Panitia Simposium Kawasan PPIDK Timtengka 2021: Jatuh Bangun Sang Pionir Konsep Hybrid
Eduaksi | 2021-05-27 06:59:49Rentetan acara Simposium Kawasan PPIDK Timtengka (Timur Tengah dan Afrika) 2021 usai sudah. Siapa sangka, ketidakpastian keadaan, keterbatasan tenaga, tuntutan dari berbagai pihak hingga perombakan struktur panitia justru membuahkan inovasi yang menuai apresiasi. Tidak sedikit risiko yang harus ditanggung untuk setiap keputusan. Namun pada akhirnya, solidaritas 35 mahasiswa yang tergabung dalam Panitia Simposium Kawasan PPIDK Timtengka 2021 ini berhasil menorehkan sebuah sejarah bagi PPI Dunia; menjadi pionir pelaksanaan Simposium Kawasan secara hybrid, yang memadukan konsep luring dan daring.
"Berawal dari spontanitas belaka, saya enggak nyangka ternyata bisa sampai seperti ini," Ujar Alfy Isa Muharram, Ketua Panitia Simposium Kawasan PPIDK Timtengka 2021.
Kala itu Juli 2020. PPI Tunisia yang seharusnya menjadi tuan rumah Simposium Kawasan 2020 mengundurkan diri, sehingga Simposium Kawasan ditiadakan dan diubah menjadi Kongres Kawasan. Isa âbegitu ia akrab dipanggilâyang merupakan Kepala Kantor Komunikasi PPIDK Timtengka kebetulan diberikan amanah menjadi fasilitator Kongres Kawasan. Kongres itu berjalan, laporan pertanggungjawaban dari pengurus sudah disampaikan lalu berlanjut ke pemilihan Koordinator dan Wakil Koordinator PPIDK Timtengka 2020-2021. Sampailah acara pada pemilihan tuan rumah simposium. Menurut Isa, saat itu tidak ada PPI Negara yang mencalonkan diri. Hal ini dilatarbelakangi adanya lockdown di banyak negara, sehingga membuat keadaan kurang kondusif untuk pelaksanaan simposium. Melihat adanya celah, Isa pun mengajukan nama PPMI Mesir untuk menjadi tuan rumah. Alasannya, Mesir adalah satu-satunya negara di Timur Tengah yang membuka kembali negaranya pasca lockdown. Mesir bahkan mempromosikan kembali pariwisata mereka. Mesir juga memiliki daya tarik tersendiri, seperti Al-Azhar, nilai-nilai sejarahnya, serta negara yang juga menjadi poros pergerakan mahasiswa Indonesia di Timur Tengah. Begitu yang ia sampaikan di forum.
"Dan ternyata, bola panas itu disambut baik sama ketua 18 PPI Negara. Akhirnya keputusannya gimana sama Presiden (PPMI Mesir). Presiden (PPMI Mesir) waktu itu enggak bisa langsung memberi keputusan. Kalau enggak salah seminggu lah baru ada keputusan," Ungkap Isa saat ditemui pada Sabtu, 22 Mei 2021.
Dalam kurun waktu seminggu, Presiden PPMI Mesir, Farhan Azis Wildani berkonsultasi dengan pihak-pihak yang bersangkutan seperti KBRI Kairo juga Badan Pengurus Harian PPMI Mesir. Pada Agustus 2020, ditetapkanlah PPMI Mesir sebagai tuan rumah Simposium Kawasan 2021. Akhmad Zaini Arifin dan Nafilah Azzahra ditunjuk sebagai ketua panitia. Melihat luasnya spektrum simposium, dibutuhkanlah komunikator, sebagai penghubung antara PPMI Mesir dan PPIDK Timtengka serta pihak lain yang akan terlibat. Isa sedang di Indonesia waktu diminta untuk mengisi posisi ini. Tidak sampai hati menolak, Isa menganggap amanah ini adalah beban moral yang harus ia pikul karena ialah yang melempar inisiatif agar PPMI Mesir menjadi tuan rumah. Dengan begitu, ditetapkanlah tiga ketua Simposium Kawasan PPIDK Timtengka 2021.
