Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Diskriminasi Dana BOS, Memangkas Hak Pendidikan

Politik | Monday, 20 Sep 2021, 16:53 WIB

Oleh: Siti Subaidah

(Pemerhati Lingkungan dan Generasi )

Pendidikan merupakan jalan pintas untuk mengubah nasib seseorang. Dilihat dari sektor pendidikan pula sebuah negara dikatakan maju atau tidak. Bahkan semangat dan cita-cita bangsa disematkan pada generasi berkualitas yang didapat dari pendidikan. Tak dipungkiri, sektor ini merupakan sektor penting yang tidak boleh lepas dari periayahan pemerintah. Namun sayang fakta berbicara sebaliknya. Pendidikan menjadi nomor kesekian dalam prioritas kerja pemerintah, bahkan banyak kebijakan-kebijakan yang tidak mensupport sektor penting ini.

Seperti yang dilansir dari iNSulteng.com, baru-baru ini Kemendikbudristek mengeluarkan kebijakan terkait penyaluran dana BOS ( Bantuan Operasional Sekolah) yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021. Kebijakan tersebut menjelaskan bahwa Sekolah Penerima Dana BOS Reguler tertera ketentuan sekolah yang memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 peserta didik selama tiga tahun terakhir.

Dalam kenyataannya akan sangat sulit bagi sekolah terutama sekolah swasta yang berada di daerah pelosok untuk memenuhi kuota tersebut dikarenakan belum terjangkaunya sekolah negeri disana. Kebijakan ini dinilai mendiskriminasi hak pendidikan anak Indonesia dan melanggar amanat konstitusi negara. Terang saja, hal ini menimbulkan polemik dan protes dari sejumlah elemen masyarakat terutama yang bergerak dalam bidang pendidikan. Salah satunya Aliansi pendidikan yang merupakan gabungan dari sejumlah organisasi yang menyatakan menolak Permendikbud tersebut serta mendesak pemerintah untuk menghapusnya.

Pendidikan Hak Seluruh Warga

“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Inilah bunyi dari pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang merupakan jaminan bagi seluruh rakyat untuk mendapat pendidikan. Sayangnya jaminan tersebut tak berimplikasi dengan fakta di lapangan. Tentu hal ini tidak hanya dilihat dari berapa persen anak negeri yang telah mengeyam pendidikan namun harus pula dikaitkan dengan seberapa baik dan berkualitasnya saran dan prasarana pendidikan yang disediakan oleh negara. Biarpun begitu, baik keduanya tidak ada yang memberikan hasil membanggakan. Persentase anak putus sekolah masih tinggi bahkan disinyalir semakin naik jumlahnya selama pandemi berlangsung. Pun juga dengan sarana dan prasarana pendidikan baik itu kualitas sekolah, tenaga pengajar, maupun sarana penunjang lainnya yang jauh dari kata cukup dan layak.

Mirisnya kini ditambah dengan kebijakan-kebijakan yang tidak mensupport sektor pendidikan layaknya Permendikbud tersebut. Akan banyak sekali sekolah yang terancam gagal mendapatkan bantuan BOS karena tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan . Hal ini akan membuat sekolah-sekolah yang ada semakin tak layak menjadi tempat belajar bagi anak bangsa. Padahal fasilitas sekolah yang tak layak lah yang menjadi kendala bagi sekolah untuk mendapatkan siswa. Ini semakin memperlihatkan betapa tidak sinkronnya masalah dengan solusi yang diambil.

Namun beginilah watak sistem kapitalis yang dianut bangsa ini. Segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti halnya pendidikan tidak menjadi prioritas. Sistem ini hanya melihat segalanya dari sisi untung rugi. Alhasil kebijakan yang diambil akan selalu berpatokan dengan hal itu. Maka jangan heran jika saat ini kita melihat hal yang berpotensi merugikan keuangan negara seperti subsidi, bantuan masyarakat, dan jaminan-jaminan lainnya semakin dikurangi. Sementara yang menguntungkan pemerintah akan tetap dilaksanakan sekalipun itu merugikan masyarakat. Misalnya perpanjangan kontrak perusahaan tambang yang jelas merugikan masyarakat namun tetap dilakukan karena berpotensi menaikkan pendapatan negara.

Islam Menjamin Hak Pendidikan

Islam sebagai agama sekaligus ideologi telah menetapkan bahwa segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak menjadi prioritas yang wajib di penuhi oleh negara. Salah satunya pendidikan. Maka segala hal akan di lakukan demi mewujudkan amanah tersebut.

Mekanisme yang dilakukan adalah memberikan sarana dan prasarana yang terbaik dan berkualitas baik itu sekolah meliputi gedung, asrama, fasilitas olahraga, fasilitas kesehatan dan penyediaan perpustakaan sebagai sarana penunjang bagi siswa untuk mengakses ilmu serta menyediakan wadah bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan sesuai minat. Selain itu tak luput juga yang menjadi perhatian adalah kurikulum yang diberlakukan selalu berpatokan pada aqidah guna membentuk output yang berkarakter dan berkepribadian Islam. kesejahteraan guru pun mendapat jaminan dari negara karena telah menjalankan tugas mulia sebagai pendidik generasi.

Semua itu dilakukan tanpa diskriminasi dan tanpa ada prasyarat yang menghalangi untuk mendapat akses layanan. Hal ini terjadi karena syara telah menetapkan dan negara wajib untuk memenuhinya. Bahkan akan menjadi sebuah kedzoliman dan dosa besar jika pemerintah lalai dan abai terhadap kewajiban ini.

Inilah mekanisme yang ada pada Islam. Sungguh banyaknya permasalahan yang menimpa umat terutama dalam hal pendidikan baik itu generasi putus sekolah, akses pendidikan yang susah, sarana dan prasarana yang tak layak merupakan buah dari tidak diterapkannya syariat islam dalam kehidupan ini. Maka sudah seharusnya kita menoleh kepada Islam, Satu-satunya sistem yang mampu mensejahterakan umat dalam semua aspek kehidupan. Wallahu a'lam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image