Khutbah Idul Adha 1442 H: Menyambut Idul Adha
Agama | 2021-07-15 10:27:04KHUTBAH Iedul Qurban/Adha
بس٠اÙÙ٠اÙرØ٠٠اÙرØÙÙ
*Menyambut Idul Qurban/Adha*
Ditulis Oleh:
*Abu Fayadh Muhammad Faisal Al Jawy al-Bantani, S.Pd, M.MPd, M.Pd, I*
(Aktivis Pendidikan dan Kemanusiaan, Praktisi dan Pengamat PAUDNI/Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal, Aktivis Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat)
Assalamu'alaikum Warohmatulloh wabarakatuh
اÙÙÙØÙÙ Ùد٠ÙÙÙÙÙÙÙ ÙÙØÙÙ ÙدÙÙÙ ÙÙÙÙسÙتÙعÙÙÙÙÙÙ ÙÙÙÙسÙتÙغÙÙÙرÙÙÙ ÙÙÙÙعÙÙذ٠بÙاÙÙÙÙÙÙ Ù ÙÙÙ Ø´ÙرÙÙر٠أÙÙÙÙÙسÙÙÙا ÙÙÙ ÙÙ٠سÙÙÙÙئÙات٠أÙعÙÙ ÙاÙÙÙÙا Ù ÙÙÙ ÙÙÙÙدÙÙ٠اÙÙÙÙÙÙ ÙÙÙÙا Ù ÙضÙÙÙÙ ÙÙÙÙ ÙÙÙ ÙÙÙ ÙÙضÙÙÙÙÙ ÙÙÙÙا ÙÙادÙÙÙ ÙÙÙÙ ÙÙØ£ÙØ´ÙÙÙد٠أÙÙÙ Ùا٠إÙÙÙÙ٠إÙÙاÙ٠اÙÙÙÙÙÙ ÙÙØÙدÙÙÙ ÙÙا Ø´ÙرÙÙÙÙ ÙÙÙÙ ÙÙØ£ÙÙÙÙ Ù ÙØÙÙ ÙÙدÙا عÙبÙدÙÙÙ ÙÙرÙسÙÙÙÙÙ٠اÙÙÙÙÙÙÙÙ Ù٠صÙÙÙÙ Ù٠سÙÙÙÙ٠٠عÙÙÙÙ ÙÙبÙÙÙÙÙÙا Ù ÙØÙÙ ÙÙد٠ÙÙعÙÙÙ٠آÙÙÙÙ ÙÙصÙØÙبÙÙ٠أÙجÙÙ ÙعÙÙÙÙ٠أÙÙ ÙÙا بÙعÙد٠:
Allohu akbar, Allohu akbar, Allohu akbar. Laailaahailallohu wallahu akbar. Allohu akbar walillahil hamd.
Maâaasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat âIed yang berbahagia!
Pertama-tama marilah kita memanjatkan puja dan puji syukur kepada Alloh yang telah melimpahkan kepada kita nikmat yang begitu banyak. Saking banyaknya nikmat yang diberikan, sehingga jika kita menghitung nikmat-nikmat-Nya tentu kita tidak akan sanggup menghitungnya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita syukuri nikmat-nikmat tersebut agar nikmat tersebut tidak dicabut dan bahkan diberikan keberkahan sehingga bertambah. Sebaliknya, jika kita kufuri nikmat-nikmat tersebut, seperti tidak mau mengakui nikmat tersebut berasal dari Alloh atau menggunakan nikmat-nikmat tersebut untuk bermaksiat kepada-Nya, maka cepat atau lambat, Alloh akan mencabutnya ditambah lagi dengan dicatat sebagai dosa. Banyak contoh yang membuktikan hal ini, seperti yang dialami oleh kaum Sabaâ yang Alloh berikan kepada mereka kenikmatan dunia, saat mereka kufur terhadap nikmat yang Alloh berikan, maka kenikmatan tersebut Alloh cabut, Dia mengirimkan banjir besar kepada mereka dan mengganti kebun-kebun mereka yang sebelumnya menghasilkan buah-buahan yang enak dimakan berubah menjadi kebun-kebun yang buahnya terasa pahit. Demikian pula yang dialami Qarun yang dikaruniakan oleh Alloh harta yang banyak. Ia tidak bersyukur kepada Alloh atas nikmat tersebut, bahkan mengatakan, bahwa kekayaan yang diperoleh itu adalah karena kepandaiannya, sehingga Alloh membenamkan dia dan rumahnya ke dalam bumi. Sesungguhnya orang yang cerdas adalah orang yang mau mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa orang lain.
Maâaasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat âIed yang berbahagia!
