Tentang Menulis Paruh Waktu
Gaya Hidup | 2022-04-24 19:08:58Menulis sebuah artikel atau bahkan buku memang bukan pekerjaan yang gampang. Butuh waktu dan kemampuan yang bagus untuk menjalin kalimat demi kalimat sehingga gagasan yang disampaikan dipahami oleh pembaca. Sebagai seorang yang suka menulis, saya biasanya riset dulu sebelum menulis sebuah artikel yang idenya ada dalam pikiran saya. Untuk koran yang prestisius seperti Kompas saya butuh waktu seminggu untuk membuat artikel dan media lain selain kompas, biasanya selama tiga hari. Maklum saja, Kompas sangat ketat dalam menyeleksi artikel, bukan saja bersaing dengan sesama penulis, akan tetapi yang memasukan tulisan ke Kompas, adalah para pejabat penting di negeri ini. Mulai dari Menteri, Duta besar, bahkan Wapres pun terkadang juga mengirim artikel di Kompas. Redaksi kompas pernah mengembalikan artikel saya dengan catatan " sangat layak muat, namun mohon maaf kami kehabisan ruang untuk artikel ini". Artinya sudah ada artikel-artikel yang sangat luar biasa dari orang yang tidak biasa.
Saya adalah seorang ASN pusat yang ditempatkan dikantor Provinsi. Jam kantor ASN dimulai dari pukul 8 sampai 5 sore. Saya ditempatkan ditempat yang mengurusi ribuan mutu guru di 17 kabupaten/ kota. Sebagai instansi pusat, kami memiliki kegiatan-kegiatan nasional yang biasanya dua kali sebulan kami ke Jakarta, Jogya dan kota-kota lain di Jawa, dan yang pasti Jakarta menjadi agenda rutin kami. Saya merasa sangat kesulitan mencari waktu untuk menulis. Biasanya saya juga menjadi narasumber berbagai workshop dan pelatihan peningkatan mutu guru yang mengakibatkan saya semakin tidak punya waktu untuk menulis dan membaca. Jam istrahat yang hanya satu jam dikantor hanya bisa digunakan untuk sholat dan makan siang. Satu-satunya pilihan, saya menulis dan membaca dihari Sabtu dan Minggu dimana alokasi waktunya dua jam untuk menulis dan dua jam untuk membaca dengan begitu saya bisa menyelesaikan membuat artikel atau buku walaupun dalam waktu yang lama.
Pernah saya bereksperimen untuk menjadi penulis full time, teryata hasilnya miris. Mayoritas masyarakat di negara ini memiliki minat baca hampir nol persen. Bahkan ada yang tidak mampu menyelesaikan satu buku dalam satu tahun. Artinya kemauan membeli buku juga rendah. Ada memang penulis yang bisa hidup dari menulis saja misalnya saja Andrea Hirata, Tere Liye, Habiburahman, Reynald Kasali, Asma Nadia, Dewi Lestari, dll tapi itu hanya segelintir. Buku best seller di Indonesia itu, ukuaranya jika terjual 3000 copy dalam sebulan maka itu adalah rekor dan penulis mendapat 10 persen . Buku yang terjual 3000 copy satu bulan itu sangat langka di Indonesia. Jadi untuk menjadi penulis full time sangat beresiko manjadi pengemis full time jika gagal.
Meskipun sangat tidak punya waktu menulis dihari-hari Senin sampai Jumat, saya berusaha konsisten di jadwal Sabtu dan Minggu itu. Menjadi penulis memang tidak menjanjikan materi, namun menjanjikan kompetensi dan kemampuan yang meningkat dan mungkin juga kecerdasan yang bertambah, karena siapa saja yang bisa menulis adalah orang yang suka membaca. Siapa yang suka membaca akan banyak mengetahui segala hal tentang berbagai macam pengetahuan. Maka jika kita tidak bisa menjadi penulis full time, penulis paruh waktu pun sudah lumayan. Dengan metode menulis Sabtu dan Minggu maka saya bisa membuat satu buku selama enam bulan durasi waktu ini juga dibutuhkan seorang penulis full time dalam menyelesaikan satu buku. Kesimpulanya bagi siapapun yang punya semangat yang menyala-nyala dalam dada untuk jadi penulis namun memiiliki pekerjaan utama yang menuntut waktu yang terikat seperti guru, ASN, dosen dll, sehingga tidak bisa jadi penulis full time, maka jadilah penulis paruh waktu. Dengan menjadi penulis adalah otomatis akan menjadi seorang yang mencintai dan pembaca buku yang baik.
Selamat menjadi penulis paruh waktu, menulis tidak susah hanya butuh riset dan semangat membaca, siapa saja bisa jadi penulis.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.