Data dan Analisa Industri Asuransi Syariah
Bisnis | 2021-10-19 11:00:14Setelah berdirinya perusahaan asuransi syariah pertama di Indonesia pada tahun 1994 dengan lahirnya PT Asuransi Takaful Keluarga yang kemudian disusul PT Asuransi Takaful Umum pada tahun 1995, dari tahun ke tahun terdapat pertumbuhan jumlah perusahaan asuransi syariah di Indonesia dimana per akhir tahun 2020 terdapat 7 (tujuh) perusahaan asuransi jiwa syariah full pledge, 5 (lima) perusahaan asuransi umum syariah full pledge, dan 1 (satu) perusahaan reasuransi syariah. Sementara yang masih berbentuk Unit Usaha Syariah (UUS) sampai akhir tahun 2020 berjumlah 23 (dua puluh tiga) untuk perusahaan asuransi jiwa syariah, 21 (dua puluh satu) untuk perusahaan asuransi umum syariah, dan 3 (tiga) untuk perusahaan reasuransi syariah.
Sementara itu, data sampai triwulan III 2021 tidak banyak perbedaan, bahkan terdapat 1 (satu) pemain baru di industri asuransi umum syariah yang telah mendapatkan ijin usaha konversi dari sebelumnya perusahaan asuransi konvensional.
Secara asset, sampai akhir 2020, industri asuransi syariah di sektor jiwa mencatatkan angka Rp 36317 (tiga puluh enam ribu tiga ratus tujuh belas) miliar atau Rp 36,317 (tiga puluh enam koma tiga satu tujuh) triliun. Sedangkan asset di sektor perusahaan asuransi umum syariah tercatat Rp 6014 miliar atau Rp 6,014 triliun, jauh lebih kecil dibanding asset perusahaan asuransi jiwa syariah. Sementara asset perusahaan reasuransi syariah di tahun 2020 lebih kecil lagi dimana hanya tercatat sebesar Rp 2109 miliar atau Rp 2,109 triliun.
Data di atas jika disandingkan dengan industri asuransi konvensional menjadi timpang dimana total keseluruhan asset perusahaan asuransi syariah baik sektor jiwa, umum, dan reasuransi, hanya mencapai Rp 44,44 triliun. Bandingkan dengan asset industri asuransi konvensional yang pada tahun 2020 lalu mencapai Rp 1409,749 (seribu empat ratus sembilan koma tujuh empat sembilan) triliun. Dengan kata lain, market share industri asuransi syariah terhadap total keseluruhan asset industri asuransi konvensional hanya berkisar (44,44 : 1409,749) x 100% atau 3,15%.
Data-data di atas tentunya akan menjadi bahan evaluasi bagi para pemangku kepentingan baik pemerintah maupun swasta, apalagi saat ini telah hadir lembaga MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) yang langsung diketuai oleh Menteri BUMN, Erick Thohir sehingga memiliki bargaining position yang cukup kuat untuk menggulirkan program-program unggulan dalam rangka meningkatkan eksistensi asuransi syariah di Indonesia. Melalui 4 (empat) program unggulan yang diusung beliau maka diharapkan industri keuangan syariah di Indonesia termasuk asuransi syariah akan melaju kencang guna mengejar ketertinggalan dengan industri asuransi konvensional.
Salah satu program yang harus diupayakan secara terus-menerus adalah literasi keuangan syariah yang di dalamnya termasuk asuransi syariah. Jika indeks literasi asuransi (yang menggambarkan pengetahuan, ketrampilan dan keyakinan yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat) berdasarkan data OJK pada tahun 2019 hanya sebesar 19,40% (lebih kecil dibanding perbankan yang mencapai 36,12%) maka dapat disimpulkan bahwa tingkat indeks literasi asuransi syariah dipastikan lebih kecil dari 19,40%. Hal yang kurang lebih sama tergambarkan pada data indeks inklusi asuransi (yang menunjukkan ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakat) dimana prosentasenya baru mencapai 13,15% pada tahun 2019, sementara perbankan sudah mencapai angka 73,88%.
Maka seiring dengan peringatan Hari Asuransi yang tahun ini jatuh pada tanggal 18 Oktober 2021, diharapkan semua kalangan dapat bersatu dan menyingsingkan lengan baju untuk bersama-sama ikut memberikan edukasi yang mencerahkan bagi masyarakat Indonesia tentang pentingnya asuransi, termasuk pilihan untuk menggunakan produk asuransi syariah.
Fajar Nindyo - Wakil Manager Takaful Institute
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.