Efektifitas Pembelajaran Berdiferensiasi di Masa Pandemi
Guru Menulis | 2021-10-10 12:58:19Ni Komang Raiyanti
Sekolah sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar dapat berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Diperlukan sebuah harapan, harapan yang bisa menjadi bahan bakar bagi kita untuk terus bergerak, terus berlatih untuk belajar sepanjang hayat meningkatkan kapasitas diri dalam memvisualisasikan harapan, menggandeng sesama dan mentransformasikan menjadi harapan bersama.
Pembelajaran daring di masa pandemi, dengan berbagai tantangannya. Mendorong subjek maupun objek pembelajaran merubah pola interaksi yang terjadi diantara ekosistem pendidikan. Diperlukan upaya bersama mewujudkan harapan bersama terkait dengan pelaksanaan pembelajaran daring di masa pandemi. Murid itu unik, mereka memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Bagaimana kita sebagai seorang guru mengembangkan diri untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, sehingga dapat mengetahui efektifitas pembelajaran daring di masa pandemi? Ada apa dengan pembelajaran berdiferensiasi?
Pembelajaran berdiferensiasi pada hakikatnya pembelajaran yang memandang bahwa murid itu berbeda dan dinamis, mengingat keunikan yang dimiliki oleh setiap anak. Kepedulian kita selaku guru pada murid untuk bisa memperhatikan kekuatan (inkuiri apresiatif) dan kebutuhan belajar murid menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan guru melihat pembelajaran dari berbagai perspektif, dalam pembelajaran ini ada suatu proses siklus mencari tahu tentang murid, melakukan komunikasi untuk memahami murid dan memetakan profilnya serta merespons belajarnya berdasarkan perbedaan sebagai sebuah kekuatan yang dimiliki oleh murid. Ketika guru terus belajar tentang keberagaman muridnya, maka pembelajaran yang profesional, efesien, dan efektif akan terwujud, walaupun ditengah keterbatasan untuk melakukan interaksi secara langsung antara guru dengan murid di masa pembelajaran daring.
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan penyesuaian terhadap minat, preferensi belajar, kesiapan murid agar tercapai peningkatan hasil belajar. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah pembelajaran yang di individualkan. Saat guru merespon kebutuhan belajar murid, berarti guru mendiferensiasikan pembelajaran dengan menambah, memperluas, menyesuaikan waktu untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal. Dalam pembelajaran berdiferensiasi murid dan guru membuat kemajuan dari titik awal masing-masing, guru dalam hal ini tidak melihat diri sebagai pemilik dan penyebar pengetahuan, namun guru bergerak kearah melihat diri sebagai penyelenggara kesempatan belajar bagi murid dan bagi diri guru itu sendiri. Bagaimana kita berupaya agar pembelajaran berdiferensiasi membuat murid menjadi lebih merasa bahagia menjalani kehidupan bersekolah daring di masa pandemi ataupun saat pembelajaran tatap muka dilaksanakan. Belajar bagi mereka menjadi bermakna dan menjadi sebuah kenangan terindah dalam kehidupan mereka.
Pembelajaran berdiferensiasi hanya mengharapkan semua murid mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Terkait dengan hal itu, betapa beratnya perjuangan ketika pertama kali selaku guru melakukan sebuah pekerjaan dengan sempurna. Kita merasa berat dan hampir putus asa. Tetapi begitu kita berhasil melakukannya, walaupun kecil keberhasilannya itu, pada kali yang kedua kita merasa bisa melakukan pekerjaan itu dengan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih baik. Demikian juga kali yang ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya. Kita menjadi semakin tepat, semakin cepat, efektif, dan segalanya menjadi semakin mudah. Bahkan akhirnya, tidak perlu sama sekali kita berpikir untuk mengerjakan kembali, karena semuanya sudah diluar kesadaran kita. Inilah yang dimaksud dengan perbaikan berulang.
Ada proses transformasi budaya, berupa nilai-nilai dan visi melalui perbaikan berulang, yakni perubahan secara berulang dan berkelanjutan melalui analisis kesalahan (error analysis) terhadap hasil observasi, sehingga hasil eksperimentasi menjadi lebih positif, perilaku hidup lebih bermanfaat dan masukan (feedback) lebih efektif. Perbaikan berulang inilah yang membuat murid bisa belajar dengan tidak merasa berat. Belajar dengan rasa bahagia dan sejahtera (studentsâ wellbeing), dalam kemauan, pikiran, maupun hati mereka. Dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi tidak hanya dapat memaksimalkan potensi murid untuk belajar, namun juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk mempelajari berbagai nilai-nilai penting kehidupan, seperti nilai indahnya perbedaan, nilai saling menghargai, nilai makna baru dari kesuksesan, nilai kekuatan diri, nilai untuk memperoleh kesempatan yang sama dan nilai kemerdekaan belajar.
Ketika menemukan kendala, tantangan, rintangan, dalam proses pembiasaan pelaksanaan, guru berusaha menerapkan disiplin positif kepada murid, guru memberikan konsekuensi logis melalui problem solving yang dilandasi dengan komunikasi positif. Guru harus memiliki keyakinan dan percaya bahwa memberi hukuman bukanlah jalan terbaik dalam proses pendidikan. Hukuman akan membuat murid menjadi cenderung pasif, memiliki dendam dan tidak berani mengemukakan pendapat. Namun memberikan konsekuensi logis melalui problem solving yang dilandasi dengan komunikasi dan disiplin positif, bisa menjadi pilihan yang lebih baik dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang aman, nyaman, menyenangkan dan bermakna. Sehingga kita sebagai guru mampu menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
#GuruHebatBangsaKuat
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.