Saat ini kita berada di salah satu hari raya umat Islam, yaitu Idul Adh-ha; hari di mana kita disyariatkan berkurban. Hari raya ini, Alloh sebut dalam kitab-Nya dengan nama hari Haji Akbar (lihat surah At Taubah: 3). Disebut demikian, karena sebagian besar amalan haji dilakukan pada hari ini. Oleh karena itu, hari ini (yakni hari nahar) adalah hari yang paling agung di sisi Alloh. Rasululloh shallallohu 'alaihi wa sallam bersabda:
Ø¥ÙÙÙ٠أÙعÙظÙ٠٠اÙÙØ£ÙÙÙÙا٠٠عÙÙÙد٠اÙÙÙ٠تÙعÙاÙÙÙ ÙÙÙÙ٠٠اÙÙÙÙØÙر٠ثÙÙ ÙÙ ÙÙÙÙ٠٠اÙÙÙرÙÙ
"Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Ta'ala adalah hari nahar (10 Dzulhijjah) kemudian hari qar (hari setelahnya)." (HR. Abu Dawud dengan isnad yang jayyid, takhrij Al Misykaat 2/810)
Bahkan hari raya Idul Adh-ha lebih utama daripada hari Idul Fitri karena di hari Idul Adh-ha terdapat shalat Ied dan berkurban, sedangkan dalam Idul Fitri terdapat shalat Ied dan bersedekah, dan berkurban jelas lebih utama daripada bersedekah.
Maâaasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat âIed yang berbahagia!
Termasuk rahmat Alloh dan kebijaksanaan-Nya adalah apabila Dia mensyariatkan suatu amal saleh, Dia mengajak semua orang melakukannya, dan jika di antara mereka ada yang tidak sanggup melakukannya, maka Dia mensyariatkan amal saleh yang lain sehingga mereka yang tidak mampu melakukannya tetap memperoleh pahala, di mana dengan amal saleh tersebut, Alloh mengangkat derajat mereka dan menambah pahalanya. Contohnya adalah barang siapa yang tidak mampu berwuquf di âArafah, maka Alloh mensyariatkan baginya puasa âArafah (tanggal 9 Dzulhijjah) yang menghapuskan dosa yang dikerjakan di tahun yang lalu dan yang akan datang, demikian pula mensyariatkan untuknya berkumpul pada hari Idul Adh-ha untuk shalat Ied, berdzikr, dan berkurban..
Maâaasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat âIed yang berbahagia!
Sesungguhnya di antara amalan yang disyariatkan Alloh pada hari raya ini adalah berkurban. Berkurban adalah amalan yang utama, karena di sana seseorang mengorbankan harta yang dicintainya karena Alloh; yang menunjukkan bahwa ia lebih mengutamakan kecintaan Alloh daripada apa yang disenangi hawa nafsunya. Berkurban memiliki banyak hikmah, di antaranya adalah sebagai rasa syukur kepada Alloh, membantu fakir-miskin dan menghibur mereka, merekatkan hubungan antara orang kaya dengan orang miskin, dan hikmah-hikmah lainnya yang begitu banyak.
Maâaasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat âIed yang berbahagia!
Kurban merupakan sunah bapak para nabi, yaitu Ibrahim âalaihis salam yang diperkuat oleh syariâat yang dibawa Nabi Muhammad shallallohu 'alaihi wa sallam. Dalam Al Qurâan, Alloh Taâala berfirman:
âMaka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.â (Terj. Al Kautsar: 2)
Sedangkan dalam hadits diterangkan, bahwa Nabi shallallohu 'alaihi wa sallam tinggal di Madinah selama sepuluh tahun dan selalu berkurban.â (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Ibnu Umar, ia (Tirmidzi) berkata, âHadits hasan.â)
Menurut sebagian ulama, berkurban bagi yang mampu hukumnya wajib. Hal ini berdasarkan sabda Rasululloh shallallohu 'alaihi wa sallam:
Ù ÙÙÙ ÙÙاÙÙ ÙÙÙ٠سÙعÙØ©Ù ÙÙÙÙÙ Ù ÙÙضÙØÙÙ ÙÙÙا٠ÙÙÙÙرÙبÙÙÙÙ Ù ÙصÙÙاÙÙÙÙا
âBarang siapa yang memiliki kemampuan, namun tidak mau berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami (lapangan shalat âIid).â (Hadits hasan, Shahih Ibnu Majah 2532)
Sedangkan yang lain berpendapat bahwa hukumnya sunat muâakkadah (sunat yang sangat ditekankan) beralasan dengan hadits berikut:
« Ø¥ÙØ°Ùا رÙØ£ÙÙÙتÙÙ Ù ÙÙÙاÙÙÙ Ø°Ù٠اÙÙØÙجÙÙØ©Ù ÙÙØ£ÙرÙاد٠أÙØÙدÙÙÙ٠٠أÙÙÙ ÙÙضÙØÙÙÙÙ ÙÙÙÙÙÙÙ ÙسÙÙ٠عÙÙÙ Ø´ÙعÙرÙÙÙ ÙÙØ£ÙظÙÙÙارÙÙ٠» .
âApabila kamu melihat hilal (bulan sabit tanda tanggal satu) Dzulhijjah, sedangkan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka tahanlah (jangan dicabut) rambut dan kukunya.â (HR. Muslim)
Kata-kata âsalah seorang di antara kamu ingin berkurbanâ menunjukkan sunatnya.
Namun untuk kehati-hatian, hendaknya seorang muslim tidak meninggalkannya ketika ia mampu berkurban.
Maâaasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat âIed yang berbahagia
Semua kebaikan dapat kita temukan ketika kita mempraktekkan petunjuk Rasululloh shallallohu 'alaihi wa sallam dalam semua urusan kita, sedangkan semua keburukan akan kita temukan ketika kita menyelisihi petunjuk Nabi kita Muhammad shallallohu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami pun mengingatkan sedikit petunjuk Rasululloh shallallohu 'alaihi wa sallam dalam masalah kurban.
1. Usia hewan yang dikurbankan
Rasululloh shallallohu 'alaihi wa sallam bersabda:
Ùا٠تÙØ°ÙبÙØÙÙÙا Ø¥ÙÙاÙÙ Ù ÙسÙÙÙÙØ©Ù Ø ÙÙØ¥ÙÙ٠تÙعÙسÙر٠عÙÙÙÙÙÙÙÙ Ù ÙÙاذÙبÙØÙÙÙا جÙØ°ÙعÙØ©Ù Ù ÙÙ٠اÙضÙÙØ£ÙÙÙ
âJanganlah kamu menyembelih kecuali yang musinnah. Namun jika kamu kesulitan, maka sembelihlah biri-biri (domba) yang jadzaâah.â (HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu 'anhu)
Maksud âmusinnahâ adalah hewan yang sudah cukup usianya. Jika berupa unta, maka usianya lima tahun. Jika berupa sapi, usianya dua tahun. Jika kambing, maka usianya setahun, dan tidak boleh usianya kurang dari yang disebutkan. Adapun jika berupa biri-biri/domba maka yang usianya setahun. Namun jika tidak ada biri-biri yang usianya setahun maka boleh yang mendekati setahun (9, 8, 7 atau 6 bulan), tidak boleh di bawah enam bulan âinilah yang dimaksud dengan jadzaâah-.
2. Hewan kurban yang utama
Hewan kurban yang utama adalah hewan kurban yang gemuk, banyak dagingnya, sempurna fisik dan indah dipandang. Anas radhiyallohu 'anhu berkata, âNabi shallallohu 'alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor biri-biri yang putih bercampur hitam lagi bertanduk, Beliau menyembelih keduanya dengan tangannya, mengucapkan basmalah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di sisi hewan tersebut.â (HR. Bukhari)
3. Adab menyembelih
Adabnya adalah dengan menghadap kiblat, mengucapkan basmalah dan takbir ketika hendak menyembelihnya dan berbuat ihsan dalam menyembelihnya (seperti menyegarkan hewan sembelihannya, menajamkan pisau dan tidak mengasahnya di hadapan hewan tersebut).
4. Pembagian kurban
Sunnahnya adalah orang yang berkurban memakan dari hewan kurbannya, menyedekahkannya kepada orang miskin dan menghadiahkan kepada kawan-kawannya atau tetangganya, berdasarkan firman Alloh Taâalla:
âMaka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.â (Terj. Al Hajj: 28)
Rasululloh shallallohu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
ÙÙÙÙÙا ÙÙØ£ÙØ·ÙعÙÙ ÙÙا ÙÙادÙÙØ®ÙرÙÙا
âMakanlah, berilah kepada orang lain dan simpanlah.â (HR. Bukhari)
Namun tidak mengapa disedekahkan semuanya kepada orang-orang miskin.
5. Waktu berkurban
Waktunya adalah setelah shalat Ied dan berakhir sampai tenggelam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Termasuk sunnah Rasulullah shallallohu 'alaihi wa sallam di hari raya Idul Adha adalah makan tidak dilakukan kecuali setelah shalat Ied, lalu menyembelih hewan kurban dan memakan dagingnya.
6. Hewan yang tidak boleh dikurbankan
Rasululloh shallallohu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ø£ÙرÙبÙع٠ÙÙا تÙجÙÙز٠ÙÙ٠اÙÙاÙضÙاØÙÙ: اÙÙÙعÙÙÙرÙاء٠اÙÙÙبÙÙÙÙÙ٠عÙÙÙرÙÙÙا, ÙÙاÙÙÙ ÙرÙÙضÙة٠اÙÙÙبÙÙÙÙÙÙ Ù ÙرÙضÙÙÙا, ÙÙاÙÙعÙرÙجÙاء٠اÙÙÙبÙÙÙÙÙ٠ظÙÙÙعÙÙÙا ÙÙاÙÙعÙجÙÙÙاء٠اÙÙÙÙتÙÙ ÙÙا تÙÙÙÙÙÙ"
âEmpat macam hewan yang tidak boleh dijadikan kurban, yaitu: hewan buta sebelah yang jelas butanya, hewan sakit yang jelas sakitnya, hewan pincang yang jelas pincangnya dan hewan kurus yang tidak bersumsum (sangat kurus).â (HR. Tirmidzi, ia berkata, âHasan shahihâ)
7. Bertakbir
Pada hari raya Idul Adha disunnahkan bertakbir, baik takbir mutlak maupun muqayyad. Alloh Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
âAgar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar mereka menyebut nama Alloh pada hari yang telah ditentukan.â (Terj. Al Hajj: 28)
Hari yang ditentukan itu adalah hari raya haji dan hari tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Takbir mutlak adalah takbir yang tidak dibatasi waktunya, yaitu mengucapkan, âAllohu akbar-Allohu akbar. Laailaahaillallohu wallahu akbar. Allohu akbar wa lillahil hamd.â dengan menjaharkan suaranya bagi laki-laki, baik di masjid, di pasar, di rumah, di jalan dan pada saat ia berangkat ke lapangan untuk shalat âIed.
