Sajadah dari Kakek
Sastra | 2021-08-11 05:53:50Pagi itu saat aku mengeluarkan sepeda mau bermain, kakek memanggilku. âKrisna, kakek mau ngasih sesuatu padamu, kemarilah!â
âMemangnya Kakek mau memberi apa?âtanyaku gembira.
Kakek memandangku beberapa saat, aku merasakan kasih sayang yang tulus darinya. âKris, kakek ingin memberimu sajadah. Dulu kakek beli di Makkah. Kamu pakai tiap salat ya!â
Rupanya kakek masih menyimpan sajadah yang dibelinya saat menunaikan ibadah haji setahun lalu. Kakek seorang pensiunan guru SD. Meski tidak kaya, kakek memiliki tekad kuat sehingga bisa menunaikan ibadah haji.
âTerima kasih ya Kek, saya simpannya dulu,â kataku gembira.
Setelah menyimpan sajadah di lemari, aku mendekati ibu yang sedang menyapu di ruang tamu.
âBu, kakek minta dibelikan bubur. Katanya pagi ini ingin makan bubur.â
âBaiklah Kris, ibu ke warung mbah Marto, kamu temani kakek dulu.â
"Ya Bu ,"jawabku sambil berjalan menuju teras rumah.
Saat aku datang, kakek duduk ditemani nenek. Rumah kakek memang hanya bersebelahan denganku. Sementara aku tinggal bersama ayah, ibu, dan kak Bima yang saat ini duduk di kelas 6, sedangkana aku masih kelas 4.
Sesaat kemudian ibu datang langsung menghampiri kami. âKris, ini bubur untuk kakek dan nenek.â
Aku menerima bubur dari ibu lalu mengantarkannya ke tempat kakek.
âIni bubur untuk kakek dan nenek ya. Krisna pamit mau sarapan juga,â kataku sambil pamit.
Saat aku masuk, kak Bima, ayah, dan ibu sudah menungguku.
"Mari kita sarapan bersama, kita awali dengan berdoa agar makanan yang masuk ke tubuh kita membawa berkah ," ajak ayah.
"Baik Yah, " sahutku hampir berbarengan dengan kak Bima.
Kami berempat berdoa bersama dan menikmati bubur mbah Marto dengan lauk bakwan dan kerupuk.
Tak lama berselang, nenek berteriak memanggil-manggil ayah.
Kami semua segera memenuhi panggilan nenek yang sedang menunggui kakek yang terbaring lemah di pembaringan.
âRohmad, selesai makan tadi, ayahmu pergi ke kamar kecil untuk buang air besar. Setelah itu badannya menjadi lemas,â kata nenek kepada ayah.
âBima, kamu telepon bulik Siti dan om Mahmud diminta ke sini!â perintah ayah.
âBaik Ayah,âsahut kak Bima.
Bulik Siti adalah adik ayah satu-satunya, sedangkan Om Mahmud suaminya. Tempat tinggalnya masih satu dusun dengan kami.
Tak berapa lama Bulik Siti dan Om Mahmud datang tergopoh-gopoh.
Seperti mendapat sebuah kekuatan gaib, kakek bangun dari pembaringan dan duduk. Ayah bergeser menahan badan kakek di belakangnya.
âNek, saya mau minta maaf bila selama ini membuatmu repot meladeniku,â kata kakek lirih.
âJangan bilang begitu Kek, itu sudah menjadi kewajiban nenek.â
Kakek menghela napas panjang dan berkata, âRohmad dan Siti, kalian berdua bersaudara, yang rukun ya, jangan pernah berselisih.â
Ayah dan bulik Siti mengangguk sambil menjawab bersama,âYa Ayah.â
Kakek memandangku dan kak Bima, âKrisna dan Bima, kalian harus rajin belajar, jaga selalu salatmu, selalu berbakti pada ayah ibumu serta nenek ya.â
Belum lagi aku menjawab, kakek sudah lemas lagi dan ditidurkan.
Melihat kondisi kakek, ayah dan bulik segera membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan terbaik.
Di rumah, aku, kak Bima, ibu, dan nenek hanya bisa berdoa semoga kakek segera mendapat pertolongan dan pulih seperti sediakala.
Namun Allah Swt. berkendak lain, usai salat Isya, ayah memberi kabar bahwa kakek telah meninggal dunia.
Ternyata sajadah dari kakek, adalah pusaka pemberiannya sebagai pengingat agar aku semakin tekun beribadah, berbakti kepada orang tua, dan menjadi insan bertakwa. Selamat jalan kek, surga tempat terbaikmu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.