Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muslih Lutfi

Melek Medis

Eduaksi | Tuesday, 20 Jul 2021, 17:14 WIB

Sejak akhir 2019 ruang publik kita dipenuhi dengan pemberitaan dan informasi yang selalu update mengenai Virus yang telah merubah kehidupan normal kita sebelumnya. Iya, Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau terkenal juga dengan sebutan Covid 19 atau Virus Corona, adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Berawal dari pemberitaan yang menyampaikan bahwa Covid 19 ini awalnya diketahui muncul di Kota Wuhan Negara China, virus ini menyebar ke seluruh dunia tak terkecuali Indonesia.

Ibarat celotehan anak-anak muda yang lagi santai ketika dikejar sesuatu “Belanda masih jauh”, semua lapisan pun ter ”ninabobokan” dengan kondisi normal yang ada pada saat itu tanpa menyadari bahwa penyebaran virus begitu cepat. Mobilitas manusia dari satu tempat ke tempat lain di era Jaman Now hanya hitungan jam begitu juga virus bisa mengiringi pada setiap saat mobilitas manusia itu ada. Pertama menyeruak di publik Indonesia, pasien pertama terkonfirmasi Covid 19 di bulan Maret 2020. Masyarakat terbawa pada arus informasi Covid 19 bahwa virus ini seperti flu biasa dan dapat dicegah dengan meminum ramuan herbal yang notabenenya mudah dijumpai di pasar-pasar negeri ini. Belum selesai disitu masyarakat diserbu dengan informasi jenis makanan, minuman ataupun suplemen-suplemen yang dianggap dipercayai oleh masyarakat sebagai penawar dan tolak bala Covid 19. Tips maupun langkah tindakan bila terinfeksi Covid 19 secara gampang tersebar di kalangan masyarakat dengan banjirnya informasi melalui media sosial yang siapapun sekarang bisa secara bebas mempublikasikan dan membagi informasi kepada publik, lepas informasi tersebut benar atau tidak dan teruji atau belum.

Pemahaman medis masyarakat kita yang begitu majemuk dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, tentunya sangat variatif dan kuat kemungkinan masyarakat yang melek terhadap dunia medis masih sangat terbatas. Dewasa ini masyarakat kita mulai melek terhadap dunia medis dengan begitu mudahnya mengakses informasi di media yang tersedia saat ini. Pasien dan keluarga pun juga terlibat aktif dalam diskusi dengan dokter pada saat pemeriksaan sehingga dapat mengetahui lebih mendalam kondisi apa yang dihadapinya. Tidak mengagetkan apabila dalam prakteknya pasien kadang lebih kritis bertanya terhadap dokternya. Demikian juga dalam menghadapi pandemik Covid 19 ini, arus informasi yang membanjiri dan terkadang menimbulkan kecemasan menarik masyarakat untuk terus mencari tahu bagaimana menghindari wabah ini termasuk terapi atau obat apa yang dapat dipakai untuk menyembuhkannya.

Mengamati kenaikan angka positif terinfeksi Covid 19 di beberapa waktu akhir ini dan mencegah kecemasan masyarakat yang berlarut di tengah pandemi maka tentunya perlu dilakukan berbagai langkah-langkah diantaranya:

Pertama, menggencarkan informasi dan edukasi yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Kita tentunya perlu mengapresiasi berbagai kalangan media serta instansi pemerintah maupun swasta yang gencar menyosialisasikan tata cara pencegahan infeksi Covid 19. Upaya ini perlu juga diikuti dengan pemberitaan dan penyampaian informasi mengenai benar atau tidaknya informasi yang berkembang di masyarakat mengingat kondisi masyarakat kita yang masih mudah terombang-ambing dengan pemberitaan yang berkembang termasuk diantaranya yang berakibat pada aksi borong kebutuhan barang atau obat tertentu apabila ada pemberitaan suatu produk yang diindikasikan menjadi media pengobatan Covid 19.

Kedua, mendorong upaya vaksinasi yang menjadi program pemerintah. Ikhtiar pemerintah dalam memperjuangkan warganya terjerat dari pandemi Covid 19 tentunya perlu mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Imbas Pandemi Covid 19 telah merubah sendi kehidupan di negeri ini tak terkecuali kondisi ekonomi yang terimbas karena lesunya pasar tak hanya domestik namun juga bersifat multinasional. Meskipun penolakan di berbagai kalangan ada, namun warga masyarakat yang berkeinginan melaksanakan vaksinasi pun tentunya jauh lebih banyak. Akhir ini memang beberapa instansi pemerintah, BUMN maupun swasta menggencarkan pelaksanaan vaksin di lingkungannya. Dengan beberapa langkah melalui registrasi online dan sesuai jadwal pelaksanaan warga yang sudah terdaftar dapat melakukan vaksinasi di tempat yang ditentukan. Bagi kalangan perkotaan dengan jaringan informasi dan media komunikasi yang mendukung serta akses yang ada, hal ini tentunya akan sangat mudah dalam menjangkaunya meskipun masih memerlukan usaha ekstra juga menuju tempat pelaksanaan. Bagaimana halnya dengan kondisi masyarakat di kalangan non perkotaan serta dengan keterbatasan akses?, tentunya hal ini juga perlu dipikirkan secara serius agar pemerataan hak atas pemenuhan kesehatan juga bisa dirasakan di semua lapisan.

