Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adeummunasywah Adeummunasywah

Penghapusan Honorer Bukan Solusi

Info Terkini | Friday, 10 Jun 2022, 09:53 WIB

Penghapusan Honorer Bukan Solusi

Oleh : Heni Nuraeni

Rencana penghapusan honorer langsung menuai respons tenaga honorer. Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I), Titi Purwaningsih, menilai kebijakan penghapusan status tenaga honorer pada 2023 itu tidak manusiawi. Lantaran pemerintah tidak memberikan solusi pasti bagaimana nasib tenaga honorer kategori 2 (K2) ke depannya.

“Kalau dihapus kemudian diselesaikan menjadi ASN semua tidak masalah. Namun apabila dihapus kemudian dibiarkan begitu saja itu yang jadi masalah. Karena itu namanya kejam dan enggak manusiawi,” kata Titi.

Apalagi bagi honorer K2 yang sudah mengabdi sampai hari ini paling sedikit 18 tahun lamanya. Terutama honorer dari teknis administrasi dan teknis lainya yang notabene sampai saat ini sejak tahun 2013 belum ada rekrutmen lagi.

Padahal menurut Titi perlu diketahui honorer K2 itu memiliki payung hukum, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 48 juncto PP nomor 43 dan PP nomor 56 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil atau CPNS.

"Harusnya ini menjadi kewajiban dari pemerintah untuk menyelesaikan, bukan menghapuskan atau menghilangkan (tenaga honorer),” tegasnya

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menyatakan, kebijakan penghapusan pekerja honorer bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Sebab, selama ini tenaga honorer direkrut dengan sistem yang tidak jelas, sehingga mereka kerap mendapat gaji di bawah upah minimum regional (UMR).

Penetapan penghapusan honorer sekilas terkesan indah untuk didengar. Bagaimana tidak, para honorer pasti merasa arah dari status mereka semakin menunjukkan kepastiannya. Namun, patut untuk dicurigai rencana penghapusan honorer ini apakah memang betul-betul nasib honorer berujung kejelasan ataukah justru ada hal yang dikorbankan pemerintah?

Tumpang tindihnya pengurusan rakyat merupakan pengalaman pahit yang selalu berulang. Jika pun benar penghapusan honorer ini terlaksana, berarti secara otomatis semua akan diangkat sebagai pegawai pemerintah. Namun hal ini justru akan menghilangkan lapangan kerja yang selama ini didapat oleh honorer.

Bukan tidak mungkin penetapan ini bermakna tidak akan ada lagi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan untuk honorer. Dengan kata lain penghapusan lapangan pekerjaan sehingga pemerintah dalam hal ini tidak mengalokasikan dana APBD untuk gaji honorer lagi. Bukankah ini sebuah kedzoliman? Lalu dimanakah nanti dana APBD akan dialokasikan? Kebijakan ini patut untuk dipertanyakan karena ujungnya selalu ilusi dan merugikan rakyat.

Persoalan rakyat hari ini tidak lepas dari kebijakan para penguasa yang selalu membuat rakyat menelan pil pahit akibat lemahnya pengaturan rakyat yang bersifat kapitalistik.

Dalam Islam, pengaturan rakyat termasuk aparatur negara sangat jelas tak ada istilah honorer. Adapun sistem penggajian dan alokasi dana untuk tiap-tiap rakyat yang menjadi Aparatur Negara sangat berbanding terbalik dengan yang terjadi dalam sistem kapitalisme.

Dalam Islam, gaji aparatur negara baik guru, tenaga kesehatan maupun yang bertugas dalam administratif digaji oleh negara yang diambil dari dana baitul mal melalui pos fa'i dan milkiyyah. Pun status mereka jelas sebagai seorang aparatur negara, bukan honorer ataupun pegawai harian yang tak jelas status maupun penggajiannya.

Misalnya saja dalam masa kepemimpinan Umar bin Khattab. Beliau pernah menggaji pendidik dengan gaji 15 dinar yang jika dikonversikan dalam mata uang rupiah berkisar 51 juta rupiah. Dan dimasa Abasiyyah beliau pernah menggaji beserta tunjangan untuk Zujaj pada setiap bulan beliau dapat gaji 200 dinar sementara Ibnu Duraid digaji sekitar 40 dinar per bulan oleh Al Muqtadir. Pun jika dikonversikan ke rupiah maka tunjangan mereka rata-rata ratusan juta.

Sehingga para aparatur negara tidak lagi khawatir ataupun mencari-cari pekerjaan lain untuk menunjang hidunya. Mereka hanya fokus pada bidang masing-masing secara profesional. Hal itu hanya terjadi di sistem Islam yang tidak hanya peduli pada status rakyatnya tetapi juga peduli dengan kesejahteraannya.

Bahkan rakyat yang hidup dalam sistem Islam tidak susah mencari lapangan pekerjaan karena dalam sistem Islam, kebijakan negara selalu terfokus pada terlaksananya aturan-aturan kehidupan sesuai dengan Al-qur'an As sunnah. Maka, jika ada sistem yang lebih mementingkan urusan rakyatnya, tidakkah kita rindu untuk menerapkannya? Wallahua'lam bishowab.

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image