Maqashid Syariah dalam Ekonomi Islam
Bisnis | 2021-09-20 23:33:13Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas maqashid syariah dalam konteks ekonomi Islam. Saya juga akan membahas penerapannya pada tujuan ekonomi syariah dan tujuan hukum Islam pada umumnya.
Maqashid syariah menjadi hal yang sangat relevan dalam menyelesaikan problem (permasalahan) pada saat ini. Misalnya, dalam kondisi pandemi COVID-19 seperti sekarang, pendekatan maqashid syariah sangat diperlukan. Terutama dalam hifdz nafs (perlindungan terhadap jiwa/nyawa). Sebagai contoh, tuntunan beribadah di masa pandemi COVID-19, seperti mengganti sholat Jumat dengan sholat dzuhur, menutup masjid untuk sementara, dan sholat menggunakan masker.
Dalam penetapan hukum syariat yang berhubungan dengan muamalah terbuka pintu ijtihad yang tujuannya memberikan kemaslahatan dan bukan kerugian bagi umat. Hal ini berhubungan dengan upaya pembentukan atau pengembangan hukum yang baru yang tidak ada dalam al-Qur'an dan sunnah yang ditinjau dari pendekatan maslahat, yang dilakukan dengan ijtihad. Selain itu juga sangat berhubungan dengan maqashid syariah sebagai alasan (âillah) atau hikmah dalam melakukan ijtihad.
Maqashid Syariah dalam Aspek Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu aktivitas manusia yang paling utama di muka bumi ini. Manusia yang satu dengan lainnya saling berinteraksi dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Interaksi-interaksi ekonomi tersebut memerlukan aturan-aturan (hukum) yang jelas, sehingga diharapkan memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi manusia.
Dalam Islam, aspek ekonomi pun diatur secara rinci dalam pembahasan bab muamalah yang tujuannya memberikan aturan-aturan yang jelas bagi manusia dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas ekonominya. Aturan ini agar tercipta keadilan dan kesejahteraan di muka bumi ini. Keadilan dan kesejahteraan merupakan tujuan-tujuan syariah yang umum (maqashid al-syariah al-ammah) yang harus dicapai oleh setiap manusia.
Menurut Chapra (1996), ekonomi Islam adalah cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia (falah) melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekologis.
Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari ekonomi islam adalah merealisasikan falah kepada umat manusia dimuka bumi melalui pendayagunaan sumber-sumber daya yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Tujuan Ekonomi Islam Menurut Maqashid Syariah
Tujuan Ekonomi Islam adalah untuk kesejahteraan (falah) di dunia dan akhirat. (QS Al-Baqarah: 201). Konsep falah ini sangat komprehensif, yang mencakup pada aspek spiritual, moral, dan kesejahteraan di dunia dan kesuksesan di akhirat.
Falah merupakan tujuan umum dari syariah (maqashid al-syariah al-ammah) dari ekonomi Islam. Adapun tujuan khususnya (maqashid syariah al-khassah) berasal dari instrumen-instrumen ekonomi Islam itu sendiri. Contohnya, zakat. Zakat merupakan alat dari keadilan sosial yang tujuannya adalah untuk menyucikan para muzzaki dan solidaritas kepada saudara-saudaranya yang membutuhkan.
Pada level mikro, falah mengacu kepada pemenuhan kebutuhan dasar, kebebasan dalam bekerja untuk mendapatkan kesenangan spiritual dan materi. Pada level makro, terbentuknya stabilitas dan kesejahteraan ekonomi dengan standar kehidupan masyarakat dapat tercapai di dunia dan akhirat. Turunan dari konsep falah adalah, distribusi pendapatan yang merata, keadilan ekonomi, berkurangnya kemiskinan dan terbukanya kesempatan kerja.
Peran Maqashid Syariah dalam Ekonomi Islam
Peran maqashid syariah dalam pengembangan ilmu ekonomi Islam dapat memberikan makna yang komprehensif dalam pembahasannya. Peranan tersebut bisa diwujudkan ke dalam maqashid al-khamsah, yaitu menjaga agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.
Peranan agama menempati posisi pertama, yang diwujudkan dalam bentuk keimanan. Keimanan memberikan cara pandang yang komprehensif pada kepribadian manusia yang menyeimbangkan dorongan material dan spiritual.
Keimanan bagi seorang muslim bagaikan sebuah mobil, yang merupakan sumber kekuatan yang mekanistik menggerakkan seluruh organ dengan tugas-tugasnya. Jika keimanan dirawat dan dipelihara, akan memberikan dampak yang signifikan bagi manusia seperti membangun kesadaran yang tinggi dan loyal terhadap tugas dan tanggung jawab, mencegah kemungkaran dan memberantas kebatilan dan menyeimbangkan antara kepentingan pribadi dan sosial.
Realisasi bentuk keimanan ini diwujudkan dalam bentuk ketaatan pada perintah dan larangan Allah SWT (nilai-nilai Islam). Ketika nilai-nilai Islam diimplementasikan dengan baik, tentu akan menciptakan sistem ekonomi yang adil dan sejahtera.
Kesimpulan
Pembahasan ekonomi Islam akan selalu berhubungan dengan maqashid syariah, karena kedua objek pembahasannya adalah sama yaitu perilaku manusia untuk mencapai kesejahteraan (falah).
Dalam mencapai kebahagiaannya, ada tiga komponen utama yang harus dipenuhi yaitu akidah, syariah, akhlak. Tiga asas inilah yang menjadi dasar utama bangunan ilmu ekonomi Islam. Ketiga aspek ini diturunkan menjadi lima fondasi utama dalam bangunan ekonomi Islam, yaitu: tauhid, nubuwwah, ma'ad, khalifah dan ukhuwwah.
Dalam tujuan ekonomi Islam, falah merupakan tujuan umum dari segala aktivitas ekonomi (maqashid al-syariah al-ammah), sedangkan tujuan syariah secara khusus (maqashid al-syariah al-khassah) seperti stabilitas distribusi pendapatan yang merata, pengurangan kemiskinan, dan penyediaan lapangan pekerjaan. dari sisi maqashid al-khamsah juga sangat berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi yang berhubungan dengan kebutuhan manusia dalam mengalokasikan sumber-sumber daya yang ada, yang mana nilai-nilai Islam berfungsi sebagai filter atas perilaku ekonomi manusia.
Dapat disimpulkan, bahwa ekonomi Islam harus memperhatikan aspek-aspek maqashid syariah, sehingga dapat memberikan dampak yang komprehensif bagi umat.[]
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.