Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Taufik Alamsyah

Cinta dalam Pandangan Neuron Sains

Gaya Hidup | Tuesday, 31 May 2022, 19:04 WIB

Ada suatu adegan di mana seorang ayah dari perempuan bernama Fermina Daza bertemu seorang pemuda bernama Florentino Ariza. Saat pertemuan berlangsung, tanpa basa-basi-sopan-santun-ke-kanak-kanak-an sang ayah menunjukkan sebuah pistol yang terselip di pinggangnya, seraya berucap, “Jauhilah putriku atau jangan paksa aku untuk menembakmu.” Florentino Ariza, dengan memasang wajah senyum serta santai - sebagai isyarat ketidaktakutannya- membalasnya, “Tembak saja aku, tak ada kejayaan yang lebih agung dari pada mati karena cinta”.

Itulah dialog yang berada di dalam cerita novel dari Gabriel Garcia Marquez berjudul “Cinta di Tengah Wabah Kolera”. Bagaimana seorang pemuda bernama Florentino Ariza menunggu cinta sejatinya Fermina Daza sampai 51 tahun. Ya, 51 tahun! Bayangkan! Seorang manusia sampai menunggu waktu yang begitu lama hanya untuk menunggu perempuan yang dicintainya, yang sangat diinginkannya, mahkota jiwanya, napas dari segala kehidupannya.

Romantis banget, kan? Yaiyalah orang cuma di novel, pasti fiksilah, gak mungkin di dunia riil ada manusia seperti itu. Eits, tahan dulu ya. Coba lihat bagaimana kisah Bapak Haryadi (62 tahun) yang berhasil menikahi perempuan yang menjadi cinta pertama –dan juga terakhirnya- Titin Widyatmi. Diketahui, Titin merupakan 'cinta monyet' Haryadi semasa duduk di bangku sekolah dasar (SD) pada tahun 1968 (Kumparan News, 6 Agustus 2019). Betul, Pak Haryadi seperti representasi dari Florentino Ariza dari fiksi ke dunia riil. Apa yang selama kita pikirkan dan sering kita imajinasikan dalam novel yang fiksi itu, ternyata ada juga di dalam kehidupan nyata. Aneh memang, tapi begitulah kenyataanya.Baiklah, itu hanya sebagai pengantar saja untuk masuk ke dalam bahasan. Berbicara tentang cinta, seperti menguras air laut memakai sendok, atau mencoba mengusir bulan dari bumi.

Tak ada habisnya dan tak akan mungkin terjadi, kecuali benar-benar dunia kiamat. Habis perkara. Sebenarnya ini adalah pertanyaan dari kawan saya yang entah ada angin apa tetiba mengirim pesan “Kenapa sih jatuh cinta sepaket sama sakit hati?” jujur, saya bingung. Mau jawab apa coba? Pertanyaannya begitu kompleks dan abstrak. Pertama, saya tidak tahu jalan cerita kehidupan dia seperti apa. Kedua, ia sudah mengeluarkan postulat seperti itu. Tapi, saya mencoba untuk meraba-raba. Mungkin, pertanyaannya menjurus ke pada cinta yang terkadang membuat hati pedih dan aliran darah mendidih. Ia menarik garis kontradiktif bahwa cinta yang katanya indah, membahagiakan, membuat hati senang, yang membuat diri seakan-akan ingin menari-nari di sepanjang jalan, tersenyum siang dan malam, dan paling penting: menjadi semangat hidup yak tak didapat dalam semangat kehidupan lainnya. Namun, mengapa cinta bisa berbalik keadaannya membuat hati gundah-gulana, pikiran kecewa, tekanan batin dan jiwa, sedih tak berujung, atau jauh lebih ekstrim lagi menuju pada kegilaan. Kenapa bisa terjadi? Saya tidak tahu ingin mulai dari mana, tetapi bolehlah bisa dilacak dari neuron sains.

Menurut Ryu Hasan, ahli neuron sains, bagi manusia laki-laki dan perempuan, perhitungan awal "jatuh cinta" ini berlangsung di bawah sadar, tetapi beda respon biologis di otak masing-masing. Ada sebuah keterikatan masa evolusi manusia yang memungkinkan menjadi sebuah landasan bagi pasangan untuk memilih pasangan lainnya. Pada perempuan, yang terkena sengatan neurotransimer cinta merasakan kegelisahan, kekhawatiran, sekaligus kegembiraan yang membuat logika tumpul.

Perempuan ini tidak akan bisa mengendalikan kekacauan itu, karena saat-saat seperti itu, gejala biologis justru sedang membangun masa depan. Artinya, perempuan-perempuan sedang merencanakan ke arah lebih serius! Ia sedang memikirkan bagaimana caranya supaya pasangan ini benar-benar fasih dan mantap untuk melanjutkan ke jenjang kehidupan berikutnya. Inilah yang menjadi warisan dari permasalahan reproduksi nenek moyang. Perempuan yang hidup di zaman modern adalah hasil dari keberhasilan nenek moyang masa lalu dalam menurunkan gen-gen mereka hingga membentuk struktur otak perempuan dengan sirkuit reproduksi terbaik dari jaman purba, dan itulah yang jadi struktur standart bagi manusia modern.

