Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sarie Rahman

Waspada, Toleransi Jangan Sampai Kebablasan

Agama | 2024-12-27 03:24:18

Waspada, Toleransi Jangan Sampai Kebablasan

By; Sarie Rahman

Dilansir dari Jawa Pos.com (Jum'at,13/12/2024), jelang perayaan Natal dan Tahun Baru Walikota Surabaya mengajak seluruh warganya untuk memperkuat toleransi beragama. Pemkot Surabaya juga memastikan kesiapan menyambut perayaan Nataru tahun 2024/2025 dengan fokus menjaga kerukunan umat beragama serta pengamanan tempat ibadah demi mencegah terjadinya insiden yang tak diinginkan selama perayaan Natal berlangsung. Karenanya semua pihak dihimbau untuk bekerja sama demi keamanan dan kenyamanan umat Kristiani merayakan Natal.

Senada dengan ajakan Walikota Surabaya kepada warganya, Menteri Agama Republik Indonesia Nasaruddin Umar juga menyerukan hal yang sama, mengajak seluruh masyarakat untuk terus menjaga keharmonisan antar umat beragama jelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2024/2025. Menurutnya sebagai warga bangsa yang hidup dalam keberagaman, harus saling mendukung dan menghormati dalam merayakan hari besar keagamaan masing-masing. (Radarsampit.jawapos.com, 15/12/2024)

Pernyataan Menag dan Wali Kota Surabaya tersebut sangat tidak sesuai dengan realitas dimasyarakat. Faktanya di lapangan justru berbeda, dengan dalih toleransi terjadi pengaburan identitas pada masyarakat muslim di momen peringatan Natal dan Tahun Baru ini. Terlihat di sejumlah tempat umum seperti mal, supermarket, hotel, pos penjagaan lalu lintas, maupun perkantoran memakai dekorasi Natal. Tak jarang para pegawainya pun ikut menggunakan atribut Natal seperti topi dan kostum sinterklas, padahal ada kemungkinan mereka muslim. Ornamen-ornamen Natal banyak menghiasi lokasi-lokasi publik yang dinarasikan sebagai lokasi instagramable untuk berfoto. Masyarakat pun menganggap tempat itu menarik dijadikan tempat wisata, meski atribut yang digunakan bertentangan dengan akidah Islam mereka.

Begitu pula pada saat momen pergantian tahun, tak sedikit masyarakat muslim mengadakan acara-acara yang tak jarang lekat dengan aktivitas maksiat, seperti campur baur laki- laki dan perempuan, hingga pesta seks dan narkoba. Hal ini selalu terjadi berulang di setiap tahunnya.

Jika melihat beragamnya aktivitas di momen Nataru, himbauan para petinggi diatas sungguh sangat tidak tepat, meski mereka berkilah himbauan itu ditujukan pada seluruh masyarakat tidak hanya kepada umat Muslim. Akan tetapi dengan penduduk yang mayoritas jelas umat Islam, sangat aneh jika seruan toleransi digencarkan kepada kaum Muslim jelang hari raya kaum non Muslim. Apalagi selama ini pemicu beragam kasus intoleransi justru acap kali bukan dari kaum muslim, seperti yang terjadi di Papua pada Juli 2024 lalu, saat jemaah Gereja Kristen Indonesia(GKI) Penabur Jaya Asri melakukan aksi penolakan pembangunan Pondok Pesantren Mamba'ul Ulum Nur Al Fithrah di Perumahan Jaya Asri Entro, Distrik Jayapura Selatan, kota Jayapura Papua.

Tidak bisa di nafikan bahwa negeri ini masyarakatnya majemuk yang terdiri dari beragam suku bangsa dan agama. Keharusan untuk menjalin kerukunan antar umat serta saling menghormati pun benar adanya. Akan tetapi dalam hal toleransi sebagai Muslim memiliki standar aturan baku yaitu syariat Islam, yang berasal dari Sang Pencipta dan aturan ini mampu menyelesaikan seluruh problem hidup manusia.

