Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lulu Nugroho

Sekarung Uang Logam

Agama | 2022-06-18 17:25:08

Ini kisah nyata, bukan rekayasa, Caktisno membayar sekolah anaknya dengan uang logam sekarung beras.

Seorang ayah dari Desa Karangsambung, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon ini telah mengumpulkan uang sejak anaknya kelas 3 Sekolah Dasar (SD).

Uang logam 500 dan 1000 yang ia kumpulkan, kini berjumlah Rp3.750.000 ia gunakan untuk mendaftarkan anaknya di Sekolah Menengah Kejuruan berbasis Pesantren (SMKP) Babakan, Ciwaringin, Kabupaten Cirebon. (RadarIndramayu, 12/5/2022)

Banyak orang kagum melihat upaya Caktisno. Kegigihannya membuahkan hasil, anaknya mendapat pendidikan yang baik seperti yang dia harapkan. Akan tetapi di sisi lain kita patut merasa prihatin. Sungguh Caktisno adalah satu dari ayah lain yang berusaha sekuat tenaga agar anaknya pintar.

Model pendidikan ala kapitalisme, menjadikan peluang memperoleh pendidikan bermutu hanya beredar di seputar orang berduit. Maka tak heran, masyarakat menengah ke bawah sulit memperbaiki nasibnya.

Pendidikan berbayar, dengan harga tinggi. Jikapun cuma-cuma, akan ada bentuk tagihan lain yang menyesakkan para orang tua murid.

Ibnu Sina kecil pun termasuk siswa beruntung, sebab ayahnya mampu mendatangkan guru ke rumah dan memupuk bakatnya yang luar biasa. Di usia 10 tahun ia mampu menghafal Alquran dan kitab kuno. Berbagai guru didatangkan untuknya, hingga ia menguasai banyak ilmu dalam waktu singkat seperti fiqih, aritmetika, astronomi, geometri. Usia 16 tahun ia menguasai ilmu Kedokteran.

Tidak hanya Ibnu Sina, di masa kejayaan Islam, para ibu dengan mudahnya membawa anak-anak mereka ke sekolah atau masjid. Bahkan para petani akan menitipkan anaknya ke guru-guru di kota.

Di Kairo, al Mansur Qalawun mendirikan sekolah untuk anak yatim, yang dilengkapi dengan kebutuhan makan dan pakaian untuk para siswa.

Untuk orang Badui yang hidupnya tidak menetap, pun diberikan pengajar yang siap berpindah-pindah. Dalam Islam negara wajib menyediakan pendidikan tinggi yang bermutu dan murah, bagi seluruh warganya, termasuk kafir zimny.

Kurikulum berdasarkan pada akidah, memastikan agar seluruh peserta didik bersyakhsiyah Islam. Tsaqofah asing baik sekularisme dan sosialisme diajarkab hanya untuk menjelaskan kerusakannya saja.

Tenaga pengajar mendapat upah yang tinggi, sehingga mereka akan mencurahkan segenap upaya untuk membentuk generasi berkualitas bagi peradaban.

Gedung sekolah, laboratorium, perpustakaan, buku dan seluruh sarana dan prasarana disediakan oleh negara. Karenanya para warga tak perlu merogoh kocek dalam-dalam, demi menjadi pintar. Inilah sebaik-baik bentuk sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi pemimpin kebangkitan.

Oleh: Lulu Nugroho, Muslimah Revowriter Cirebon

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image