Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Liza Arjanto

Hari Ini Tidak Ada Uang Jajan, Dien

Eduaksi | Tuesday, 21 Jun 2022, 17:43 WIB
Foto : Pixabay

Dien menghampiri ibu yang tengah sibuk memegang gawainya di teras rumah. Angin berhembus menggoyangkan daun-daun sirih gading yang digantung berderet di atas pagar. Dien duduk di sebelah ibu. Membaca sekilas informasi yang membuat kening ibu berkerut. Wajah ibu yang terlihat sedih membuatnya sedikit ragu. Namun, ia ingin sekali jajan.

“Bu, boleh minta uang? Dien mau jajan di warung sebelah.” Suara Dien pelan.

“Uang yang kemarin Ibu kasih sudah habis?”

Dien mengangguk. Ia merasa bersalah. Kemarin ibu memberinya uang sebesar 15 ribu. Karena sudah membantu ibu mengantar pesanan masakan ibu-ibu di sekitar rumahnya. Ibu bilang, Dien harus pandai mengatur uang, karena tidak setiap hari ada yang memesan masakan buatan ibu.

Tetapi kemarin Dien lupa. Ia menghabiskan uangnya untuk membeli mainan-mainan di abang-abang keliling. Sekarang Dien tidak punya uang. Padahal hari ini tidak ada yang memesan masakan ibu. Artinya, ibu pun tidak punya uang untuk memberinya uang jajan. Diam-diam Dien mengeluh dalam hati. Ia menyesal tidak mengikuti nasihat ibu.

Ibu memandang Dien, lalu menghela napas.

“Hari ini tidak ada uang jajan, Dien.” Dien tahu itu.

Tiba-tiba ibu tersenyum.

“Daripada Dien jajan melulu, mendingan kita bikin puding yuk. Di lemari dapur sepertinya masih ada bahan untuk membuat puding.”

Wajah Dien sontak menjadi cerah. Dia bergegas ke dapur dan mencari bahan untuk membuat puding. Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepalanya.

“Bu, boleh nggak Dien bereksperimen?”

“Bereksperimen? Dengan puding?” Mata ibu membesar.

Dien mengangguk. Ibu tersenyum.

“Bebas. Ibu juga mau rebahan dulu.” Ibu beranjak meninggalkan Dien di dapur seorang diri.

*

Dien belum membuat puding. Ia masih sibuk di depan laptopnya. Matanya menelusuri resep-resep menarik yang tampil di layar. Ia bersyukur ayahnya berlangganan Internet Keluarga. Dengan Internetnya Indonesia dari Telkom Group ini, ia bisa mencari resep puding sesuai dengan keinginannya.

Aha.

Dien berhasil menemukan resep puding susu yang bagus. Puding itu bertekstur lembut dan berwarna-warni seperti pelangi. Dien tersenyum cerah.

Tak lama kemudian Dien sudah sibuk di dapur. Menakar-nakar air dan memasukkan ke dalam panci. Ia lantas memasukan bubuk agar-agar, susu serta gula sesuai resep. Kemudian dengan sabar mengaduk-aduk isi panci agar larut merata dan tidak luber jika sudah mendidih.

Lampu modem IndiHome rumah tetap menyala. Sesuai petunjuk yang dibacanya di internet, Dien menyiapkan beberapa mangkuk yang sudah diberi pewarna makanan. Ada merah, kuning, hijau dan ungu. Setelah larutan agar-agar itu mendidih, Dien menuang cairan itu ke dalam mangkuk-mangkuk itu dan mengaduknya hingga rata. Oya, tak lupa ia menyisakan larutan agar-agar yang berwarna putih itu

Kemudian dengan hati-hati Dien menuangkan larutan agar-agar ke dalam cup-cup plastik berukuran kecil. Mula-mula ia menuang warna putih. Lalu mendinginkannya sebentar ke dalam kulkas. Setelah itu ia menuangkan warna ungu dan kembali mendinginkan agar-agar itu ke dalam kulkas. Ia melakukan berulang-ulang hingga seluruh agar-agar itu habis.

Dengan wajah puas, ia melihat cup-cup plastik yang kini berisi puding warna-warni. Puding itu berlapis-lapis. Menarik sekali.

*

“Ini puding buat Ayah dan Ibu. Juga untuk Dien.”

Dien mengeluarkan tiga cup puding pelangi dari dalam kulkas. Ia merasa puas saat ibu mengatakan puding buatannya sangat lembut, enak dan menarik.

“Masih ada pudingnya?” tanya Ibu kemudian.

Dien menggeleng.

“Lho, bukannya tadi Ibu lihat kamu bikin banyak.”

“Masih ada sih, Bu. Tapi sudah dipesan teman-teman Dien semua.” Tadi sewaktu ibu tidur ia menghubungi teman-teman sekelasnya di grup whatsapp. Dan menawarkan puding pelangi itu.

“Kamu jual? Semua?”

Dien mengangguk sambil mengulum senyum.

“Dijual berapa per cup?”

“Lima ribu.”

“Wow. Kamu untung besar dong.” Ibu tampak terkejut.

“Eng... Enggak juga. Mungkin teman-teman Dien beli karena ... karena Dien bilang, uang hasil penjualan untuk donasi.”

Ibu menatap Dien lekat-lekat.

“Donasi apa, Dien?”

“Tadi Dien lihat Ibu keliatan sedih membaca berita tentang banjir bandang di kecamatan sebelah.”

“Kamu tahu dari mana?”

“Tadi kan waktu Ibu di teras. Ibu sedang pegang hape. Dien ikut baca sekilas.”

Mata ibu tampak berkaca-kaca. Lalu tersenyum. Dien pun ikut tersenyum. Hatinya mengembang. Saat itu ia tahu, ada yang jauh lebih membahagiakan daripada sekedar jajan.

Tamat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image