Sedangkan takbir muqayyad adalah takbir yang dilakukan setelah shalat fardhu, yang dimulai dari fajar hari Arafah, dan berakhir sampai âAshar akhir hari tasyriq.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahulloh ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya, maka beliau rahimahulloh menjawab, âSegala puji bagi Alloh. Pendapat yang paling benar tentang takbir ini yang jumhur salaf dan para ahli fiqih dari kalangan sahabat serta imam berpegang dengannya adalah hendaklah takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq (tanggal 11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Hal ini merupakan kesepakatan para imam yang empat.â [Majmu Al -Fatawa 24/220]
Imam Bukhari menyebutkan dalam Shahihnya, bahwa Umar Radhiyallohu 'anhu pernah bertakbir di kubahnya di Mina. Maka orang-orang yang berada di masjid mendengarnya lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang berada di pasar hingga kota Mina bergemuruh dengan suara takbir. Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu dan setelah shalat (lima waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majlis dan di tempat berjalannya pada hari-hari itu seluruhnya. Maimunnah pernah bertakbir pada hari kurban, dan para wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam hari Tasyriq bersama kaum pria di masjid.â
Termasuk hal yang perlu diketahui pula adalah bahwa pada hari-hari tasyriq kita diharamkan berpuasa kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan hadyu. Hal ini berdasarkan sabda Rasululloh shallallohu 'alaihi wa sallam:
Ø£ÙÙÙÙا٠٠اÙتÙÙØ´ÙرÙÙÙÙ٠أÙÙÙÙا٠٠أÙÙÙÙÙ ÙÙØ´ÙرÙب٠ÙÙØ°ÙÙÙر٠ÙÙÙÙ٠تÙعÙاÙÙÙ
âHari tasyriq adalah hari makan, minum dan dzkrullah Taâala.â (HR. Ahmad dan Muslim)
Demikianlah petunjuk singkat dalam menyambut Idul Qurban.
Maâaasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat âIed yang berbahagia
Sebagai penutup, kami ingin menghibur saudara-saudara kami yang tidak mampu untuk berkurban, bahwa sesungguhnya niat mereka untuk berkurban dicatat pahala, dan mereka pun akan mendapatkan pahala kurban. Hal ini berdasarkan sebuah hadits, bahwa Rasululloh shallallohu `alaihi wa sallam ketika menyembelih kurban bersabda:
بÙسÙ٠٠اÙÙÙÙÙÙ ÙÙاÙÙÙÙÙ٠أÙÙÙبÙر٠ÙÙØ°Ùا عÙÙÙÙÙ ÙÙعÙÙ ÙÙÙÙ ÙÙÙ Ù ÙÙضÙØÙÙ Ù ÙÙ٠أÙÙ ÙÙتÙÙ
âBismillah wallahu Akbar, ini (kurban) dariku dan dari umatku yang tidak menyembelih." (HR. Abu Dawud, Shahih Abu Dawud no. 2436).