Dari sini harusnya umat Islam paham arti toleransi yang dimaksud dalam syariat Islam. Umat harus dicerdaskan agar tidak terjebak pada toleransi yang sebenarnya bertentangan dengan Islam. Toleransi kebablasan yang justru diarahkan kepada pluralisme agama, menyamakan agama dan menganggap semua agama benar jelas berbahaya bagi umat Islam bahkan bertentangan dengan keyakinannya, karena tidak ada agama yang benar dan diridhai di sisi Allah kecuali Islam. Tidak ada kemaslahatan di dunia dan keselamatan di akhirat tanpa Islam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Qur'an surat Al Imron ayat 19 yang berbunyi :

” إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَٰمُ ۗ وَمَا ٱخْتَلَفَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ إِلَّا مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلْعِلْمُ بَغْيًۢا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ

Artinya: "Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya." (QS. Ali Imran: 19)

Begitu juga halnya jika dikatakan bahwa umat Islam di seluruh dunia harus bersatu, rukun, tidak terpecah belah memang benar adanya, hal ini justru diperintahkan dalam Islam. Hanya saja standar aturannya tentu harus akidah Islam, ketika ada pemahaman atau aktivitas umat Islam yang menyimpang dari akidah Islam dan syariatnya, maka harusnya diluruskan bukan dibiarkan. Seperti toleransi yang diserukan saat ini, jelas bertentangan dengan akidah Islam karena wujud toleransi yang di maksud lebih lekat dengan pencampuran ajaran Islam dengan ide-ide di luar Islam, agar rakyat mayoritas (muslim) menghormati minoritas (non muslim). Toleransi ala sekularisme digambarkan dalam bentuk ucapan selamat hari raya dari Muslimin ke non Muslim, hal ini tentu saja beda makna dengan toleransi yang dimaksud Islam bahkan menyesatkan kaum muslim. Toleransi ini bertujuan mengacak-acak akidah umat Islam.

Karena itu umat harus dipahamkan bahwa kebebasan menganut agama sesuai keyakinan bukan berarti kebebasan mengacak-acak ajaran agama dan membiarkan mereka seenaknya melecehkan dan mengganti ajaran Islam sekehendak hawa nafsunya.

Skenario Besar dibalik Jargon Toleransi.

Toleransi saat ini paradoksal dengan Islam. Jargon toleransi yang diserukan jelang perayaan Nataru di setiap tahun sejatinya bertujuan memalingkan pemahaman umat dari keyakinannya bahwa Islamlah agama yang paling benar dan diridai Allah SWT, menjadikan umat meyakini semua agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan. Tentu saja hal ini sangat membahayakan umat Islam. Ada skenario besar dibalik jargon toleransi, dan ini wajib disampaikan pada umat.

Toleransi versi sekuler muncul sebagai buah dari penerapan sistem sekuler demokrasi kapitalisme, konsekuensinya landasan hidupnya memisahkan agama dari kehidupan. Menganggap agama hanya mengatur ranah privasi, tidak di ranah kehidupan dan interaksi sosial kemasyarakatan. Sekularisme ini telah menyerang setiap sendi kehidupan, dan memunculkan pemahaman yang salah kaprah di tengah masyarakat termasuk dalam menyikapi momen Nataru. Fakta ini kian di perburuk dengan derasnya arus moderasi beragama yang digencarkan pemerintah di segala sudut kehidupan, paradigma tentang konsep toleransi pun jadi kebablasan.

