Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kurnia Sawiji

Hari Paling Biasa di Dunia

Lomba | 2021-09-24 13:33:58
Ilustrasi bekerja di saat pandemi (Foto: Adweek)

“Only an entity, something illusory. And though I can hide my cold gaze, and you can shake my hand and feel flesh gripping yours and maybe you can even sense our life styles are probably comparable, I simply am not there.”

– Patrick Bateman, American Psycho –

Satu hari setelah pandemi Covid-19 berakhir, seorang lelaki bangun dari tidurnya tepat pada pukul 4:30 pagi setelah mendengar azan Subuh berkumandang. Setelah meregangkan tubuhnya beberapa detik, ia bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi untuk melakukan wudhu. Ia lalu bergegas membangunkan anak-anak lelakinya, menuntun mereka untuk ikut berwudhu sebelum merapikan dan menghias diri dengan pakaian yang bersih, rapi, dan syar’i. Pada pukul 4:40 pagi, si lelaki dan anak-anaknya pergi ke masjid yang kebetulan tidak jauh dari rumah mereka.

Seusainya mereka salat Subuh, mereka kembali ke rumah dan melihat sang ibu sedang bersiap-siap menyediakan sarapan. Anak-anak pun berhamburan; ada yang membantu ibunya, ada yang membantu membersihkan rumah, dan tentu saja ada yang malas-malasan sehingga hanya sekadar bermain-main; biasanya ini anak yang paling muda. Si lelaki, yang sedang bersiap-siap untuk mengurus kebun di belakang rumahnya, akhirnya memutuskan bahwa hari ini adalah giliran si anak bungsu untuk membantunya mengurus kebun. Toh, hari ini adalah hari paling biasa di dunia.

Ini adalah hari paling biasa di dunia. Pada hari ini, sama sekali tidak ada hal spesial yang terjadi. Seluruh umat manusia akan menjalankan rutinitas yang itu-itu saja, membaca berita yang itu-itu saja, dan menonton siaran televisi yang itu-itu saja. Si lelaki tahu persis akan hal itu, dan sebagai bagian dari umat manusia yang berjalan secara fungsional, ia pun turut melakukan rutinitas sebagaimana biasanya. Setelah mengurus kebun di belakang rumahnya ia akan sarapan, bercengkerama dengan keluarga, kerja bakti dengan tetangga, dan seterusnya sampai malam tiba.

***

Satu hari sebelum pandemi Covid-19 dimulai, seorang lelaki bangun dari tidurnya tepat pada pukul 6 pagi setelah istrinya membangunkannya. Dengan perasaan malas, ia bangun dari tidurnya dan melihat anak-anaknya sudah tidak ada di rumah. Istrinya mengatakan bahwa mereka ada kerja kelompok di sekolah, sehingga harus pergi lebih awal. Tidak banyak komentar si lelaki, toh nanti ketika ia pulang di malam hari, ia hanya akan menemukan anak-anaknya di waktu tidur. Sambil memikirkan ke mana ia akan pergi untuk makan siang nanti, si lelaki bergegas ke kamar mandi.

Ini adalah hari paling biasa di dunia. Pada hari ini, sama sekali tidak ada hal spesial yang terjadi. Seluruh umat manusia akan menjalankan rutinitas yang itu-itu saja, membaca berita yang itu-itu saja, dan menonton siaran televisi yang itu-itu saja. Si lelaki tahu persis akan hal itu, dan sebagai bagian dari umat manusia yang berjalan secara fungsional, ia pun turut melakukan rutinitas sebagaimana biasanya. Kerja di pagi hari, sampai rumah di malam hari, sesekali menonton pertandingan bola saat lewat tengah malam, lalu tertidur di sofa sampai istrinya membangunkannya.

Si lelaki pernah berpikir begini: alangkah indahnya jika tiba-tiba dunia dilanda sebuah malapetaka atau wabah yang membuat semua orang harus dirumahkan, lalu ia pun diberhentikan dari kerjanya. Tidak tahu harus berbuat apa, ia dan keluarganya sama-sama putar otak dan akhirnya memutuskan untuk membuat kebun sendiri di belakang rumah. Namun tindakan itu memerlukan pengorbanan besar; banyak barang-barang yang harus ia jual, dan kehidupannya harus sangat disederhanakan.

Jika biasanya sang istri lebih sering memesan Grab Food untuk makanan sehari-hari, maka kini ia harus mulai belajar memasak. Jika anak-anaknya sudah biasa disuplai oleh gadget berbagai rupa sebagai kompensasi dari waktu ayahnya yang lebih banyak dihabiskan di luar rumah, berarti kini mereka harus diajarkan untuk lebih melihat lingkungan sekitar dan menemukan kegembiraan di situ. Tentu, sang ayah juga kini harus lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak-anaknya.

Sambil membayangkan imajinasi yang belum tentu terjadi itu, si lelaki tertidur di kursi sofanya saat tim bola Liga Eropa favoritnya habis dibabat oleh tim lawan.

***

“Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

– QS 64:11 –

Dalam sebuah kebiasaan yang tidak terlalu biasa, seorang lelaki sedang menggali tanah di belakang rumahnya. Terakhir kali ia melakukan hal ini adalah 30 tahun yang lalu, ketika ia masih di kampung dan hidup tidak pernah serumit sekarang. Kerumitan hidup; yang muncul dalam bentuk plesiran mahal, gawai serbaguna, dan makanan cepat saji siap antar pada dasarnya adalah sesuatu yang diciptakan oleh umat manusia untuk membuktikan bahwa diri mereka layak untuk adu panco dengan waktu.

Tuhan yang marah dengan umat manusia yang semakin besar kepala dan terus maju tetapi lupa cara untuk mundur akhirnya menjatuhkan hukuman yang dituangkannya ke dalam semangkuk sup kelelawar; atau begitulah yang diucapkan orang-orang. Tak dinyana, si lelaki adalah salah satu di antara orang-orang itu.

Tetapi mungkin hidup seperti ini tidaklah terlalu buruk. Ia bisa menemukan kembali jati dirinya sebagai manusia yang tidak dikungkung oleh modernitas, membayar utang-utang waktunya dengan anak-anaknya, dan ia serta keluarganya bisa bergantung dengan alam lewat kebun di belakang rumahnya. Ketika pandemi sudah pergi nanti, ia tidak berniat melepaskan kebiasaan ini.

Oh, mungkin ia bisa kembali menulis, hobi yang dilupakannya dulu. Ia ingin mencoba menulis sebuah cerita tentang sebuah hari yang paling biasa di dalam hidup seseorang. Cerita itu akan ia buka dengan kutipan dari salah satu film favoritnya, lalu dilanjutkan dengan kata-kata yang bunyinya kira-kira seperti ini:

“Satu hari setelah pandemi Covid-19 berakhir, seorang lelaki bangun dari tidurnya...”

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image