Kita memohon kepada Alloh, semoga Dia memberikan kepada kita taufiq-Nya agar dapat mengerjakan perintah-perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya, menjadikan kita istiqamah di atas takwa dan tidak meninggalkan dunia ini kecuali dalam keadaan muslim, Allohumma amin.
ÙÙØ°Ùا ÙÙصÙÙÙÙÙÙا ÙÙسÙÙÙÙÙ ÙÙÙا عÙÙÙ٠اÙÙÙÙبÙÙÙ٠اÙÙÙ ÙصÙØ·ÙÙÙÙ ÙÙبÙÙÙÙÙÙا Ù ÙØÙÙ ÙÙد٠خÙÙÙر٠اÙÙÙÙرÙÙ Ø ÙÙÙÙد٠أÙÙ ÙرÙÙÙ٠٠اÙÙÙ٠بÙØ°ÙÙÙÙÙ ÙÙÙÙاÙ٠سÙبÙØÙاÙÙÙÙ : Ø¥ÙÙÙ٠اÙÙÙÙÙÙ ÙÙÙ ÙÙÙائÙÙÙتÙÙÙ ÙÙصÙÙÙÙÙÙ٠عÙÙÙ٠اÙÙÙÙبÙÙÙÙ ÙÙا Ø£ÙÙÙÙÙÙا اÙÙÙØ°ÙÙÙ٠آ٠ÙÙÙÙا صÙÙÙÙÙا عÙÙÙÙÙÙÙ ÙÙسÙÙÙÙÙ ÙÙا تÙسÙÙÙÙÙ Ùا " Ø Ø§ÙÙÙÙÙÙÙÙ Ù٠صÙÙÙÙ ÙÙسÙÙÙÙÙ Ù ÙÙبÙارÙÙ٠عÙÙÙÙ Ù ÙØÙÙÙ ÙØ¯Ù Ø ÙÙعÙÙÙ٠آÙ٠بÙÙÙتÙÙÙ Ø ÙÙعÙÙÙ٠اÙصÙÙØÙابÙة٠أÙجÙÙ ÙعÙÙÙÙÙ Ø ÙØ®ÙصÙÙ Ù ÙÙÙÙÙ٠٠اÙÙØ®ÙÙÙÙÙاء٠اÙÙØ£ÙرÙبÙعÙة٠اÙرÙÙاشÙدÙÙÙÙÙ Ø Ø£ÙبÙ٠بÙÙÙر٠ÙÙعÙÙ Ùر٠ÙÙعÙØ«ÙÙ ÙاÙÙ ÙÙعÙÙÙÙÙÙ Ø ÙÙاÙتÙÙابÙعÙÙÙÙÙ ÙÙÙ ÙÙ٠تÙبÙعÙÙÙ٠٠بÙØ¥ÙØÙسÙاÙ٠إÙÙÙÙ ÙÙÙÙ٠٠اÙدÙÙÙÙÙÙ Ø Ø§ÙÙÙÙÙÙÙÙ Ù٠أÙعÙزÙ٠اÙÙØ¥ÙسÙÙاÙÙ Ù ÙÙاÙÙÙ ÙسÙÙÙÙ ÙÙÙÙÙ Ø ÙÙØ£ÙØ°ÙÙÙ٠اÙØ´ÙÙرÙÙÙ ÙÙاÙÙÙ ÙØ´ÙرÙÙÙÙÙÙÙ Ø ÙÙدÙÙ ÙÙر٠أÙعÙدÙاء٠اÙدÙÙÙÙÙÙ Ø ÙÙاجÙعÙÙÙ ÙÙØ°Ùا اÙÙبÙÙÙد٠آ٠ÙÙا٠٠ÙØ·ÙÙ ÙئÙÙاÙÙ ÙÙسÙائÙر٠بÙÙاÙد٠اÙÙÙ ÙسÙÙÙÙ ÙÙÙÙÙ Ø Ø§ÙÙÙÙÙÙÙÙ Ù٠أÙصÙÙÙØ٠أÙئÙÙ ÙÙتÙÙÙا ÙÙÙÙÙاÙة٠أÙÙ ÙÙÙرÙÙÙا Ø ÙÙاجÙعÙÙÙ ÙÙÙاÙÙÙتÙÙÙا ÙÙÙÙÙ ÙÙÙ Ø®ÙاÙÙÙÙ ÙÙاتÙÙÙÙاÙ٠بÙرÙØÙÙ ÙتÙÙÙ ÙÙا Ø£ÙرÙØÙ٠٠اÙرÙÙاØÙÙ ÙÙÙÙÙ Ø Ø§ÙÙÙÙÙÙÙÙ Ù٠إÙÙÙÙا ÙÙسÙØ£ÙÙÙÙ٠اÙÙجÙÙÙÙØ©Ù Ø ÙÙÙÙعÙÙÙذ٠بÙÙÙ Ù ÙÙ٠اÙÙÙÙØ§Ø±Ù Ø Ø§ÙÙÙÙÙÙÙÙ Ù٠اجÙعÙÙÙÙÙا ÙÙدÙاة٠٠ÙÙÙتÙدÙÙÙÙ٠غÙÙÙر٠ضÙاÙÙÙÙÙÙÙ ÙÙÙا٠٠ÙضÙÙÙÙÙÙÙÙ Ø Ø±ÙبÙÙÙÙا آتÙÙÙا ÙÙ٠اÙدÙÙÙÙÙÙا ØÙسÙÙÙØ©Ù ÙÙÙÙ٠اÙآخÙرÙØ©Ù ØÙسÙÙÙØ©Ù ÙÙÙÙÙÙا عÙØ°Ùاب٠اÙÙÙÙارÙ.
Wassalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Silahkan Rujuk Info ini Bagi yang belum Membacanya:
*Berqurbanlah dan ini Syarat Syarat Hewan Qurban*
https://retizen.republika.co.id/posts/12164/berqurbanlah-dan-ini-syarat-syarat-hewan-qurban
*****
*Kumpulan Fatwa-Fatwa Ulama Seputar Shalat Ied*
Segala puji bagi Alloh Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasululloh, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Alloh Subhaanahu wa Taâala memerintahkan kita bertanya kepada para ulama jika kita tidak mengetahui, Dia berfirman,
ÙÙاسÙØ£ÙÙÙÙا Ø£ÙÙÙÙ٠اÙØ°ÙÙÙÙر٠إÙÙÙ ÙÙÙÙتÙÙ Ù ÙÙا تÙعÙÙÙÙ ÙÙÙÙ
âMaka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,â (Qs. An Nahl: 43 dan Al Anbiya: 7).
Berikut kami hadirkan fatwa-fatwa ulama seputar shalat Ied yang kami terjemahkan dari media telegram Fawaid wa Durar dan situs saaid.net , semoga Alloh menjadikan penerjemahan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allohumma aamin Ya Mujibas Sa'ilin.
