Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Erik Kurniawan, S.Sos, M.Pd

Urgensi Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi di Sekolah

Eduaksi | Monday, 06 Nov 2023, 20:06 WIB

Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mana pendidik menggunakan berbagai pendekatan pengajaran guna memenuhi kebutuhan setiap murid, karena setiap murid memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Kebutuhan tersebut antara lain: seperti kebutuhan gaya belajar, minat, pemahaman terhadap materi dll. Pembedaan kebutuhan siswa tidak dilihat pada tingkat IQ-nya anak. Penilain dalam pembelajaran berdiferensiasi dilakukan secara terus menerus, tidak berhenti dalam satu kurun waktu.

Saya mengajar di SMP Negeri 17 Depok yang mana letak kota Depok berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta (sebelah utaranya). Konsekuansi sebagai kota satelit, maka demografi penduduk kota Depok sangatlah beragam/heterogen/majemuk. Bergam suku bangsa, agama dan budayanya. Hal tersebut juga berdampak pada komposisi siswa dalam setiap kelas di SMP Negeri 17 Depok. Setiap kelas di SMP Negeri 17 Depok bisa dipastikan siswanya berasal dari beberapa suku bangsa. Ada dari suku Betawi, suku Sunda, Suku Jawa dll. Meskipun mayoritas beragama Islam, namun setiap kelas selalu ada siswa yang beragama non Islam.

Sebagai guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) maka perlu memupuk tentang pemahaman multikultural/kemajemukan ke peserta didik. Hal tersebut penting agar siswa tidak meninggalkan budaya yang dimilikinya. Pada materi tentang lembaga keluarga, yang dibahas dalam proses belajar mengajar di kelas adalah tentang budaya “pernikahan”. Karena adat tentang “pernikahan” satu suku dengan suku lainnya memiliki perbedaan cara, nama dan maknanya.

Mengaplikasikan pembelajaran berdiferensiasi dikelas terkait pembahasan budaya “pernikahan” di bagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang memakili mayoritas suku di kelas. Tiga kelompok tersebut adalah temu temanten dari suku Betawi, Sunda dan Jawa. Di Betawi biasanya disebut palang pintu, di jawa biasa disebut temu manten sedangkan di Sunda disebut mapag manten. Setiap tradisi yang berbeda-beda tersebut, pernikahan (Palang pintu, Temu manten dan mapag manten) memiliki arti dan filosofi tertentu dan berbeda-beda.

Dengan pembelajaran tersebut, siswa tahu dan paham tentang budaya pernikahan sukunya masing-masing. Siswa paham bahwa ada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam prosesi pernikahan. Selain itu siswa juga tahu dalam pernikahan tersebut tidak ada larangan untuk nikah beda suku. Bahkan ada beberapa orang tua siswa (bapak dan ibu) yang memiliki latar belakang suku yang berbeda.

Selain pembahasan materi yang disesuaikan dengan latar belakang siswa, dalam proses dan hasil (produk) pada sitiap pembelajaran bisa diarahkan menjadi pembelajaran berdiferensiasi. Sehingga siswa bisa merasa senang dan nyaman dalam proses pembelajaran. Perasaan senang tersebut akan berhubungan erat dengan hasil belajar.

Ruh dari kurikulum merdeka adalah filosofi/pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD). Menurut beliau, pendidikan haruslah berpihak pada siswa dengan cara menyesuaikan dengan kebutuhan anak. KHD menjelaskan bahwa mendidik anak haruslah sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Perwujudan dari berpihak pada anak dan mendidik sesuai dengan kodrat alam adalah dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.

Selain itu, Pendidikan diibaratkan tempat menyemai benih-benih. Setiap benih memiliki cara dan perlakuan yang berbeda. Benih padi akan diperlakukan berbeda dengan benih singkong dll. Maka tugas guru menuntun siswa sesuai dengan kebutuhannya dan diperlakukan seperti seharusnya. Seperti nilai dan peran guru adalah menuntun siswa sesuai dengan kodratnya sehingga memperoleh hasil yang maksimal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image