Hari Guru Sedunia: Tanpa Guru, Dunia pun Gelap Gulita
Guru Menulis | 2021-10-06 17:36:08Guru ibarat pelita. Pembawa cahaya dan penerang bagi sekitarnya. Guru yang mengajari suri tauladan. Tanpamu kami bisa apa?
Badan Dunia UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua terbawah soal literasi dunia, artinya minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah.
Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.
Membaca erat kaitannya dengan pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Melalui kegiatan membaca, ilmu dapat terserap menjadi sebuah pengetahuan yang bermanfaat.
Aktivitas membaca menjadi ranking pertama dalam urutan upaya belajar untuk mendapatkan ilmu. Tanpa membaca maka pengetahuan sulit diperoleh. Bahkan membaca disebut sebagai jendela dunia.
Karena begitu pentingnya, Islam pun memerintahkan umatnya untuk membaca, "iqra", begitulah bunyi ayat pertama.
Lalu bagaimana kita bisa membaca jika tidak ada guru yang mengajarkannya? Tanpa guru, dunia bisa gelap gulita. Sebab semua akan manusia buta, buta aksara.
Guru menjadi sosok kunci kemajuan sebuah peradaban. Sebagai pendidik, guru berperan menuangkan segenap ilmu bagi anak didik agar mereka tercerahkan. Dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa.
Guru adalah ujung pena yang memiliki sejuta makna. Ditangan dingin seorang guru, peserta didik dibentuk menjadi berlian yang berharga. Karena derajat orang berilmu dengan tidak berilmu jelas perbedaannya. Begitulah guru bekerja.
Oleh sebab itu sangatlah tepat bila Hari Guru Sedunia atau World Teacher's Day juga dirayakan pada setiap 5 Oktober untuk menghargai jasa guru di seluruh dunia.
Karena guru memiliki peran yang sangat penting untuk pendidikan anak-anak. Karena seorang guru selalu menyediakan pembelajaran dan mengevaluasi hasil pembelajaran peserta didik sepanjang masa.
Tahun ini, tema dari peringatan Hari Guru Sedunia adalah 'Teachers at the heart of education recovery'.
Hari Guru Sedunia kali ini berfokus pada dukungan yang dibutuhkan guru untuk berkontribusi penuh dalam proses pemulihan pandemi. Guru tak sabar ingin kembali ke sekolah.
Kendati semangat guru tidak pernah kendur untuk mendidik. Namun keberadaan mereka kerap tidak dihargai. Kesejahteraan mereka tidak ada yang peduli. Kalaupun ada dana sertifikasi, tetapi untuk mendapatkannya sulit setengah mati.
Guru kurang diapresiasi, apalagi jika itu urusan kedinasan. Mereka sering dalam posisi dilematis. Satu sisi diminta meningkatkan kualitas peserta didik. Disisi lain mereka sering dihardik. Tidak saja disalahkan bila tingkat kelulusan peserta didik rendah. Juga, ancaman wali siswa yang sering datang.
Fakta menunjukkan bahwa ada guru yang dilaporkan ke polisi, ada juga wali siswa yang memukuli guru, hingga terjadi pembunuhan terhadap tenaga pendidik itu. Kekerasan demi kekerasan yang dialami oleh guru berdatangan silih berganti baik secara verbal dan nonverbal.
Profesi guru seakan tidak ada undang-undang yang melindungi mereka dari perlakuan tidak senonoh. Justru diperah bagai sapi perah, bekerja full time tanpa kenal lelah. Namun dengan sedikit jerih payah. Konon bila ia guru bakti atau status honorer. Benar-benar horor.
Lihat saja seperti apa perjuangan guru yang sudah bekerja tanpa kontrak, lalu untuk masuk sebagai PPPK saja sangat rumit. Wajar jika mereka protes kepada pemerintah atas perlakuan tidak berkeadilan itu. Padahal pengabdian mereka terhadap bangsa ini lebih mulia ketimbang koruptor yang mencoleng uang negara.
Tetapi, lagi-lagi faktanya, koruptor lebih dimuliakan oleh negara ketimbang guru yang berjuang membangun sumber daya manusia Indonesia. Dalam konteks ini, dimanakah hati nurani penguasa?
Jika guru mendapatkan potongan disana sini hingga untuk membayar cicilan rumah saja tidak ada gaji yang tersisa. Namun koruptor dihadiahi pula potongan hukuman dan bebas melenggang langgang secepatnya. Guru jera mengajar, sedang koruptor dihormati secara tak wajar.
Itulah gambaran singkat apa yang dialami guru di negeri yang katanya kesejahteraan sosial sebagai pondasi keadilan. Meski ada yang menolaknya, namun fakta berbicara.
Semoga di Hari Guru Dunia di tahun ini, profesi guru mendapatkan tempat yang semestinya dalam kebijakan negara dan dalam sosial masyarakat. Sungguh, peran guru sangat penting untuk membawa ilmu bagi anak-anak bangsa.
Tanpa guru, presiden pun tiada. Tanpa guru, dunia gelap gulita. (*)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.