Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Helma Oktariani

Memilih Mati Demi Mempertahankan Islam

Agama | Wednesday, 15 Jun 2022, 15:03 WIB
Sumber Gambar: https://www.suarainqilabi.com/fungsi-mulia-wanita-muslimah/

Menjadi muslimah yang hidup dizaman Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bukanlah hal yang mudah, dikarenakan banyak perempuan yang dizhalimi oleh kaum kafir Quraisy pada saat itu, namun ditengah kesulitan yang mereka hadapi saat itu, keteguhan mereka dalam mempertahankan aqidahnya sangat patut kita teladani khususnya untuk perempuan dizaman ini.

Banyak para shahabiyyah yang telah memberikan peran penting dalam Islam untuk kita sebagai wanita. Salah satunya dialah Sumayyah binti Khayyat Radhiyallahu ‘Anha, hamba sahaya dari Abu Hudzaifah bin Mughirah.

Sumayyah binti Khayyat menikah dengan orang yang hidup sebatang kara, yaitu Yasir bin Amir Radhiyallahu ‘Anhu. Ia adalah seorang pendatang yang menetap di Mekkah. Ia hidup dibawah aturan yang berlaku pada masa jahiliyah, posisi ini membuatnya sulit sehingga tak ada kabilah yang dapat membelanya, menolongnya, dan mencegah kezaliman atas dirinya.

Beliau hidup dalam kekuasaan Abu Hudzaifah, dan menyerahkan perlindungannya kepada Bani Makhzum. Ia dinikahkan dengan budak wanita bernama Sumayyah binti Khayyat Radhiyallahu ‘Anha, tokoh yang kita bicarakan ini. Tidak berselang lama dari pernikahannya, lahirlah anak mereka berdua yang bernama Ammar bin Yasir Radhiyallahu ‘Anhu.

Saat memasuki fase dewasa, Ammar bin Yasir Radhiyallahu ‘Anhu mendengar agama baru yang didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah kepadanya. Karena kesungguhannya dalam berpikir dan lurusnya fitrah beliau, akhirnya Ammar Radhiyallahu ‘Anhu memeluk agama tersebut yaitu agama Islam.

Agama Islam membuat Ammar Radhiyallahu ‘Anhu merasakan lezatnya iman yang terpatri dalam jiwanya. Keyakinanya akan kebenaran Islam adalah agama satu-satunya yang haq, menggiringnya untuk menceritakan kepada kedua orang tuanya atas kejadian yang beliau alami hingga pertemuannya dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ammar Radhiyallahu ‘Anhu dengan yakin menawarkan kepada keduanya untuk mengikuti dakwah yang baru tersebut. Ternyata Yasir Radhiyallahu ‘Anhu dan Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha menyahut dakwah yang penuh berkah tersebut dan bahkan mengumumkan keislamannya. Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha pun menjadi orang ketujuh yang masuk Islam.

Dari sinilah sejarah syahidah wanita pertama Islam yaitu Sumayyah binti Khayyat Radhiyallahu ‘Anha dimulai, yang bertepatan dengan permulaan dakwah Islam untuk yang pertama kalinya.

Keislaman Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha dan keluarganya telah diketahui oleh Bani Makhzum. Bahkan mereka mengumumkan keislamannya dengan kuat sehingga orang-orang kafir menanggapinya dengan pertentangan dan permusuhan.

Keislaman mereka membuat Bani Makhzum marah sehingga mereka menangkap keluarga Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha dan menyiksa mereka dengan bermacam-macam siksaan agar keluar dari agama Islam. Bani Makhzum mengeluarkan mereka ke padang pasir tatkala keadaannya sangat panas dan menyengat. Lalu membuang Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha ke sebuah tempat dan menaburinya dengan pasir yang sangat panas, kemudian meletakkan di atas dadanya sebongkah batu yang berat. Akan tetapi, tiada terdengar rintihan atau pun ratapan, melainkan ucapan, “Ahad Ahad .” Sumayyah binti Khayyat Radhiyallahu ‘Anha mengulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Yasir bin Amir Radhiyallahu ‘Anhu, Ammar bin Yasir Radhiyallahu ‘Anhu, dan Bilal bin Rabbah Radhiyallahu ‘Anhu.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyaksikan keluarga muslim tersebut yang tengah disiksa dengan kejam. Rasululah tak tahan melihat penyiksaan Bani Makhzum terhadap keluarga Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau pun menengadahkan ke langit dan berseru,

صَبرًا يا آلَ يَاسِرٍ فَإِنِّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ

Bersabarlah, wahai keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah surga.”

