Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yunadi Hijrah

PANDEMI DAN POTRET DUNIA PENDIDIKAN

Guru Menulis | Monday, 11 Oct 2021, 01:11 WIB

Kehadiran Covid-19

Sudah setahun lebih pandemi Covid-19 menyerang dunia. Tidak terelakkan pula virus ini menyebar dengan cepat di bumi Indonesia. Kehidupan yang semula dipenuhi dengan suasana keramaian dan penuh kedekatan, berubah menjadi sunyi dan berjarak satu sama lain. Penutup hidung sejenis masker masih jarang dipakai, bertransformasi menjadi pakaian wajib yang harus dimiliki individu kemana saja hendak pergi. Bila mencuci tangan lazimnya dilakukan sebelum dan sesudah makan, kini menjadi ritual penting dilakukan setiap sekian jam.

Ada nuansa baru dan berbeda yang jauh mengubah tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan. Penyesuaian diri dengan adaptasi kebiasaan baru terus digencarkan pemerintah. Sebagian masyarakat ada yang cepat sadar dan mudah menerima kondisi adaptasi ini. Namun, sebagian lain lagi tidak dinafikan pula masih cuek dan abai sehingga lalai dalam menjalankan protokol kesehatan. Akibatnya, angka-angka suspek sampai kematian akibat virus berbahaya ini kian naik drastis. Seperti dilansir Republika.com, angka kematian di Indonesia termasuk tertinggi di dunia.[1]

Akibat penyebaran virus mematikan ini begitu cepat, pemerintah membuat kebijakan untuk menutup sebagian besar tempat kerja dan mulai memberlakukan aktivitasnya dari rumah (work from home). Tidak luput salah satunya sekolah, sebagai muara keberlangsungan pendidikan di sektor formal. Ruangan belajar yang penuh warna menjadi kusam tak tertata. Seragam sekolah yang biasa dikenakan anak-anak, tidak terakai lagi tersimpan begitu saja di lemari. Ada sebuah kejanggalan dan keasingan, ada rasa yang hilang dan semua harus terjadi karena pandemi melanda negeri.

Segenap Problematika

Kebijakan diterima, dan mulai bersekolah dari rumah. Hal ini berarti mau tidak mau, suka atau tidak, orangtua harus menyediakan fasilitas belajar; android,gawai, smartphone, dan sejenisnya untuk keberlangsungan sekolah anaknya. Sehari dua hari, sampai seminggu agaknya keadaan ini bisa diterima. Beranjak minggu-minggu selanjutnya, mulai muncul segenap permasalahan. Paket data yang tidak berkecukupan, jaringan yang terkadang stabil terkadang tidak berketentuan, penggunaan hp yang bergantian, anak tidak mengerti dengan pelajaran, guru yang masih belum melek dengan teknologi dan tertinggal zaman, peserta didik yang sudah bosan, orangtua yang mulai sudah tidak sabaran, dan lain sebagainya.

Sejumlah problemtika di atas memang diakui benar terjadi di lapangan. Hal ini bisa diterjemahkan dari bentuk ketidaksiapan guu, siswa, maupun orangtua yang “kaget” dengan perubahan sistem pendidikan.[2] Perpindahan sistem belajar konvensional ke sistem daring secara tiba-tiba menyebabkan sejumlah guru tidak mampu mengikuti perubahan berbasis teknologi. Dari segi siswa, penyajian materi berupa e-book dari guru, dan pembelajaran yang menggunakan ruang aplikasi chat di whatsaap, membuat mereka sulit memahami materi. Belum lagi, setumpuk tugas dan pekerjaan rumah (pr) yang harus dikerjakan di samping ketidakmnegertian mereka dengan konten materi yang dibagikan.

Karut- marut potret pendidikan Indonesia masa pandemi kian membuat ‘sesak dada.” Bosan mulai melanda, pembelajaran tidak lagi dihiraukan dan beralih ke dunia per-game-an. Kebosanan anak bisa jadi ditimbulkan karena rasa monoton pembelajaran sistem daring, dan tidak dapat berinteraksi langsung dengan guru dan teman sekelas. Penyebab lain juga bisa karena kegiatan yang selalu sama setiap harinya. Akibat rasa bosan yang tidak berkesudahan ini menurut Hidayat dalam Pawicara, akan dapat memancing amarah, mudah terluka, bahkan sampai frustasi.[3]

Mengambil Hikmah

Setiap peristiwa dan kejadian pasti menyelipkan hikmah dan pembelajaran. Tidak terkecuali, Covid-19 yang melanda dunia pendidikan. Segala sesuatu telah dijadikan Tuhan untuk dijadikan ibrah untuk menjadi perbaikan di masa depan. Memang, sekelumit problem begitu “bergentayangan” mengahantui dunia pendidikan. Namun, harus diakui di balik itu, ada upaya besar dan inovasi berketerusan yang tidak henti dilakukan.

Efek positif di antara pembelajaran daring ini, guru dituntut untuk melek berteknologi. Pendidik harus kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi. Hasilnya, dapat ditemui saat ini ratusan bahkan mungkin ribuan channel youtube yang bermunculan memuat konten pembelajaran dari guru-guru kreatif. Tidak sedikit pula yang kian hebat dalam merancang video animasi, bahkan membuat aplikasi sendiri. Akibatnya, selain sebagai media pembelajaran, teknologi dapat pula berfungsi sebagai ladang sampingan menambah pundi-pundi penghasilan.

Hikmah lain yang dapat dirasakan, intensitifitas dan kedekatan orangtua dan anak di rumah terjalin kuat. Orangtua dituntut lebih sabar dan bersedia menjadi fasilitator pembantu guru bila anak mengalami kendala dalam pembelajaran. Orangtua juga dapat memahami, bahwa mengajari anak dari hal yang belum diketahui, sampai membuat ia mengerti merupakan suatu proses yang tidak instan dan butuh pendampingan dan kesabaran berketerusan. Akhirnya, pandemi memang punya sisi plus minus terhadap dunia pendidikan. Tetapi, upaya terbaik harus senatiasa dilakukan, agar pendidikan Indonesia dapat berjalan normal dan sesuai harapan.

#GuruHebatBangsaKuat

[1]Teguh Firmasnyah, “Pakar: Data Kematian Merupakan Indoktor Epidemiologo Utama,” dalam https://m.republika.co.id/berita/qxo946377/pakar-data-kematian-merupakan-indikator-epidemiologi-utama, diakses 10 Maret 2021.

[2]Asmuni, “Problematika Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19 dan Solusi Pemecahannya, “ Jurnal Paedagogy; Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 2020, Volume 7, Nomor 4, h. 282

[3]Ruci Pawicara dan Maharani Conilie, “Analisis Pembelajaran Daring terhadap Kejenuhan Belajar Mahasiswa Tadris Biologi IAIN Jember di Tengah Pandemi Covid-19,” Alveoli; Jurnal Pendidikan Biologi, 2020, Volume 1, Nomor 1, h. 30-31.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image