Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muslimah Sidiq Waskita, S.Pd

Ibu Pertiwi Tengah Berjuang

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 06:55 WIB
Sumber gambar, www.republika.co.id

Pandemi COVID-19 adalah momok yang membelenggu berbagai aspek kehidupan Bangsa kita dewasa ini. Kita semua mengharapkan berlalunya pandemi, sehingga segalanya dapat kembali normal dan kita dapat meningkatkan kualitas hidup. Namun, dalam menyikapi masalah pandemi ini tentu diperlukan tindakan yang nyata, bijak dan tepat dari seluruh lapisan masyarakat.

Duka pandemi 2020, duka ibu pertiwi

Jika perlu dijabarkan, kita bisa melihat dan merasakan fakta menyakitkan di masa pandemi setahun silam, ketika PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) pertama kali diberlakukan di Indonesia. Jeritan kelaparan, kesakitan dan ketakutan bergema di seluruh pelosok Negeri. Dari rakyat level ekonomi bawah hingga kelas atas meminta dan menunggu solusi dari pemerintah. Jalanan sepi pengendara, para pengusaha tambal ban dan pedagang kecil kekurangan pelanggan. Kantor-kantor ditutup dan surat PHK dilayangkan sehingga banyak karyawan menjadi pengangguran. Tempat-tempat keramaian ditutup. Pasar-pasar tradisional ditutup, pedagang kecil dan tukang becak kahilangan sumber penghidupan. Rumah ibadah sebagai tempat dilangitkannya doa-doa khusuk ditutup, bahkan hari besar agama dilakukan dengan diam di rumah, memberikan luka yang dalam untuk kita semua. Semua hening dan sepi di luar, namun jeritan tanpa suara bergema menyakitkan Bumi lbu Pertiwi.

Tahun 2021 dan lonjakan korban COVID-19.

Fakta menunjukkan, Korban terus berjatuhan sejak merebaknya wabah COVID-19 di dunia. Data disajikan worldometers pada Minggu (29/08/21), kasus COVID-19 di dunia mencapai 216.678.635 kasus dengan 193.620.627 angka kesembuhan dan 4.506.214 angka kematian. Indonesia sendiri pada (24/09/21) mencatat 4.204.116 kasus COVID-19, dengan total kesembuhan 4.017.055 dan angka kematian tercatat hari ini 141.258. Suatu angka kematian yang fantastis. Berseliwerrannya berita hoax di sosial media juga turut ambil bagian dalam memperkeruh keadaan. Sakit yang dirasakan ibu Pertiwi kini tak hanya sakit dompet dan fisik, tapi juga sakit mental dan jiwa.

Setelah melihat fakta dan data, tentu saja dalam menyikapi pandemi, kita tidak bisa hanya sekedar membuka mulut dan menyuarakan aspirasi, bahwa kita menginginkan pandemi segera pergi. Pandemi adalah luka kita bersama, sehingga kita bersama pula yang harus menyembuhkannya. Kepatuhan seluruh pihak terhadap kebijakan pemerintah terkait pandemi adalah langkah paling nyata untuk mewujudkan harapan kita.

Kebijakan Cepat tanggap ala Indonesia.