Jadi, bukan sekadar nikah punya anak, tetapi bagaimana perempuan dapat memastikan dari pasangannya supaya benar-benar dapat menjaga dan melestarikan keturunan-keturunannya (Ini juga yang bisa menjelaskan kenapa perempuan hanya memilih tipe-tipe tertentu yang berbeda dengan pilihan perempuan yang lainnya).Meski otak manusia laki-laki dan perempuan merespon secara berbeda, tetapi jatuh cinta adalah salah satu perilaku atau keadaan otak paling tidak rasional bagi keduanya! Otak jadi ‘tidak logis’ karena badai kimia asmara .

Akibatnya para perempuan jadi buta akan kekurangan sang kekasih dan ini di luar kesadaran. Keadaan jatuh cinta ini bukan kerja satu macam emosi saja, tetapi meng-enhanced (menyangatkan) atau juga melemahkan beberapa emosi yang lain. Bahan bakar untuk aktivitas otak membara kerena jatuh cinta ini adalah hormon dan neurotransmiter: dopamin, estrogen, oksitosin, dan testosteron. Sirkuit-sirkuit otak perempuan yang aktif saat jatuh cinta sama dengan area-area otak pecandu narkoba yang sedang parah2nya sakaw ingin suntikan-suntikan berikutnya! Jadi sebenarnya, manusia yang jatuh cinta dengan menggebu dan membara pada dasarnya adalah mabuk ekstasi yang alami, so nggak perlu pil-pil model apapun!Anggapan bahwa perempuan bisa ketagihan cinta, bener banget.

Khususnya 3-6 bulan pertama, kegembiraan yang meluap-luap ingin selalu bersama. Jatuh cinta pada 6 bulan pertama pada perempuan juga memunculkan rasa bergantung yang sangat kuat kepada pasangannya. Riset-riset pada otak perempuan dengan cinta membara memperlihatkan bahwa keadaan otak seperti ini rata-rata berlangsung selama 6-8 bulan pertama. Mabuk cinta sangat hebat sampai-sampai kepentingan, kebahagiaan dan hidup orang yang dicintai jadi sama pentingnya bahkan melebihi diri sendiri. Gilak gak tuh ? Dalam fase awal ini, perempuan bisa dengan mengagumkan hafal setiap detail gacoannya. Mengadapi perpisahan setelah pertemuan adalah perjuangan.

Rasa tersiksa saat perpisahan fisik pada orang jatuh cinta bukan sekedar fantasi, ini adalah rasa sakit akibat turunnya kadar neurotransmiter. Sebagian perempuan bahkan tak menyadari betapa terikatnya atau betapa cintanya sampai-sampai merasakan sakit saat pasangannya tidak berada di dekatnya. Dalam kehidupan asmara, dua insan yang saling mencintai tidak selalu berjalan mulus. Ada beberapa faktor internal dan eksternal yang akan selalu hinggap dalam hubungan itu. Dalam internal, jelas perbedaan-perbedaan hormon biologis dan kimiawi yang berubah-ubah antar-keduanya, di mana hasil dari lahirnya hormon dan zat kimiawi dalam tubuh adalah pengaruh dari fenomena kehendak di luar dirinya.

Dua insan manusia jelas menjalani realitas kehidupannya berbeda-beda, meski mereka bersatu. Keluarga, lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta pengaruh pengalaman yang terdahulu bisa memengaruhi emosional pada diri seseorang. Bila tidak saling memahami dan saling pengertian, bisa mengeluarkan emosional yang berlebihan hingga melahirkan ego yang terkadang tidak rasional.Aktivitas otak saat jatuh cinta –dan juga putus cinta- itulah yang turut memengaruhi psikis manusia laki-laki dan perempuan. Bagaimana saat badai asmara surut, timbullah suatu aktivitas “curiga” yang berlebihan terhadap pasangannya hingga terjadi pertengkaran hebat, dan bisa jadi suatu tanda berakhirnya hubungan. Siapa pun yang telah mengalami putus cinta tahu bahwa patah hati bisa sulit untuk diperbaiki. Respons emosional universal terhadap kehilangan cinta yang tiba-tiba, tidak terduga, atau tidak diinginkan ini sering ditandai dengan kerinduan yang intens, sakit hati, kenangan memenuhi isi pikiran hingga terjadi suatu kegelisahan dan kegetiran dirinya.

Perpisahan cinta adalah bagian hidup yang tak terhindarkan, jika menyakitkan. Seiring dengan memunculkan berbagai emosi, termasuk kemarahan, kesedihan, dan rasa malu, perpisahan dapat membawa masalah kesehatan juga. Ini dapat termasuk insomnia, penurunan fungsi kekebalan, depresi, dan bahkan kondisi jantung sementara yang dikenal sebagai "sindrom patah hati." Tingkat keparahan gejala seringkali tergantung pada kekuatan hubungan dan seberapa traumatis putusnya hubungan itu! Jadi, cinta seperti dua sisi mata uang. Satu sisi membahagiakan, satu sisi lagi mengecewakan. Dan perputaran koin uang saat dilemparkan adalah aktivitas percintaan yang dijalankan. Semua hal bisa terjadi, dan tak terduga-duga.

Cinta tak memandang status pernikahan. Bukan sebuah jaminan bila pernikahan dapat melanggengkan kisah cinta asmara manusia. Pada hadapan realitas, berjuta kemungkinan akan terjadi. So, bersiaplah patah hati bila kalian sedang jatuh cinta, meminimalisir kemungkinan-kemungkinan yang buruk, supaya bisa mempersiapkan diri lagi untuk jatuh cinta pada waktu berikutnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image