Sejatinya Islam telah mengajarkan serta mengatur perihal toleransi sejak awal kedatangan Islam. Tidak ada satu pun ajaran Islam yang mengajarkan sikap intoleran, jika ada pihak-pihak yang menyatakan umat Islam intoleran jelas itu merupakan fitnah dan tudingan yang tak mendasar. Toleransi jelang Nataru saat ini sejatinya mencampuradukkan ajaran Nasrani dengan Islam, beserta budaya dan tradisi yang menyertainya. Aktivitas yang ditampilkan menyerupai umat non Islam yang tidak layak dilakukan oleh umat Islam. Karena aktivitas meyakini dan mengadopsi ajaran selain Islam terkategori pelanggaran hukum syarak, termasuk hal penggunaan atribut serta mengucap selamat hari raya agama lain, begitu juga aktivitas perayaan pergantian tahun. Jadi sikap umat Islam saat momen Nataru bukan masalah toleran ataupun intoleran.

Sabda Rasulullah SAW, “ Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka. ” (HR. Abu Dawud).

Permasalahan toleransi dan pendangkalan akidah ini hanya dapat tersolusi dengan meyakini dan menerapkan aturan Islam secara keseluruhan oleh suatu negara. Dimana salah satu fungsi tegaknya negara dalam Islam adalah menjaga akidah umat. Pemeliharaan akidah merupakan hak syar'i seorang muslim, tidak boleh seorang muslim murtad sesuka hatinya. Islam juga telah menetapkan hukum-hukum untuk memelihara akidah, seperti dengan dakwah Islam, wajibnya berjihad melawan kafir harbi fi'lan (negara yang sedang memerangi kaum muslim dengan militer) dan sebagainya.

Islam menjadikan para pemimpin dan pejabat negaranya selalu menyuburkan keimanan umat dengan nasihat ketakwaan, sehingga umat senantiasa dalam kondisi tetap terikat dengan aturan Islam terlebih di momen- momen krusial yang berpotensi membahayakan akidah umat, sebagaimana momen Nataru. Selain itu daulah Islam memiliki Departemen Penerangan yang tugasnya memberikan penjelasan tentang tuntunan Islam dalam menyikapi hari besar agama lain, fungsi Departemen ini juga untuk menggambarkan syiar dan dakwah Islam dari negara terhadap rakyatnya dengan tujuan untuk menguatkan akidahnya.

Daulah Islam juga memiliki kadi hisbah yang bertugas mengatur interaksi umat Islam dengan nonmuslim supaya sesuai dengan syariat Islam termasuk memberikan penjelasan tentang aturan Islam dalam menyikapi Nataru di lokasi yang memungkinkan terjadinya interaksi umat Islam dengan nonmuslim. Adapun umat nonmuslim tetap diberikan toleransi dan kebebasan dalam memeluk serta menjalankan agamanya termasuk merayakan hari besarnya. Tidak ada paksaan kepada mereka untuk memeluk Islam, bahkan mereka mendapat perlindungan dari daulah Islam karena mereka berstatus ahlu dzimmah yaitu nonmuslim yang tunduk kepada sistem Islam dengan tetap memeluk keyakinannya. Dan mereka diwajibkan untuk tunduk pada sistem Islam serta membayar jizyah.

Begitu pula dengan perayaan hari besar agama mereka, tidak ada larangan namun tetap diatur oleh daulah, dan dibatasi hanya di gereja atau komunitas mereka. Sedangkan di ruang publik seperti televisi, internet, radio atau jejaring sosial yang bisa diakses bebas oleh masyarakat tidak diperkenankan untuk ditampilkan karena melanggar akad dzimmah mereka dengan daulah. Sebagaimana diriwayatkan Imam Ath-Thabari sebuah surat perjanjian dengan penduduk Ilia pernah ditulis Khalifah Umar ra yang isinya penjelasan tentang pemberian jaminan keamanan bagi penduduk Ilia atas diri, harta, salib dan gereja- gereja mereka.

Begitulah cerminan toleransi dalam Islam, dengan tidak mencampuradukkan ajaran Islam dengan agama lain. Umat Islam terjaga akidahnya, sedangkan bagi warga ahlu dzimmah diberikan perlindungan haknya. Fakta ini terjadi berabad-abad sepanjang tegaknya peradaban Islam. Sungguh kaum muslim akan mulia dan berjaya hanya dengan akidah Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image