Kebaikan, Perlu Energi Orang Lain
Agama | 2022-05-04 06:44:50Ada pertanyaan besar setelah lepas Ramadhan. Selama bulan Ramadan kita begitu bersemangat melaksanakan ibadah tarawikh, tadarus, bersedekah, qiyamullail, apakah kita tetap Istiqomah melaksanakan?
Hati kita, iman kita, begitu pasrah atas perintah Allah selama ramadhan. Kenapa ya? "Karena banyak yang melakukan". "Banyak temannya". "Kalau sendirian pasti tidak kuat". "Diluar ramadhan males baca Al-Qur'an". "Jangankan sholat tahajjud, sholat lima waktu saja sering lambat".
Itulah sebagian alasan lucu dari beberapa orang yang pernah menyampaikan kesannya selama ramadhan.
Apa hikmahnya? Berarti kebaikan harus ada pendorong. Kebaikan butuh pengungkit. Kebaikan butuh teman.
Mencari Partner Terbaik
Mari renungkan kembali Firman Allah, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya.” (QS. Al-Kahfi: 28)
Berteman bukan sekedar berteman, tapi berteman yang bisa saling mendekatkan kepada Robb. Menyeru kebaikan, mencegah dari kemungkaran. Bukan teman yang selalu "meng-IYA-kan apa yang kita katakan dan lakukan.
Benar sekali, petuah Rasulullah, “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101)
Teman adalah cermin diri. Bila kita belum bisa mengajaknya, maka bergabunglah dengan komunitas yang bisa menguatkan iman.
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud,
Bukan Semata "Menyenangkan" Tuhan
Setelah ramadhan, kita seperti kembali di alam nyata. "Yang sudah, ya sudah". "Yang berlalu, biar berlalu". Begitu kata polos mereka. Kalau "bisikan hati" begitu terus, maka puluhan ramadhan tidak akan pernah mengubah apapaun kecuali aotomatisasi, tanpa efek. Maka harus ada kesadaran bahwa apa yang kita lakukan tidak sekedar untuk menyenangkan Tuhan, tidak sekedar gugur kewajiban, tidak sekedar karena banyak yang juga melakukan, tapi untuk kebaikan dan bermanfaat diri kita sendiri.
Selama Ramadhan seakan-akan apa yang kita lakukan adalah "untuk Tuhan", padahal hakekatnya Tuhan tidak butuh amalan kita, karena sesungguhnya amalan amalan kita lakukan adalah kembali pada diri kita sendiri.
Mari, ubah mindset kita, bahwa ibadah kita dalam rangka menjadikan diri sebagai hamba pilihan, hamba yang terangkat derajatnya karena taqwa. Kita butuh Allah agar menjadi hamba mulia di dunia dan akhirat.
Wallaahu alam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.