Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Chozinatul Asroriyah

GENERASI PANDEMI, PENDIDIKAN TINGGI TANPA ISI

Guru Menulis | 2021-09-29 10:24:42

Pandemi Covid-19 memberikan dampak bagi seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Pendidikan sebagai tiang utama kehidupan, merupakan penentu kualitas generasi penerus bangsa. Metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan pendekatan Dalam Jaringan (Daring) merupakan salah satu pembelajaran yang disarankan untuk dilaksanakan di Indonesia selama masa pandemi. Hal tersebut termuat dalam Surat Edaran Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan No 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19). Meskipun dalam surat tersebut telah diperinci mengenai tata cara pelaksanaannya, namun aplikasi di lapangan tidak semudah yang dibayangkan. Kurang efektifnya sistem pembelajaran di era pandemi hampir saja menciptakan generasi berpendidikan tinggi tanpa isi.

https://asset.kompas.com/crops/Fi32KG_LNTl2cy0SL6B9qz38fO0=/54x49:980x667/750x500/data/photo/2020/11/13/5fad772f3d76b.jpg

Kitab Alala Tanalul ‘Ilma karya Pesantren Agung Lirboyo Kediri terbitan Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabhan wa Auladih menyebutkan bahwa terdapat 6 syarat yang harus dipenuhi dalam menuntut ilmu. Keenam syarat tersebut yaitu kecerdasan, sungguh-sungguh, kesabaran, ada biaya, ada bimbingan guru, dan waktu yang lama. Sedangkan dalam pelaksanan Pembelajaran Daring, tidak semua syarat tersebut terpenuhi. Karenanya, output atau hasil akhir pendidikan pun kurang sesuai dengan harapan.

Berkaitan dengan ‘kecerdasan’, setiap anak memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Dengan demikian, masing-masing dari mereka membutuhkan cara penanganan yang berbeda pula. Dengan adanya Pembelajaran Tatap Muka (PTM), guru dan siswa dapat berinteraksi secara langsung, sehingga dapat saling memahami. Ketika guru dan siswa menemukan suatu masalah dalam pembelajaran, maka mereka dapat secara langsung mencari solusi dari masalah tersebut. Hal tersebut sulit dilakukan melalui metode Pembelajaran Daring.

Perbedaan karakter yang dimiliki oleh masing-masing anak pun juga menjadi kendala untuk Pembelajaran Daring. Beberapa siswa yang sungguh-sungguh mencari ilmu, mungkin dapat mengikuti pembelajaran daring dengan mudah. Namun, siswa yang sulit untuk mengikuti pembelajaran pun tidak sedikit. Beberapa dari mereka lebih tergoda dengan aplikasi games dan youtube yang ditawarkan oleh gadget daripada mengikuti Pembelajaran Daring. Apalagi, bagi siswa yang kurang pengawasan dari keluarganya. Berbeda halnya, jika PTM, dimana siswa secara langsung memperoleh pengawasan dari guru.

Kesabaran juga sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Guru adalah orang tua siswa di sekolah, dan orang tua adalah guru dari anak-anak di rumah. Oleh karena itu, sudah seharusnya antara guru dan orang tua saling mendukung. Tugas guru, baik di sekolah maupun di rumah adalah membimbing dan mendidik siswa agar dapat memaksimalkan kemampuannya. Kenyataannya, guru-guru di lingkungan penulis mengeluhkan beberapa siswa yang meraih nilai sempurna di setiap tugas yang diberikan, namun ketika guru melakukan home visit dan menghadapi siswa secara langsung, siswa tidak mengerti sama sekali mengenai materi pembelajaran yang telah di sampaikan secara daring. Setelah ditelusuri, ternyata orang tua lah yang mengerjakan tugas-tugas anaknya. Hal tersebut terjadi karena siswa merasa kesulitan, dan orang tua merasa tidak sabar untuk membimbing anaknya. Bukankah tidak sepantasnya jika orang tua yang justru mengerjakan tugas siswa?

Selain itu, faktor ‘biaya’ menjadi faktor yang sangat penting dalam pendidikan. Dampak pandemi yang terjadi di bidang ekonomi menjadi salah satu penghambat terlaksananya pembelajaran Daring bagi beberapa siswa. Pelaksanaan Pembelajaran Daring menuntut setiap siswa untuk memiliki gadget atau laptop sebagai media pembelajaran, serta pulsa internet sebagai pendukungnya. Sedangkan, tidak semua kondisi ekonomi keluarga siswa mendukung terpenuhinya fasilitas tersebut.

Kemudian, bimbingan guru juga merupakan syarat yang harus ada dalam pendidikan. Segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah guru untuk kehidupan, namun tidak semua dari mereka bisa menjadi guru dalam pendidikan formal seperti sekolah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Sementara itu, melalui Pembelajaran Daring, guru yang memenuhi keempat kompetensi tersebut memiliki kesempatan yang sangat terbatas untuk berinteraksi dengan siswa. Selama masa pandemi, siswa lebih banyak belajar dari rumah, dengan bimbingan orang tua. Sedangkan tidak semua orang tua memiliki kompetensi sebagaimana kompetensi yang dimiliki oleh guru. Dengan demikian, hasil proses pembelajaran kurang sesuai dengan indikator yang ingin dicapai.

Terakhir, setiap proses membutuhkan waktu yang lama. Demikian juga dengan proses pendidikan. Pembelajaran Daring secara otomatis memberikan waktu yang lebih sempit bagi guru dan siswa untuk berinteraksi secara langsung. Sedangkan, guru dan siswa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyampaikan dan menyerap materi pelajaran. Mungkin saja, bagi keluarga yang mampu secara finansial, dapat menyewa guru les privat, sehingga siswa tetap bisa belajar secara intensif. Namun, bagi keluarga yang kurang mampu secara ekonomi, akan kesulitan untuk melakukan hal tersebut.

Berbagai kondisi yang kurang mendukung terlaksananya Pembelajaran Daring tersebut menggambarkan kurang efektifnya Pembelajaran Daring selama masa pandemi. Sekian banyak siswa di masa pandemi yang dengan mudah memperoleh tanda kelulusan, sedang pengetahuannya masih kurang. Sekian banyak siswa yang berusia dewasa, namun belum mengerti apa-apa. Jika demikian, bagaimana kualitas generasi kita? Seakan mengenyam pendidikan formal atau tidak, tidak ada bedanya, dan ijazah pendidikan seolah hanya legalitas belaka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image