Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ulya

Pendidikan Akhlak dan Adab Baru Ilmu

Guru Menulis | Tuesday, 28 Sep 2021, 09:27 WIB

Berbicara mengenai pandemi Covid-19 yang melanda negara Indonesia hampir 2 tahun ini. Sebenarnya memiliki hikmah yang baik di balik setiap kejadian. Pandemi Covid-19 mengajarkan hal yang baru, mengajarkan kesadaran arti pentingnya menjaga kesehatan. Kesadaran dimulai dari hati ke hati sendiri, bukan dari orang lain. Mungkin awalnya memaksa, tetapi akhirnya menjadikan suatu kebiasaan ke hal baik. Dengan pandemi Covid-19, mau tidak mau masyarakat harus mematuhi prinsip protokol kesehatan 5 M. Prinsip protokol kesehatan 5 M tersebut adalah wajib memakai masker, sering mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta mengurangi mobilitas.Pandemi Covid-19 ini semua bidang terkena imbas, tanpa terkecuali. Begitupula dengan pendidikan. Pendidikan seorang anak bermula dari rumah, yang mana orang tua lah guru pertama mereka. Mengajarkan dan mendidik dengan sepenuh hati.

Pandemi dan pendidikan sebenarnya memiliki korelasi atau hubungan yang erat. Pandemi Covid-19 mengajarkan dan mendidik pentingnya menjaga kesehatan. Sederhana saja ambil dari salah satu protokol kesehatan yang perlu diterapkan agar menjadi kebiasaan yang baik, yaitu sering mencuci tangan. Sepele dan sederhana bukan? Karena manusia sering melakukan kegiatan dengan menggunakan tangan, mulai dari kegiatan makan, semua peralatan makan harus dipastikan telah bersih, dari piring, mangkuk, sendok, garpu, pisau, lap/tisu dan gelas. Dari peralatan yang bersih, tangan untuk memegang peralatan tersebut haruslah sudah bersih. Mencuci tangan menggunakan air yang mengalir, menggunakan sabun untuk mencuci tangan, selanjutnya bilas tangan hingga bersih. Minimal kegiatan rutin inilah yang diterapkan akan minimalisir datangnya penyakit. Lalu bagaimana diterapkan untuk pendidikan formal di sekolah?. Sekolah pun harus mendukung program menjaga protokol kesehatan dari pemerintah dengan menyediakan tempat untuk mencuci tangan bagi siswa dan guru yang bersih dan ditempatkan dibeberapa tempat yang strategis, mudah dijangkau oleh siswa dan siswa. Tidak hanya menyediakan tempat mencuci tangan, setibanya di sekolah memasuki area sekolah setiap guru atau siswa harus dicek suhu terlebih dahulu, wajib memakai masker, serta mencuci tangan di tempat yang telah disediakan. Untuk tempat mencuci tangan pun oleh pihak sekolah juga perlu dicek, apakah masih tersedianya sabun untuk mencuci tangan, apakah keran air berfungsi dengan baik semuanya. Membuat fasilitas pun juga disertai dengan menjaga dan merawatnya dengan baik secara berkala. Fasilitas ini pun juga harus tersedia mulai dari tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK bahkan hingga Perguruan Tinggi.

Berkaitan dengan sekolah, anak juga berhak mendapatkan pendidikan formal berdasarkan usianya. Misal usia 4-6 tahun anak mendapatkan pendidikan di tingkat TK/RA, usia 6-12 tahun anak mendapatkan pendidikan di tingkat SD/MI, usia 13-15 tahun anak mendapatkan pendidikan SMP/MTs, usia 16-18 tahun anak mendapatkan pendidikan SMA/MA/SMK. Minimal inilah pendidikan formal yang didapat seorang anak. Namun fakta di lapangan, banyak anak yang tidak beruntung mencapai menyelesaikan minimal pendidikan formal ini disebabkan karena beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut misalnya dari segi ekonomi keluarga, segi keharmonisan keluarga, dan yang lain. Bukankah “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” ?. Ini tercantum dalam amandemen UUD 1945 pasal 31 ayat (1). Bagaimana di lapangan? Bisa dilihat dari lingkungan masing-masing. Pemerintah pun berusaha dengan keras dengan program pendidikan yang luar biasa agar merata ke seluruh pelosok negeri.

Pandemi mengajarkan ke fitrah sebelumnya, bahwa pendidikan bermula dari orang tua. Pendidikan tersebut dengan menciptakan akhlah dan adab, baru ilmu. Kenapa demikian? Banyak ditemui sekarang, banyak orang memiliki ilmu. Namun, belum bisa mengutamakan akhlak dan adab. Contoh hal yang paling sederhana, ketika seorang anak ketika jalan didepan menjumpai orang yang lebih tua, maka adab dan akhlak yang baik adalah dengan membungkukan badannya sebagai tanda menghormati, senyum, salam dan sapa. Meskipun, berada di luar rumah dengan orang tak dikenal nya sekalipun. Hal sedehana ini, sudah sangat jarang dijumpai pada zaman modern ini. Apabila dalam satu keluarga sudah dibangun dengan pondasi adab dan akhlak yang baik, diyakini keluarga yang lain pun lamban laun akan mengikuti efek positif ini. Apabila ini benar adanya diterapkan, anak-anak yang terdidik dari lingkungan keluarga tersebut sekolah formal akan menghormati guru-guru nya di sekolah. Sebagaimana sekolah adalah rumah kedua bagi anak serta guru adalah orangtua bagi mereka di rumah kedua tersebut. Guru akan melanjutkan mendidik dan mengajar anak tersebut dengan baik.

Manjadi guru tidak hanya cukup dengan mengandalkan penguasaan diri atas materi yang dipelajari. Namun, juga harus bisa membantu siswa untuk belajar secara efektif. Salah satunya dengan memahami tentang karakteristik siswa. Siswa yang dihadapi merupakan individu yang unik, berbeda satu dengan lainnya. Para siswa hadir di kelas berasal dari berbagai latar belakang dan karakteristik yang berbeda. Seperti etnik, kultural, status sosial, minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya belajar, motivasi, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan moral dan spiritual, serta perkembangan motoriknya. Oleh karena itu, guru harus siap memahami karakteristik siswa dalam pembelajaran.Dalam merancang dan melakukan program pembelajaran guru harus memperhitungkan taraf perkembangan siswa yang dihadapinya. Pengetahuan terkait karakteristik siswa juga memungkinkan guru untuk memahami apa yang dibutuhkan, diminati, dan hendak dicapai siswa. Sehingga, dapat memberikan pelayanan yang bersifat individual bagi yang mengalami kesulitan mampu memberikan pengayaan terhadap yang belajar cepat. Dengan demikian, guru dapat menjalankan tugas sebagai pendidik yang memesona dan penuh panggilan jiwa dilandasi kesepenuhatian dan kemurahatian.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image