Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Ibadah pada Tiga Sepuluh Hari yang Utama

Agama | Tuesday, 28 Jun 2022, 13:20 WIB

Terdapat tiga sepuluh hari yang utama. Didalamnya kita dianjurkan untuk memperbanyak ibadah. Tiga sepuluh hari yang utama tersebut adalah sepuluh hari awal dari bulan Muharram; sepuluh hari awal dari bulan Dzulhijjah; dan sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan (Imam Jalaluddin Ash-Shuyuthi, Ad-Durul Ma’tsur fi Tafsiri bil Ma’tsur , Jux XV : 403).

Pertama, sepuluh hari awal dari bulan Muharram. Ketika menafsirkan surat Al Fajr : 1-2, “Demi waktu fajar, demi malam yang sepuluh” Ibnu Abbas berpendapat, yang dimaksud waktu fajar disini adalah waktu shubuh pada bulan Muharram. Bulan ini termasuk salah satu bulan yang dimuliakan Allah.

Pada umumnya para ulama sepakat, dalam bulan Muharram penuh dengan berbagai keutamaan dan pahala bagi orang-orang yang melaksanakan berbagai amal kebaikan. Pada bulan ini dianjurkan untuk memperbanyak melaksanakan ibadah puasa sunat terutama pada tanggal 9-10 Muharram atau 10-11 Muharram. Ada juga sebagian ulama yang memperbolehkan melaksanakan ibadah puasa dari tanggal 1-10 Muharram.

Seseorang bertanya kepada Sayidina Ali bin Thalib r.a. tentang ibadah puasa pada bulan Muharram. Ia menjawab, “Berdasarkan keterangan yang aku terima dari Rasulullah saw, seandainya kalian berkehendak melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh setelah bulan Ramadhan, maka laksanakan pada bulan Muharram. Bulan ini bergelar syahrullah, bulan yang dimuliakan Allah, bulan digelontorkannya ampunan Allah bagi orang-orang yang bertaubat.”

“Ibadah puasa yang paling utama pasca ibadah puasa Ramadhan adalah ibadah puasa sunat yang dilaksanakan pada bulan Muharram, dan ibadah shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam” (H. R. Muslim).

Kedua, sepuluh hari pada awal bulan Dzulhijjah. Berkenaan dengan sepuluh hari awal dari bulan Dzulhijjah, Imam al-Baihaqi dalam salah satu kitab karyanya, Al Jami’u Syu’abul Iman, Juz V: 304, hadits nomor 3468 yang dimaksud dengan “Demi waktu fajar; demi malam yang sepuluh; demi yang genap dan yang ganjil” (Q. S. Al Fajr : 1-3) berpendapat, yang dimasud hari yang sepuluh hari adalah sepuluh hari awal dari bulan Dzulhijjah. Sedangkan yang dimaksud ganjil adalah 9 Dzulhijjah, dan genap adalah tanggal 10 Dzulhijjah atau Idul Adha.

Seperti halnya pada bulan Muharram, pada bulan Dzulhijjah disunatkan melaksanakan ibadah puasa sunat. Tanggal 1-9 Dzulhijjah merupakan waktu yang utama melaksanakan ibadah puasa sunat. Kalau tidak melaksanakan ibadah puasa dari tanggal 1-9 Dzulhijjah, bagi orang-orang yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji selayaknya berupaya keras dapat melaksanakan ibadah puasa sunat pada tanggal 9 Dzulhijjah. Ada pula ulama yang berpendapat disunatkan melaksanakan ibadah puasa tanggal 8 – 9 Dzulhijjah.

Selain melaksanakan ibadah puasa sunat, pada sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah kita disunatkan memperbanyak zikir, diantaranya disunatkan memperbanyak bacaan tahlil, tahmid, dan takbir.

“Tidak ada amal yang paling utama di sisi Allah kecuali amal-ibadah yang dilaksanakan pada sepuluh hari awal dari bulan Dzulhijjah, karenanya perbanyaklah oleh kalian bacaan tahlil, tahmid, dan takbir” (H. R. Al-Baihaqi).

Bagi orang yang sudah mampu pada bulan ini diwajibkan melaksanakan ibadah haji. Pada bulan ini juga merupakan bulan pelaksanaan ibadah qurban. Selama didasari dengan ketakwaan, kedua ibadah ini merupakan ibadah yang sarat dengan pahala dan ampunan Allah. Surga menjadi jaminan kebahagiaan bagi orang-orang yang ikhlas dalam melaksanakan kedua ibadah tersebut.

Ibadah puasa sunat yang dilaksanakan pada sepuluh hari awal dari bulan Dzulhijjah berpahala setara dengan puasa sunat selama satu tahun. Ibadah shalat malam pada sepuluh hari awal dari bulan Dzulhijjah berpahala setara dengan ibadah yang bertepatan dengan lailatul qadar (Imam Al-Baihaqi, Al Jami’u Syu’abul Iman, Juz V : 311, hadits nomor 3480).

Ketiga, sepuluh hari akhir dari bulan Ramadhan. Dalam hal ini hampir semua ulama sepakat bahwa pada sepuluh hari akhir dari bulan Ramadhan merupakan saat-saat datangnya malam yang mulia, lailatul qadar. Pahala ibadah yang dilaksanakan bertepatan dengan datangnya lailatul qadar setara dengan ibadah selama seribu bulan.

Ketika menafsirkan surat Al-Qadar, para mufassir seperti Abi Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi dalam karyanya Tafsir al-Baghawi/Ma’alimut Tanzil (halaman 1433); Imam As-Shuyuthi dalam kayanaya ad-Durul Mantsur, at-Tafsiru bil Ma’tsur (Juz XV, halaman 543), Al-Qurthubi dalam Tafsir al-Qurtubhy, Juz XXII, halaman 390; Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’anul ‘Adhim, jilid VIII, halaman 448, berpendapat bahwa sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan merupakan saat-saat turunnya lailatul qadar.

Dari tiga sepuluh hari utama yang telah diuraikan, sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan telah kita lewati dua bulan yang lalu. Kita berharap pada bulan Ramadhan kemarin kita menjadi bagian dari orang-orang yang meraih keutamaan lailatul qadar. Harapan lainnya, kita berharap pada tahun depan Allah masih memberi kita kesempatan untuk dapat menyambut malam yang mulia tersebut.

Dua dari sepuluh hari yang utama sisanya akan kita masuki beberapa hari ke depan dan sebulan yang akan dating, yakni bulan Dzulhijjah dan Muharram. Untuk itu, sudah selayaknay bagi kita untuk mempersiapkan diri agar dapat melaksanakan segala ibadah dan perbuatan baik lainnya sebagai wasilah untuk meraih ampunan dan rida-Nya.

ilustrasi : idul adha

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image