*Fatwa-fatwa ulama seputar shalat Ied*
1. Pertanyaan: Apa pendapat Anda tentang hukum shalat Ied?
Jawab: Menurutku, shalat Ied hukumnya fardhu ain, dan tidak boleh bagi kaum lelaki meninggalkannya, bahkan mereka harus menghadirinya, karena Nabi shallallohu alaihi wa sallam memerintahkan untuk menghadirinya, bahkan memerintahkan kaum wanita baik yang gadis maupun yang dipingit untuk keluar ke (lapangan) shalat Ied. Beliau juga memerintahkan wanita haidh untuk keluar menuju (lapangan) shalat Ied, akan tetapi mereka menyingkir dari tempat shalat. Ini menunjukkan penekanannya. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa wa Rasail jilid 16, kitab Shalatul Iedain). Menurut kami, bahwa kaum wanita diperintahkan diperintahkan juga untuk shalat Ied menyaksikan kebaikan dan ikut serta dengan kaum muslimin (yang laki-laki) dalam shalat mereka serta dalam doa mereka. Akan tetapi wajib bagi mereka keluar tanpa mengenakan wewangian dan tidak bertabarruj (bersolek), sehingga mereka dapat memadukan antara mengerjakan Sunnah Nabi shallollahu alaihi wa sallam dan menjauhi fitnah. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/211).
2. Pertanyaan: Apa saja adab di hari raya?
Jawab: (1) Dianjurkan bertakbir, (2) memakan kurma dalam jumlah ganjil sebelum berangkat shalat Ied (pada saat Iedul Fitri), (3) mengenakan pakaian yang indah, namun ini bagi kaum lelaki, adapun bagi wanita maka tidak mengenakan pakaian menarik ketika keluar ke lapangan shalat Ied, (4) mandi untuk shalat Ied, (5) mengucapkan selamat antara yang satu dengan yang lain, (6) bagi yang berangkat shalat Ied disyariatkan menempuh suatu jalan dan pulang melalui jalan yang lain. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/216-223) Thabrani dalam Al Kabir meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Habib bin Umar Al Anshariy dari ayahnya, ia berkata, âAku pernah bertemu dengan Watsilah pada hari raya, lalu aku mengucapkan âTaqabbalallohu minna wa minka/minkumâ (artinya: semoga Alloh menerima amal ibadah kami dan kamu), lalu ia menjawab, âYa, taqabbalallohu minna wa minka/minkum,â (Muâjam Kabir 22/52)
3. Pertanyaan: Apakah sunnahnya berangkat ke lapangan shalat Ied sambil berjalan ataukah menaiki kendaraan?
Jawab: Sunnahnya berjalan kaki kecuali jika butuh naik kendaraan, maka tidak mengapa. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/235).
4. Pertanyaan: Apa hikmah menempuh jalan yang berbeda pada hari raya?
Jawab: (1) Mengikuti Nabi shallallohu alaihi wa sallam, karena ini termasuk sunnah Beliau (2) menampakkan salah satu syiar, dan itu merupakan salah satu syiar shalat Ied di seluruh pasar yang ada di suatu negeri, (3) memperhatikan penduduk pasar yang terdiri dari kaum fakir dan lainnya, (4) kedua jalan yang dilaluinya itu akan memberikan kesaksian untuknya pada hari Kiamat, (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/237).
5. Kapan takbir dimulai pada hari raya Idul Fitri, dan kapan berakhirnya?
Jawab: Takbir pada hari raya (Idul Fitri) dimulai dari sejak tenggelam matahari akhir bulan Ramadhan hingga imam datang untuk shalat Ied. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/259).
6. Pertanyaan: Apa hukum shalat Ied di masjid?
Jawab: Makruh mengadakan shalat Ied di masjid-masjid kecuali ada uzur, karena sunnahnya adalah mengerjakannya di lapangan. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/230).
7. Pertanyaan: Kapankah waktu shalat Ied?
Jawab: Waktu shalat Ied dimulai dari naiknya matahari setinggi satu tombak (kira-kira 15 menit setelah syuruq/matahari terbit) sampai tergelincir matahari (Zhuhur), hanyasaja dianjurkan shalat Idul Adhha dimajukan, sedangkan shalat Idul Fitri ditunda berdasarkan riwayat bahwa Nabi shallallohu alaihi wa sallam melakukan shalat Iedul Adha ketika matahari setinggi satu tombak, dan melakukan shalat Idul Fitri ketika matahari setinggi dua tombak (kira-kira setengah jam setelah syuruq -pent). (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/229).
8. Pertanyaan: Apa hukum mendahulukan khutbah Ied sebelum shalat?
Jawab: Mendahulukan khutbah Iedain sebelum shalat adalah bidâah yang diingkari oleh para sahabat radhiyallahu anhum. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/249).
9. Pertanyaan: Apakah dalam pelaksanaan Ied ada dua kali khutbah atau satu kali?
Jawab: Sunnahnya khutbah Ied sekali saja, tetapi jika dilakukan dua kali maka tidak mengapa. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/248).
