Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sutanto

Cernak: Layang-layang

Sastra | 2021-09-09 08:26:35

“Kamu harus kuat menghadapi kehidupan ini anakku. Jangan mudah menyerah dengan kesulitan yang kamu hadapi. Kamu harus berusaha untuk meraih cita-citamu.”

Bambang terbangun dari tidurnya. Dia seakan-akan mendengar suara almarhum sang ayah. Sesaat, anak yang baru duduk di kelas 6 SD Srandakan itu duduk sambil menyeka keringat dingin yang membasahi pakaiannya.

“Apa yang kamu pikirkan nak?” suara bu Parwati mengagetkan.

“Saya baru saja bermimpi bu, ayah datang sambil memberikan pesan kepadaku.” “Mungkin kamu sedang memikirkan ayahmu. Namun yang penting kamu ambil sisi baiknya saja, agar kamu tetap semangat. Kamu kan tahu sendiri, ibumu ini tidak mendapatkan penghasilan besar dari jualan gorengan setiap harinya.”

“Saya tahu bu, semenjak ayah meninggal ibu yang membanting tulang mencukupi kebutuhan. Doakan saya bisa membantu ibu mencari uang,” ujar Bambang.

“Jangan terlalu dipikirkan, tugasmu adalah belajar. Mencari uang adalah tanggungjawab ibu,” jawab bu Parwati.

Keduanya terdiam, beberapa saat terdengar kokok ayam jantan pertanda pagi mulai datang. Ibu dan anak tersebut membersihkan diri bersiap melaksanakan subuh berjamaah.

***

Bambang asyik membolak-balikkan buku di ruang perpustakaan. Sengaja pagi itu dia berkunjung ke perpustakaan sekolah, meskipun sebenarnya tidak masuk karena diberlakukan pembelajaran jarak jauh akibat pandemi Covid-19.

“Kok asyik benar, memangnya lagi mencari buku apa?” tanya bu Endang yang mengurusi perpustakaan.

“Ini mau mencari buku prakarya dari bambu,” sahut Bambang.

“Kenapa tidak sejak tadi bilang ibu, kan di komputer ini sudah ada katalog. Kamu tinggal melihat, kalau sudah cocok judulnya tinggal melihat kode,” terang bu Endang.

Bambang mengangguk gembira dan segera mendekat di komputer, dicarinya buku yang dia maksud. Setelah beberapa saat akhirnya dia mendapatkan judul buku Aneka Kerajinan Bambu.

“Terimakasih atas bantuannya bu, bukunya sudah saya dapatkan,” ucap Bambang sambil menandatangani bukti peminjaman.

“Ya sama-sama, semoga bermanfaat,” sahut bu Endang sambil tersenyum.

***

Melihat tayangan di televisi, dan membaca berita di koran tentang festival layang-layang di Pantai Depok, Bambang terinspirasi mencoba membuat layang-layang. Kebetulan di sekitar rumahnya banyak pohon bambu yang tumbuh kurang dimanfaatkan.

“Kamu mau apa to, kok membelah bambu,” tanya ibunya.

“Ini bu, teringat pesan bapak dalam mimpi agar tidak menyerah, apalagi pakde Jono di Pandak pernah mengajari beberapa bulan lalu, ini saya mau membuat layang-layang. Kan juga sedang musim kemarau, semoga nanti laku terjual,” jawab Bambang.

“Ibu setuju saja, yang penting jangan mengganggu belajarmu.”

“Siap ibuku tersayang,” goda Bambang.

Pada dasarnya Bambang anak yang terampil, maklum almarhum ayahnya dulu juga ahli membuat aneka kerajinan.. Rupanya bakat itu langsung menurun pada diri Bambang.

Layang-layang yang dibuat ada dua ukuran, yaitu 110 centimeter dan 180 centimeter. Sengaja dia membuat dua versi, berupa kerangka dan yang sudah siap diterbangkan.

Rumah Bambang berada di tepi jalan, otomatis banyak orang yang lewat sehingga lambat laun banyak orang yang membeli. Dari hasil penjualan layang-layang rata-rata Bambang bisa meraup keuntungan seratus ribu setiap harinya.

Suatu hari ada dua anak muda yang mendatangi Bambang, penampilannya sangar dengan rambut gondrong dan pakaian acak-acakan.

“ Cepat serahkan uangmu,” gertak salahsatu pemuda dengan nada mengancam.

“Jangan bang, ini untuk makan saya dan ibu saya,” pinta Bambang.

Keduanya bergegas hendak memaksa meminta uang dan dagangan.

Namun tanpa disadari oleh kedua pemuda itu, ada sepasang tangan kokoh yang memegang kedua krah baju mereka.

“Kamu jangan main-main dengan keponakan saya, atau kalian berdua minta dilempar ke jalan?” gertak orang yang datang sambil terus mencengkeram keduanya.

“Ampun, ampun pak. Kami berdua mengaku salah,” suara kedua pemuda itu bergetar.

“Lain kali jangan melakukannya lagi. Anak kecil saja bekerja, kalian tega mau merampasnya.

“Terimakasih, kalau tidak ada pakde Jono mungkin uang saya sudah dirampas mereka,” ucap Bambang.

Lelaki yang disebut pakde Jono tersenyum, “Kebetulan saja saya memang mau datang menjenguk kamu, eh kok ada dua anak berandal. Saya senang kamu sudah mau berusaha dengan membuat layang-layang. Tapi jangan lupa belajar ya.”

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image