Dalam rangka menggencarkan program vaksinasi tentunya kita perlu menoleh pada beberapa program di masa lalu ketika pemerintah menggencarkan Program Pekan Imunisasi Nasional. Elemen kesehatan terdepan kita yaitu Puskesmas dan Posyandu bisa melaksanakan program sampai ujung pelosok negeri. Program vaksinasi dan sosialisasi langsung di akar rumput bisa dilaksanakan melalui pelibatan organ-organ di Puskesmas, bidan desa dan kader posyandu yang notabenenya adalah kader penggerak kesehatan yang sudah dikenal oleh masyarakat sekitar sehingga diharapkan memudahkan suksesnya program sosialisasi dan vaksinasi terkait Covid 19. Hambatan diawal program vaksinasi semisal pelaksanaan vaksin harus menunjukkan KTP dan dilaksanakan di domisili warga harusnya dikesampingkan, mengingat hal ini akan membikin rumit bagi kalangan masyarakat pekerja yang berada di perantauan. Sebagai catatan bahwa kita tentunya meyakini bahwa sistem pencatatan kependudukan kita sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Lebih lanjut pelaksanaan vaksinasi di luar domisili warga berbeda dengan pelaksanaan pemilu yang berimplikasi pada perolehan suara di satu daerah dengan daerah lainnya, sehingga harusnya mau vaksin dimanapun tidak ada masalah mengingat targetnya adalah setiap warga negara.

Ketiga, mengatur tata kelola dan niaga mengenai distribusi obat, penyediaan fasilitas kesehatan dan sarana pendukung seperti ketersediaan oksigen dan tranfusi darah. Hampir pemberitaan mengenai panjangnya antrian dalam memperoleh fasilitas kesehatan dan aksi borong obat meramaikan berita di media massa nasional. Ketakutan akan terbatas atau bahkan kekurangan akan fasilitas pendukung kesehatan di masa pandemi ini manjadi momok masyarakat di tengah kecemasan kenaikan angka positif Covid 19. Pemerintah telah melakukan serangkaian upaya dengan menambah fasilitas rawat termasuk menyiapkan paket obat untuk pasien isolasi mandiri (Isoman) untuk warga yang masih belum memerlukan perawatan di Rumah Sakit, namun tentunya di tengah kondisi saat ini akses untuk mendapatkannya juga bukan perkara mudah. Saluran informasi yang update setiap waktu dan diakses secara terbuka menjadi harapan yang dinanti oleh masyarakat umum. Khalayak umum perlu tahu dimana persebaran ketersediaan ruang rawat di Rumah Sakit, distribusi dan persediaan obat-obatan, oksigen dan tranfusi darah yang dicantumkan di depan tempat penyedia layanan dan terkoneksi langsung dengan sistem informasi online yang terintegrasi dan bebas akses. Saya pribadi berharap ketersediaan dan kemudahan informasi beberapa kebutuhan kesehatan tadi semudah mencari lokasi parkir ketika kita mengunjungi beberapa Mall (pusat perbelanjaan) kekinian yang sebelum kita masuk didepannya sudah terpasang papan informasi yang menunjukkan berapa ketersediaan parkir yang ada.

Ketidakterbukaan akses informasi dan kebingungan masyarakat untuk memperoleh kebutuhan fasilitas kesehatan yang dibutuhkan akan berpotensi pada pihak yang bermodal menggunakan kekuatan modalnya di “belakang layar” untuk mendapatkan fasilitas yang diinginkan, demikian pula oknum yang tidak bertanggung jawab menggunakan kesempatan yang ada untuk mengeruk keuntungan dengan memasang harga tinggi dan memberikan fasilitas terhadap siapa saja pihak yang memberikan keuntungan lebih. Jangan sampai kekhawatiran akan ketidakberpihakan akses kesehatan bagi masyarakat umum maupun tidak mampu sebagaimana dituliskan oleh penulis buku Eko Prasetyo pada buku terbitan tahun 2004 berjudul “Orang Miskin Dilarang Sakit” masih kejadian di saat ini. Naudzubillah min dzaalik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image