Meski masyarakat Indonesia keteteran beradaptasi dan bertahan dalam kebijakan PPKM yang semakin ketat, Pada akhirnya sebagai warga negara kita harus taat kepada kebijakan pemerintah. Tentu saja ini bukan perkara mudah. Pemerintah sendiri juga memberlakukan berbagai kebijakan yang terus berganti sesuai dengan perubahan situasi COVID-19 di Indonesia. Berikut ini runtutan kebijakan pemerintah untuk Negeri ini; Pemberlakukan PSBB pada tanggal 31 Maret 2020, pemberlakuan PPKM dalam beberapa sektor dan daerah, pemberlakuan PPKM Mikro Pada tanggal 09 Februari 2021, Pemberlakuan PPKM Darurat pada tanggal 03-20 Juli 2021, dan pemberlakuan PPKM Level 4 hingga tanggal 06 September 2021. Kebijakan-kebijakan ini diterapkan dalam sekala mikro dan nasional sesuai kondisi darurat COVID-19. Selain berbagai kebijakan darurat COVID-19 yang di keluarkan secara beekala, dana yang di alirkan untuk program penanganan COVID-19 bukanlah nilai yang kecil. kementrian Keuangan (KEMENKU) Sri Muliani Indrawati mengatakan telah menambah dana COVID-19 hingga totalnya mencapai Rp.185.9 Triliun yang dianggarkan dari APBN. Bukankah kita bisa melihat seberapa keras pemerintah dan NAKES mengupayakan suksesnya penanganan COVID-19. Sayangnya pandemi masih terus membayangi kita hingga hari ini. Meskipun seluruh wilayah Indonesia kini telah bebas zona merah, tapi rata-rata harian penambahan jumlah kasus COVID-19 masih 2.893 kasus perhari pada Kamis (23/09). Hal ini menunjukkan bahwa hingga hari ini pandemi belum pergi.

Mungkinkah pandemi pergi? pandemi mungkin akan pergi jika kita semua mematuhi kebijakan pemerintah yang kini tengah berjuang persama para NAKES membebaskan belenggu COVID-19 ini.

Belajar dari Wuhan

Tahukah kita bagaimana Wuhan sebagai tempat pertama berkembangnya COVID-19 bisa bebas dari wabah virus ini? Itu karena kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan dan kebijakan darurat COVID-19 yang diberlakukan oleh pemerintah mereka. Pada tahun 2020, Pemerintah cina mengeluarkan kebijakan untuk melakukan karantina wilayah di Wuhan selama 76 Hari. Seluruh akses kota tersebut ditutup. Pihak otoritas melanjutkan dengan penerapan lock down di beberapa wilayah sekitar yang berdekatan dengan Wuhan. 50 juta warga terpaksa harus terisolasi. Dilengkapi dengan kebijakan penerapan protokol kesehatan yang ketat, akhirnya Wuhan dapat merayakan hari tahun baruh dengan meriah setelah bebas COVID-19 di awal tahun 2021.

Bukankah ini juga diterapkan di Indonesia? kenapa Indonesia belum bebas dari wabah COVID-19? Memang benar pemerintah telah berusaha menerapkan kebijakan yang sama, akan tetapi masih banyak masyarakat Indonesia melanggar. Buktinya Pemprov DKI Jakarta bisa mengumpulkan total Rp. 6 M dari denda pelanggaran protokol kesehatan.

Andai pandemi pergi, tentu kita bisa melihat PR besar yang ditinggalkan untuk kita. Kita sudah bisa mulai memperbaiki sistem pendidikan, memperkuat perekonomian, meningkatkan kualitas fasilitas Kesehatan kita, dan kita bisa mulai masuk dunia digital dengan tenang tanpa rasa was-was. Andai pandemi pergi, kita bisa melihat bapak tukang becak dan penjual cendol keliling tersenyum tanpa adanya ancaman corona. Kita bisa melihat kesibukan pasar tradisional dan pusat perbelanjaan yang sangat hidup. Juga, kita bisa melihat lagi rombongan para pelajar yang berseragam ke sekolah dengan gembira. Ada banyak kebahagiaan yang kita harapkan andai saja pandemi pergi.

Dengan penurunan jumlah kasus penularan satu bulan terakhir ini, Agustus-September, harapan untuk bebas dari pandemi kian membesar. Namun jika pada momen krusial ini masyarakat masih terus menolak program vaksin yang ditawarkan pemerintah, masih enggan mematuhi protokol kesehatan, maka tidak ada yang bisa menjamin bahwa tidak akan terjadi lagi loncatan peningkatan kasus penularan COVID-19. Bisa saja, kata "andai pandemi pergi" hanya akan kembali menjadi harapan yang tidak terealisasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image