Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Indah Kartika Sari

PENANGANAN PANDEMI KALAH OLEH KONTESTASI DEMI KURSI

Politik | 2021-09-13 17:12:25
Oleh Indah Kartika Sari (Freelance Writer)

Pandemi belum usai, tapi para politisi sudah sibuk berkontestasi untuk memperebutkan kursi kekuasaan. Partai koalisi maupun partai oposisi sama-sama melakukan manuver untuk merebut hati rakyat. Bahkan PAN tak mampu menahan diri untuk tidak berkoalisi dengan pemerintahan yang berkuasa meninggalkan 2 partai oposisi yang lainnya yaitu PKS dan Partai Demokrat. Analis politik dan Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, berharap Partai Demokrat dan PKS tetap konsisten di pihak oposisi bila PAN betul merapat ke koalisi pemerintah. Pangi menyebut negara tanpa ada kekuatan oposisi tidaklah baik. Dia menambahkan, sudah 82 persen koalisi pendukung presiden berkuasa, tinggal PKS dan Demokrat, semoga kedua partai ini konsisten tidak jadi tukang stempel dan mengamini semua kebijakan pemerintah.

Apa yang mendorong PAN untuk resign dari partai oposisi lebih dikarenakan oposisi merupakan posisi yang kurang berdaya di hadapan kebijakan pemerintah penguasa. Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengakui istilah oposisi memang tidak dikenal dalam konstitusi Indonesia. Tak heran jika peran Partai Demokrat, PKS dan PAN sebagai counter party atau mitra kritis yang berperan sebagai kekuatan penyeimbang, melakukan check and balance terhadap jalannya pemerintahan Jokowi pun terasa kurang gereget alias memble.

Pada saat kondisi carut marut seperti ini adalah tugas parpol untuk melakukan kritik membangun kepada penguasa. Melakukan pencerdasan kepada masyarakat tentang penyelesaian problem masyarakat dan negara. Pandemi masih membutuhkan kerja keras dari pemerintah untuk diselesaikan sehingga keterpurukan sektor-sektor kehidupan akan cepat pulih dengan kembalinya masyarakat beraktivitas secara normal.

Namun beginilah karakter para politisi dalam sistem demokrasi. Demokrasi telah membentuk parpol dan para politisi yang tamak dengan jabatan, pengabdi kursi kekuasaan. Demokrasi mencetak parpol dan para politisi yang sibuk menghamba kepada para oligarki. Betapa tidak, para oligarkhi, politisi dan penguasa saling bersimbiosis mutualisme untuk saling memperkaya diri sendiri. Sangat jauh dari politik pelayanan yang tulus kepada rakyat.

Lihatlah, pada masa pandemi ini, kekayaan para pejabat dan politisi meningkat 70 persen. Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kekayaan pejabat atau penyelenggara negara mengalami kenaikan selama pandemi Covid-19. Kenaikan harta para pejabat itu diketahui setelah KPK melakukan analisis terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selama setahun terakhir. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi penduduk Indonesia secara umum. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang. Jumlah ini hanya menurun tipis 0,01 juta orang dibanding September 2020. Namun, jika dibandingkan pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin naik 1,12 juta orang.

Sungguh rakyat sangat mendambakan para politisi yang jujur, amanah dan bertanggung jawab dengan urusan-urusan umat Pada dasarnya para politisi adalah representasi umat dan aktivitas utamanya adalah mewakili kepentingan umat. Tentu saja politisi semacam ini sulit terwujud dalam sistem demokrasi. Lebih-lebih lagi, sistem politik demokrasi sekuler tidak menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai bekal utama dalam menjalankan amanah. Akibatnya politisi menyingkirkan syariat yang mengakibatkan terabaikannya urusan rakyat.

Di saat rakyat tak bisa berharap kepada partai sebagai pembela wong cilik. Mau tak mau rakyat memang akan menjadi single fighter untuk membela kepentingannya. Rakyat membutuhkan kesadaran memahami politik dengan benar. Oleh karena itu satu-satunya harapan adalah kembali kepada politik Islam. Rakyat tidak boleh anti politik karena politik dalam Islam bukan sebatas bicara kekuasaan. Politik Islam adalah riayah suunil ummat, yaitu mengurusi urusan umat.

Dalam kondisi ketiadaan politisi sejati, rakyatlah yang harus tampil menjadi politisi sejati melalui aktivitas mengoreksi kebijakan yang bertentangan dengan Islam dan menasihati penguasa. Dalam Islam, aktivitas ini adalah dakwah amar makruf nahi mungkar.

Dalam Islam, politik mendapatkan tempat dan kedudukan yang hukumnya fardhu. Umat Islam wajib menaruh kepedulian terhadap persoalan umat. Orientasi politik dalam Islam bukanlah meraih kekuasaan setinggi-tingginya. Kekuasaan hanyalah jalan untuk menegakkan hukum-hukum Allah SWT sebagai solusi fundamental bagi permasalahan umat manusia. Dan sistem politik yang dapat melahirkan politikus dan negarawan ulung yang berorientasi pada penegakkan syariat Islam kaaffah hanyalah sistem Islam dalam naungan Khilafah. Marilah kita bersama-sama berjuang mewujudkannya.

Referensi :

https://nasional.sindonews.com/read/298442/12/konstitusi-tak-kenal-oposisi-pantas-saja-demokrat-pks-dan-pan-memble-1610431312

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/13/07480491/ironi-masa-pandemi-kekayaan-pejabat-naik-di-tengah-bertambahnya-penduduk?page=all

https://www.muslimahnews.com/2021/09/01/sibuk-berkoalisi-amankan-kursi-penanganan-pandemi-tereduksi/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image