10. Pertanyaan: Apakah dalam shalat Ied ada azan dan iqamat?
Jawab: Dalam shalat Ied tidak ada azan dan iqamat. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/237)
11. Pertanyaan: Apa hukum panggilan (seperti Ash Shalatu Jamiâah, dsb.) untuk shalat Ied?
Jawab: Panggilan untuk shalat Ied (seperti yang disebutkan) adalah bidâah yang tidak ada dasarnya.â (Ibnu Baz, Majmu Fatawa 23/13)
Panggilan untuk shalat Iedain dengan ucapan âAsh Shalatu Jamiâahâ dan kalimat semisalnya tidak diperbolehkan, bahkan hal itu merupakan bidâah yang diada-adakan. (Fatawa Lajnah Daimah 8/316)
12. Pertanyaan: Bagaimanakah tatacara shalat Ied?
Rakaat pertama, dia bertakbir dengan takbiratul ihram, lalu membaca doa istiftah, kemudian bertakbir sebanyak enam kali. Setelah itu membaca surat Al Fatihah ditambah surat Al Aâla atau surat Qaaf pada rakaat pertama.
Rakaat kedua, saat bangkit dari sujud ia bertakbir, kemudian bertakbir lagi sebanyak lima kali takbir ketika telah berdiri, lalu membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya. Jika pada rakaat pertama ia membaca surat Al Aâla (setelah Al Fatihah), maka pada rakaat kedua ia membaca surat Al Ghasyiyah. Namun jika pada rakaat pertama ia membaca surat Qaaf (setelah Al Fatihah), maka pada rakaat kedua ia membaca surat âIqtarabatis saâatu wansyaqqal qamarâ (surat Al Qamar). (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/223)
13. Pertanyaan: Apa hukum shalat Ied yang hanya membaca takbiratul ihram pada shalatnya?
Jawab: Shalatnya sah jika hanya membaca takbiratul ihram, karena takbir tambahan setelahnya adalah sunah. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/238)
14. Pertanyaan: Kapan dimulai membaca doa istiftah dalam shalat Ied?
Jawab: Dimulai membaca doa istiftah setelah takbiratul ihram. Namun dalam masalah ini ada kelonggaran, sehingga jika seseorang menundanya dan memulainya setelah takbir terakhir, maka tidak mengapa. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/240)
15. Pertanyaan: Apa bacaan antara masing-masing takbir dalam shalat Iedain?
Jawab: Tidak ada dzikir tertentu di antara takbir-takbir itu, tetapi ia bisa memuji Alloh, menyanjung-Nya dan bershalawat kepada Nabi shallallohu alaihi wa sallam dengan cara yang ia kehendaki, dan jika ia tidak membacanya juga tidak mengapa, karena hal itu hukumnya sunah. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/241)
Disyariatkan baginya memuji Allah, mensucikan-Nya, mengagungkan-Nya, dan bershalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam antara masing-masing takbir. (Lajnah Daimah 8/302)
16. Pertanyaan: Apa hukumnya jika seorang lupa mengucapkan beberapa takbir (setelah takbiratul ihram) sehingga ia langsung membaca surat?
Jawab: Jika seorang lupa mengucapkan beberapa takbir dalam shalat Ied sehingga langsung memulai membaca surat, maka telah gugur (terlewat), karena hal itu hanyalah suatu sunah yang terlewatkan, sebagaimana seseorang ketika lupa membaca doa istiftah, lalu ia langsung membaca surat, maka gugur pula (membacanya). (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/244).
17. Pertanyaan: Apa hukumnya jika saya mendapatkan imam dan telah terlewatkan beberapa takbir tambahan?
Jawab: Jika engkau masuk dalam shalat bersama Imam di sela-sela takbir, maka terlebih dahulu bertakbirlah engkau sebagai takbiratul ihram, lalu sellebihnya ikutilah imam dan yang telah lewat menjadi gugur bagimu. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/245).
18. Pertanyaan: Bagaimana jika seseorang tertinggal dari mengucapkan beberapa takbir dalam shalat Ied?
Jawab: Menjadi gugur baginya dan ia tidak perlu mengqadhanya. Demikian pula ketika ia lupa atau lupa sebagiannya sehingga langsung memulai membaca, maka ia tidak perlu membacanya, karena takbir itu hanya sunah dan telah lewat tempatnya. Adapun jika ia terlambat (masbuq) sehingga terlewatkan satu rakaat secara sempurna bersama imam, maka ia bertakbir dengan mengucapkan beberapa takbir rakaat yang tertinggal itu. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/241).
19. Pertanyaan: Jika seorang masuk ke dalam shalat Ied, sedangkan imam telah selesai dari rakaat pertama, bagaimanakah mengqadhanya?
Jawab: Mengqadhanya setelah imam selesai salam sesuai pratek yang dilakukannya, yakni mengqadhanya dengan mengikuti takbir yang diucapkan imam. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/256).
20. Pertanyaan: Apakah khatib memulai khutbah Ied dengan istighfar atau dengan takbir?
Jawab: Adapun dengan istighfar, maka tidak demikian, dan aku tidak mengetahui adanya ulama yang berpendapat demikian, sedangkan dengan tahmid atau takbir, maka para ulama berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat, dimulai dengan takbir, dan ada pula yang berpendapat, dimulai dengan tahmid. Namun dalam hal ini terdapat kelonggaran. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/248).
