Kebangkitan Pasca Gempa Jogja 2006 dalam Wujud Kebersamaan
Eduaksi | 2022-05-30 13:35:05Tepat 27 Mei 2006 lalu, Yogyakarta diguncang gempa berkekuatan 5,9 skala richter. Penulis masih duduk di bangku SMA saat itu dan hanya bisa galang dana untuk misi bantu sesama. Kabar ribuan orang meninggal dunia, ratusan rumah hancur, dan kepanikan peringatan tsunami membawa kekisruhan saat bencana melanda tanpa direncanakan. Ekonomi yang lumpuh total di Yogyakarta membuat aktivitas tanpa batas terganggu. Namun, nurani masyarakat Indonesia yang berada di pulau lain bergetar untuk saling tolong menolong. Kepekaan sosial pun mulai tumbuh berawal dari sana dengan semangat bangkit bersama.
Bahkan, ada salah satu lembaga sosial dari luar negeri yang bantu melakukan pembangunan kembali Desa Nglepen. Desa di Kecamatan Prambanan ini mengalami rusak parah akibat gempa. Salah satu lembaga sosial yang turut bantu sesama berhasil membangun rumah tahan gempa berbentuk ½ lingkaran. Bila pembaca ingat, rumah-rumah tersebut akan mengingatkan pada tempat tinggal yang sering muncul pada serial anak teletubbies di televisi. Akhirnya, Desa Nglepen juga dikenal dengan Desa Teletubbies.
Nyatanya desa unik di Sleman ini mulai dilirik sebagai desa wisata sejak tahun 2009. Para pelancong yang datang bisa menginap secara khusus di rumah yang disewakan dengan luas bangunan 38 meter persegi. Beberapa lainnya juga bisa berkemah di area tenda yang sudah disediakan.
Bangunan-bangunan yang awalnya rata dengan tanah, kini masih berdiri kokoh. Atap rumah sengaja dibuat berbentuk kubah. Konon desain rumah ini bisa membuat bangunan tahan kebakaran dan dari terjangan angin topan.
Mereka yang pernah kehilangan tempat tinggal, sudah bisa tidur nyenyak sekarang. Setiap rumah memiliki dua lantai. Ruang tamu, kamar tidur, ruang makan, dan dapur berada di lantai satu. Sementara ruang keluarga berada di lantai dua. Ada dua pintu rumah, depan dan belakang yang juga memudahkan penghuni keluar masuk. Sementara kamar mandi memang harus terpisah dari bagian rumah dan digunakan bersama warga lainnya.
Aku mulai membayangkan akan betah tinggal di dalam rumah tradisional ala Suku Eskimo tersebut. Apalagi kalau sudah dilengkapi seperangkat teknologi. Tinggal pasang jaringan internet stabil dari IndiHome, aku dan keluarga bisa internetan sepanjang hari. Netflix’an bareng keluarga dan menikmati aktivitas tanpa batas lain dengan internet keluarga yang memadai. Jika memang tidak bisa stay lama, setidaknya aku harus menginap di Desa Wisata Rumah Domes yang dekat dengan Candi Prambanan ini.
Cat warna warni yang menghiasi dinding rumah tentu menarik perhatian. Ibarat TelkomGroup yang punya ragam layanan untuk memberi pilihan demi kepuasan pelanggan. Latar tembok rumah teletubbies juga bisa dijadikan spot foto untuk mengabadikan momen selama kunjungan. Istilah anak zaman now menyebut desa wisata yang instagramable.
Gagasan unik seperti ini patut diapresiasi. Tujuan awal, rumah dibangun hanya sebatas bantuan sosial dalam bentuk jangka panjang bagi para korban gempa. Hingga akhirnya, berkembang jadi desa wisata yang mempesona dan membangkitkan perekonomian lokal setiap harinya. Beberapa paket wisata pun ditawarkan, mulai dari history and fun trip, paket outbound dewasa, paket trip gerobak sapi, paket edukasi kebencanaan, dan paket keliling dengan jeep wisata. Semua ini membuktikan bahwa dibalik kesulitan selalu ada kemudahan setelahnya.
Pada momen Hari Kebangkitan Nasional tahun ini sekaligus momen mengenang bencana Gempa Yogya 2006 yang pernah terjadi. Sudah saatnya kita bangkit bersama untuk semangat bergerak dan pulih. Tumbuh bersama dengan menerapkan empowerment society dalam lingkungan sosial terbukti bisa berdampak baik secara berkelanjutan. Terus bantu sesama mereka yang kesusahan dan ajak mereka yang telah merasa kehilangan selama pandemi untuk tetap aktivitas tanpa batas. Inisiatif semacam ini akan menjadi cerminan dari Bangkit Bersama IndiHome yang menjadikan internet menyatukan Indonesia dari waktu ke waktu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.