita mengapresiasi Langkah Pemprov DKI ini. Tetapi, tunggu dulu. Latar belakang kebijakan ini bukan soal keharaman miras atau kasus penistaan agama, melainkan karena pihak Holywings belum memenuhi kelengkapan administrasi dan syarat-syarat yang ditetapkan. Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria mengatakan Holywings boleh beroperasi kembali apabila telah melengkapi seluruh syarat perizinan penjualan miras.

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, dalam pasal 14 disebutkan bahwa penjualan miras yang diminum langsung di tempat hanya dapat dijual di hotel dan bar sesuai perundang-undangan, serta tempat yang sudah ditetapkan bupati/wali kota dan gubernur untuk provinsi DKI Jakarta. Sedangkan miras berkadar alkohol 5% boleh dijual bebas di supermarket atau minimarket. (Kompas, 25/06/2022).

Bukan rahasia jika di negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia ini, keberadaan miras dan penikmatnya masih ditoleransi. Padahal mengonsumsi miras jelas haram dalam Islam dan faktanya banyak mendatangkan mudharat. Akan tetapi, muslim yang mayoritas ini seolah tak kuasa melarang peredaran dan konsumsi miras di tengah masyarakat. Bahkan label ‘intoleran’ hingga ‘mabuk agama’ begitu mudah disandangkan kepada siapapun yang menyuarakan kebenaran dan menolak kemaksiatan dan kemunkaran. Tak heran memang, di negara sekuler, agama memang tidak boleh ikut campur dalam kebijakan publik.

Muslim yang lurus tidak mengenal kata kompromi terhadap segala bentuk kemaksiatan, dalam kasus ini berlaku pada tindak penistaan agama hingga keharaman miras. Oleh karena itu, umat harus ‘berisik’ menyuarakan kebenaran sekaligus amar ma’ruf nahiy munkar kepada penguasa negeri ini untuk kembali ke jalur yang benar dalam memimpin negeri ini agar menjadi negeri yang diridhoi Allah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image