21. Pertanyaan: Apa hukum menghadiri khutbah Ied?
Jawab: Menghadirinya tidak wajib. Barang siapa yang ingin menghadirinya, menyimak dan mengambil manfaat silahkan, dan barang siapa yang ingin pergi juga silahkan. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/249).
22. Pertanyaan: Apakah sunnahnya khatib berdiri dalam shalat Ied ataukah duduk?
Jawab: Sunnahnya baik dalam khutbah Ied maupun khutbah Jumat adalah khatib berdiri. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/247).
23. Pertanyaan: Apakah sunnahnya bagi imam berkhutbah di atas mimbar dalam shalat Ied?
Jawab: Sebagian ulama menganggap sunnah, namun ulama yang lain berpendapat bahwa lebih utama khutbah Ied tanpa mimbar. Namun dalam hal ini terdapat kelonggaran. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/250).
24. Apa hukum takbir secara jamaâi (bersama-sama) dalam hari raya?
Jawab: Takbir jamaâi dalam hari raya tidak disyariatkan. Sunnahnya adalah manusia bertakbir dengan suara keras, dimana masing-masing mereka bertakbir. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/268).
25. Pertanyaan: Di tempat kami pada sebagian masjid seorang muazin mengeraskan takbir dengan pengeras suara, lalu orang-orang yang berada di belakangnya mengikuti ucapannya, apakah ini termasuk bidâah ataukah dibolehkan?
Jawab: Ini termasuk bidâah, karena yang sudak maklum dari petunjuk Nabi shallallohu alaihi wa sallam dalam hal dzikr adalah masing-masing orang berdzikir menyebut nama Alloh Subhanahu wa Taâala. Oleh karena itu, tidak sepatutnya keluar dari petunjuk Nabi shallallohu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. (Ibnu Utsaimin, Asâilah wa Ajwibah fi Shalatil Iedain hal. 31).
26. Pertanyaan: Seperti apa lafaz takbir dalam dua hari raya?
Jawab: Lafaznya âAllohu akbar, Allohu akbar, Laailaahaillallohu wallohu akbar, Allohu akbar walillahil hamdâ atau âAllohu akbar, Allahu akbar, Allohu akbar, Laailaahaillallohu wallahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd.â (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/259).
27. Pertanyaan: Saya pergi ke lapangan shalat Ied, namun saya dapatkan imam telah selesai shalat Ied dan mulai melakukan khutbah Ied, apakah saya harus mengqadha?
Jawab: Barang siapa yang tertinggal shalat Ied berjamaah, maka dianjurkan baginya untuk mengqadhanya kapan saja, pada hari itu yang masih tersisa, besoknya, atau lusanya. Akan tetapi para Ahli Fiqih berbeda pendapat tentang tatacara mengqadhanya, ada yang berpendapat mengqadhanya empat rakaat dengan satu salam atau dua salam. Namun yang raiih (kuat) adalah pendapat jumhur (mayoritas) para Ahli Fiqih, yaitu bahwa shalat Ied diqadha sesuai praktek shalat Ied, sehingga engkau lakukan dua rakaat dengan tujuh kali takbir pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua. Dan mengqadhanya bisa sendiri-sendiri atau berjamaah. (Syaikh Dr. Hisam Affanah, Dosen Fiqih dan Ushul Fiqih di Univ. Al Quds, Palestina).
28. Apabila kaum muslimin telah melakukan shalat Ied atau istisqa di luar kota di lapangan, maka tidak disyariatkan bagi orang yang mendatangi lapangan melakukan shalat sunah terlebih dahulu, baik tahiyyatul masjid maupun lainnya. Hal ini merupakan bentuk pengamalan terhadap hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma, bahwa Nabi shallallohu alaihi wa sallam pernah keluar (ke lapangan) pada hari raya Idul Fitri, lalu shalat dua rakaat, dan tidak melakukan shalat apa-apa baik sebelumnya maupun setelahnya. Akan tetapi jika shalat Iedain atau shalat istisqa ditegakkan di salah satu masjid di kota itu, maka tidak mengapa melakukan shalat tahiyyatul masjid saat masuk, tetapi ia tidak melakukan shalat sunah lainnya. (Lajnah Daimah no. 12515).
29. Pertanyaan: Apa hukum shalat Ied bagi musafir?
Jawab: Tidak disyariatkan bagi musafir melakukan shalat Ied, akan tetapi apabila musafir berada di suatu kota yang ditegakkan shalat Ied di sana, maka ia diperintahkan untuk shalat bersama kaum muslimin. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/236).
Wallohu aâlam wa shallallohu âalaa Nabiyyina Muhammad wa âalaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Diterjemahkan Oleh: *Dr. Abu Yahya Marwan Hadidi, S.Pd, I, M.Pd, I*
Diedit & Muroja'ah/Koreksi: *Abu Fayadh Muhammad Faisal Al Jawy al-Bantani, S.Pd, M.MPd, M.Pd, I*
*Referensi/Maraji':* Telegram Fawaid wa Durar, Maktabah Syamilah versi 3.45, https://saaid.net/mktarat/eid/103.htm dll.
Semoga bermanfaat info ini, Barokallohu fiikum.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.