Mendengar seruan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Sumayyah binti Khayat Radhiyallahu ‘Anha bertambah tegar dan optimis. Dengan keteguhan imannya, dia mengulang-ulang dengan berani, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar.”

Bagi Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha, kematian adalah sesuatu yang remeh dalam rangka memperjuangkan akidahnya. Hatinya telah dipenuhi kebesaran Allah Subhanahu Wata’ala. Ia menganggap kecil setiap siksaan itu bagaikan satu langkah semut. Sehingga para tagut yang zhalim itu tidak kuasa menggeser keimanannya.

Suaminya, Yasir bin Amir Radhiyallahu ‘Anhu telah mengambil keputusan sebagaimana yang istrinya lakukan. Mereka berdua telah mematrikan dalam dirinya untuk bersama-sama meraih kesuksesan yang telah dijanjikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Mendengar ucapan yang senantiasa diulang-ulang oleh Sumayyah binti Khayyat Radhiyallahu ‘Anha membuat penguasa zhalim itu berputus asa, sehingga musuh Allah Abu Jahal melampiaskan keberangannya dengan menusukkan sangkur yang berada dalam genggamannya ke punggung Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha. Terbanglah nyawa yang bersih dan suci dari raganya.

Kematian Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha menjadi bukti nyata perjuangan seorang muslim. Beliau adalah wanita pertama yang syahid dalam Islam. Beliau gugur setelah memberikan contoh baik dan mulia bagi kita dalam hal keberanian dan keimanan. Beliau telah mengerahkan segala yang dimilikinya dan menganggap remeh kematian dalam rangka memperjuangkan imannya.

Allah telah menjamin surga bagi orang-orang yang gugur di jalan-Nya. Sebagaiman firman Allah dalam Qur’an Surat An-Nisa ayat 74 :

فَلْيُقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يَشْرُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا بِالْاٰخِرَةِ ۗ وَمَنْ يُّقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيُقْتَلْ اَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا

“Karena itu, hendaklah orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk (kehidupan) akhirat berperang di jalan Allah. Dan barangsiapa berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka akan Kami berikan pahala yang besar kepadanya.” [Qur’an Surah An-Nisa : 74]

Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha tentu dapat menjadi teladan bagi umat muslim untuk senantiasa mempertahankan keimanannya hingga akhir hayatnya. Dari kisah Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha, kita dapat mengambil hikmah berupa keteguhan iman yang perlu diperjuangkan hingga akhir hayat, meskipun nyawa menjadi taruhannya. Mari kita bayangkan bagaimana jika kita berada di posisinya? Akankah kita melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Sumayyah Radhiyallahu ‘Anha? Apakah kita akan sanggup mempertahankan iman kita dikondisi tersebut?

Lalu coba kita bandingkan dengan keimanan wanita pada zaman ini, banyak sekali wanita yang melepaskan keislamannya karena kurangnya ilmu akan pentingnya tauhid. Lemahnya iman para wanita di zaman sekarang ini membuat mereka mudah terlena dan menukarkan kehidupan akhirat mereka dengan dunia yang sementara. Oleh karena itu, marilah kita belajar untuk meningkatkan keimanan serta mempertahankannya, yaitu dengan terus menuntut ilmu agama sampai akhir hayat dan berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala agar senantiasa istiqomah berada di jalan-Nya. Dan sangatlah patut untuk kita syukuri karena telah diberikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala kesempatan berada di kehidupan seperti sekarang ini.

Referensi:

https://kisahmuslim.com/1461-sumayyah-binti-khayyat.html, diakses pada 28 Februari 2022 Pukul 14.02

https://nunganjuk.or.id/keteguhan-iman-syahidah-islam-pertama-sumayyah-binti-khayyat/#taruhannya, diakses pada 28 Februari 2022 Pukul 17.05

Di Bawah Atap Para Perindu Surga, 15 Juni 2022 14.45 WIB

*Mahasiswi Prodi KPI Angkatan III STIBA Ar Raayah Sukabumi

**Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Komunikasi Islam Pada Semester IV

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image