Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ventin yurista

Andai Pandemi Pergi, Apa Kisah yang Akan Kita Bagi?

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 20:29 WIB

Coba bayangkan, jika pandemi telah pergi, kira-kira apa yang akan kita kisahkan pada anak cucu nanti?

Kita adalah generasi yang istimewa. Karena kita saat ini menjadi bagian dari peristiwa yang sangat langka: wabah besar yang melanda seluruh dunia. Virus mungil bernama SARS-Cov-2 telah menggegerkan seantero bumi. Pandemi Covid-19 bahkan menjadi wabah terburuk yang terjadi di abad modern ini.

Dunia terakhir kali mengalami pandemi global pada abad ke-20. Saat itu, tepatnya pada tahun 1918-1919, muncul suatu wabah yang melanda seluruh dunia, yang dikenal dengan wabah flu Spanyol. Dilansir dari republika.co.id, pandemi ini menginfeksi sekitar 500 juta orang, atau sepertiga populasi dunia saat itu. Angka kematian diperkirakan mencapai 50 juta orang.

Sementara pandemi Covid-19 saat ini, berdasarkan data dari worldometers.info pada 25 September 2021, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia mencapai 231.990.471 kasus, dengan angka kematian 4.753.170 jiwa. Tentu kita tak ingin jumlah korban terus bertambah sebagaimana flu Spanyol, apalagi belum ada tanda pasti bahwa pagebluk Covid-19 ini akan segera berakhir.

Namun, jika kelak pandemi ini benar-benar berlalu, dan kita masih diberi kesempatan untuk hidup saat itu, cobalah memikirkan, apa yang akan kita ceritakan pada generasi selanjutnya?

Mungkin kita akan mengisahkan betapa mencekamnya pandemi ini. Coronavirus dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru negeri. Dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, ratusan juta orang telah terinfeksi. Begitu banyak nyawa telah berguguran. Dari warga biasa, public figure, sampai tenaga kesehatan.

Kita akan menggambarkan, betapa sesaknya rumah sakit. IGD penuh. ICU full. Puluhan pasien sampai mengantre di pelataran. Tenaga medis kewalahan. Sirine ambulans berkali-kali terdengar menembus jalanan. Hingga lahan pun tak cukup menampung jenazah yang akan dikuburkan.

Kita akan menceritakan, dunia benar-benar berubah. Jalanan begitu sepi. Tempat ibadah sunyi. Mall dan tempat wisata tak lagi penuh hiruk-pikuk. Sekolah digembok. Tak ada mudik. Tak ada perayaan saat hari raya. Tak bisa beranjangsana dengan sanak saudara.

Kita juga akan mengulas pengalaman yang tak akan terlupa: berbulan-bulan terkurung di rumah. Aktivitas didominasi duduk dan rebahan. Menatap gadget sejak pagi sampai malam. Anak-anak mengerjakan segunung tugas sekolah yang mereka tak paham. Para karyawan banyak yang diliburkan. Ada yang dirumahkan sementara, ada juga yang selamanya. Ekonomi lumpuh. Masyarakat pun gaduh.

Kita pun akan memamerkan segala dokumentasi selama pandemi. Potret saat semua orang memakai masker. Unggahan berita dengan ilustrasi nakes berbaju astronot. Jejak digital berisi curhatan penuh kegalauan.

Namun, bagaimana nanti jika di tengah antusiasme kita bercerita, anak cucu kita tiba-tiba bertanya, apa yang sudah kita lakukan untuk mengakhiri wabah?

Mereka akan penasaran, apa yang sudah dilakukan generasi pendahulunya untuk menangani pandemi. Apakah kita menjadi pelaku sejarah yang aktif memberikan kontribusi, atau malah menjadi orang yang hanya diam dan tak peduli? Cuma menunggu pandemi usai, hanya dengan bersantai, sementara pada protokol kesehatan pun malah abai. Lalu apa yang bisa kita banggakan kepada anak cucu nanti?

Karena itulah, mari kita berkontribusi mulai dari sekarang. Agar kita bisa menceritakan perjuangan kita menaati protokol kesehatan. Atau bagaimana kita saling membantu di tengah kondisi kesusahan. Atau saat kita terus berkarya, membuat proyek yang bermanfaat bagi masyarakat, atau sekadar tulisan yang mengedukasi dengan benar. Daripada gundah menunggu berakhirnya, mari kita isi dengan banyak berkarya.

Tentu bukan hanya untuk sekadar pamer kehebatan, tapi juga teladan untuk generasi masa depan. Agar mereka terinspirasi menghadapi hidup dengan penuh perjuangan dan kepedulian. Karena mereka tahu, nenek moyangnya adalah pahlawan, pejuang garda terdepan dalam melawan wabah yang mematikan.

Dan kalaupun bukan demi anak cucu kita, tetap akan ada yang mempertanyakan, apa yang sudah kita lakukan selama wabah? Apakah kita justru menggerutu dan mengeluhkan takdir-Nya? Apakah kita terlena dan banyak melakukan hal sia-sia? Apakah kita sudah mensyukuri setiap nikmat-Nya, mencoba meresapi berbagai hikmah, dan memilih untuk menyibukkan diri dengan kontribusi dan karya? Mari siapkan sebaik-baik jawaban untuk pertanggungjawaban kita kelak di hari kemudian.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image