Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Wawan Kurniawan

Andai Pandemi Pergi dan Harapan untuk Kesehatan Mental

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 06:05 WIB
sumber: pixabay

Pandemi dan kesehatan mental sangatlah berkaitan erat, meski pada dasarnya banyak orang-orang yang kemudian mengabaikan hal tersebut. Sebelum pandemi hadir pun sebenarnya masalah kesehatan mental pun kerap tidak dipedulikan, sehingga masalah yang berkaitan dengan isu ini sering sekali ditemukan di sekitar kita. Misalnya saja, siswa yang harus tertekan karena beban akademik yang tinggi, karyawan yang burnout di kantor, hubungan anak dan orangtua yang kerap bermasalah dan masih banyak lainnya.

Terkhusus di masa pandemi, muncul pula berbagai perilaku yang kemudian hadir menyerang masalah mental kita. Berdasarkan pemaparan Ronny Tri Wirasto1, salah seorang pakar kesehatan jiwa UGM, setidaknya ada tiga masalah kesehatan mental yang ditemukan selama pandemi.

Masalah pertama, hadirnya pembatasan sosial atau social distancing mengakibatkan masalah mental yang rentan bermasalah, hingga rentan terjadinya kekerasan dalam keluarga. Pada akhirnya, kita dituntut untuk dapat beradaptasi dengan situasi di mana interaksi dibatasi. Akibatnya, kita hidup dalam lingkungan yang tidak pasti, cemas hadir, ketakutan, stres hingga depresi. Masalah kedua, akses internet kita pun meningkat. Bahkan pada titik tertentu, aktivitas ini dapat menimbulkan kecanduan dan membuat kita hanya terpaku pada dunia yang ada di dalam internet. Sebelum pandemi, rata-rata jam yang dihabiskan online per hari adalah 3,6 jam. Namun, selama pandemi ada peningkatan cukup signifikan, yakni 4,7 jam.2 Masalah ketiga, gim daring yang ikut meningkat. Hal ini disebabkan oleh aktivitas berpusat di rumah dan kita punya banyak kesempatan untuk menyalurkan hobi. Meski pun di satu sisi, gim daring dianggap dapat membantu berkurangnya penyebaran covid-19 dengan menjangkau banyak orang dan membuatnya bisa tetap fokus dalam permainan.

Tentu selain tiga masalah yang dijeaskan oleh ahli di atas, mungkin masih ada beberapa masalah kesehatan mental yang kerap kita jumpai selama pandemi. Namun, tiga hal tersebut dapat menjadi fokus utama kita dalam melihat masalah kesehatan mental di sekitar kita. Ketakutan kita pada dunia yang tidak bisa diprediksi ini akan berdampak buruk pada banyak hal, misalnya saja di masa pandemi tahun kemarin, dalam Peringatan Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyatakan akibat resesi ekonomi, setidaknya 132 juta orang di dunia diprediksi menderita kelaparan sampai akhir tahun 2020.4 Mendengar atau mengetahui kabar tersebut, kita tentu berharap agar pandemi lekas berakhir dan tidak menimbulkan masalah buruk lainnya.

Andai Pandemi Pergi

Kita tentu berharap agar pandemi lekas pergi dan kita bisa menjalani kehidupan yang lebih menyenangkan. Berbagai masalah mental yang tadi kita bahas, setidaknya dapat kita atasi atau hindari setelah pandemi berakhir.

Coba kita bayangkan, saat interaksi kemudian kembali berjalan normal dan tidak ada lagi batas saat keluar dari rumah. Secara psikologis, ini dapat menghadirkan kesenangan atau kepuasan tersendiri bagi kita yang sudah cukup lama terkurung dengan perasaan was-was. Aktivitas online selama pandemi pun akan berkurang tentu saja, selama pandemi aktivitas belajar mengajar, serta kantor dialihkan melalui media online, sehingga membuat kita terpaksa menghabiskan banyak waktu di depan layar perangkat kita masing-masing.

Penelitian pun membuktikan bahwa dengan interaksi langsung, tingkat kebahagiaan seseorang pun dapat meningkat dan menjadi lebih baik.4 Perasaan cemas atau tertekan yang muncul selama pembatasan pun dapat teratasi. Anak-anak tidak lagi hanya berfokus pada gim daring, namun dengan terbukanya akses, mereka dapat bermain dan bertemu langsung dengan teman-teman mereka. Banyak juga para pekerja yang mencari nafkah harus tertekan karena kehilangan kesempatan kerja, setidaknya setelah pandemi berakhir, mereka kembali mampu untuk menopang kehidupannya.

Tentu saja, kita berharap bahwa selepas pandemi kita mulai sadar akan pentingnya kesehatan mental. Pengalaman hidup selama masa pandemi sekiranya membantu kita untuk terbuka dan melihat pentingnya peran dari kesehatan mental. Penelitian terbaru tentang kebahagiaan menjelaskan bahwa di awal pandemi, orang-orang cukup optimis untuk menghadapi situasi ini. Namun, seiring bertambahnya jumlah kematian, perlahan kebahagiaan kita mulai menurun.5

Semoga saja, pandemi benar-benar lekas berakhir dan berbagai masalah psikologis yang ditimbulkan pun lekas tuntas. Harapan kita untuk memasuki dunia setelah pandemi kiranya dapat menjadi penyemangat untuk tetap berjuang dan melewati hari-hari buruk di masa pandemi ini. Semoga kita semua bisa melewati masa pandemi ini dengan baik dan selamat.

Sumber

[1] Suryana, W. (2020, Oktober 16). 3 Masalah Kesehatan Mental Selama Pandemi [Halaman web]. Diakses dari https://www.republika.co.id/berita/qi9nnj368/3-masalah-kesehatan-mental-selama-pandemi pada tanggal 23 September 2021

[2] Kusumawardhani, N.Q. (2021, Juni 17). Penggunaan waktu internet harian meningkat [Halaman web]. Diakses dari https://www.republika.co.id/berita/quthkd368/penggunaan-waktu-internet-harian-meningkat-saat-pandemi pada tanggal 23 September 2021

[3] Kusumawardhani, N.Q. (2020, April 12). Industri gim bisa bantu cegah penyebaran covid-19 [Halaman web]. Diakses dari https://www.republika.co.id/berita/q8nh1g368/industri-gim-bisa-bantu-cegah-penyebaran-covid19 pada tanggal 23 September 2021

[4] Murdaningsih, D. (2020, Oktober 16) 132 Juta diprediksi kelaparan sampai akhir tahun [Halaman web]. Diakses dari https://www.republika.co.id/berita/qi9yyw368/132-juta-diprediksi-kelaparan-sampai-akhir-tahun-ini pada tanggal 23 September 2021

[4] Masitoh, I. (2017). INTERAKSI MASYARAKAT URBAN DALAM RUANG PUBLIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP INDEKS KEBAHAGIAAN: Studi Kasus di Alun-Alun Kota Bandung (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia).

[5] Greyling, T., Rossouw, S., & Adhikari, T. (2021). The good, the bad and the ugly of lockdowns during Covid-19. PloS one, 16(1), e0245546.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image