Tekanan Eksternal di Tengah Kerapuhan Internal: Fase Pahit Berbuah Manis
Struktur kepanitiaan kemudian disusun pada September 2020. Terhitung 72 orang dipilih menjadi panitia. Jumlah yang cukup masif ini didasarkan atas konsep awal simposium, yang seluruhnya diadakan luring di dua kota, yaitu Kairo dan Alexandria.
Keadaan lalu berdinamika bersama waktu dan perubahan-perubahan yang sebelumnya tidak terprediksi. Januari 2020, salah satu panitia mengundurkan diri. Pengunduran diri yang pertama ini kemudian diikuti dengan belasan hingga puluhan lainnya.
"Saya merasa gitu. Perubahan-perubahan itu yang membuat mereka keluar. Artinya apa? Enggak semua orang siap untuk perubahan. Dari 72 panitia, jadi 39 orang. 55% lah," Papar Isa.
Pengunduran diri bahkan juga diajukan oleh salah satu nahkoda simposium. Kekuatan pun terpecah, membuat tenaga yang dikerahkan tidak semaksimal yang dibutuhkan. Melihat goyahnya internal panitia serta prediksi pandemi yang semakin tidak kondusif, konsep luring yang dari awal ingin diusung menerima sanggahan. Simposium disarankan untuk diadakan secara daring.
Di tengah-tengah keadaan itu, dukungan semakin surut. Pergerakan panitia menjadi pasif. Sampai akhirnya pada Maret 2021, diputuskanlah perombakan struktur panitia. Perombakan struktur yang merupakan langkah sulit ini ternyata malah membukakan banyak jalan keluar.
"Jadi kalau bisa disebutin sih timelinenya dari sejak kepanitiaan dibentuk sampe bulan Maret itu enggak ada pergerakan yang signifikan, enggak ada akselerasi di persiapan panitia, itu masih ngambang, kayak kita tuh dihadapkan dengan ketidakpastian. Cuma ketika ada panitia baru, disitu saya melihat ada masa depan yang lebih cerah gitu. Saya ngelihat semangat optimistis dari teman-teman panitia," Jelasnya.
Pertengahan April 2021, audiensi perdana ke KBRI Kairo dilakukan membawa konsep hybrid dan berhasil menggaet suport penuh KBRI Kairo. Berangkat dari hasil audiensi ini, optimisme mulai terbangun kembali. Pergerakan panitia pun mulai lebih hidup dan dinamis.
Tantangan selanjutnya rupanya masih harus dihadapi. Saat mengejar persiapan dan keterlambatan, panitia bergantian jatuh sakit. Isa menyadari, hal ini adalah salah satu konsekuensi yang akan diterima saat memforsir pekerjaan. Masa ujian akhir semester yang mendekat pun tak luput dari perhitungan.
"Di sebulan itu kan awalnya kita offline nyiapinnya, enggak kayak kemarin hybrid. Intinya ya memang ada risiko di balik dinamika cepat. Ya kesehatan, waktu, apalagi sedang pandemi. Intinya situasinya itu benar-benar complicated gitu. Banyak unsur yang harus diperhatikan. Gak hanya acara, tapi kesehatan, terus kita juga sebagai pelajar, mahasiswa di sini dihadapkan dengan ujian, gitukan," Kata Isa yang sedang menjalani tahun ketiganya sebagai mahasiswa strata 1 Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar Kairo.
Meski begitu, dirinya tak memungkiri bahwa konsep yang dibawa oleh simposium akhirnya berhasil menjadi sorotan. Terbukti, setelah Sesi Panel Daring simposium dilaksanakan, penggunaan virtual background (latar belakang virtual) mulai ramai digunakan.
Simposium Saat Pandemi; Kuncinya Tetap Tenang dan Adaptasi
Zaim Islach, Koordinator Bagian Acara Simposium Kawasan PPIDK Timtengka 2021 mengaku ia dan timnya sudah menyusun puluhan konsep sebelum akhirnya memutuskan menyelenggarakan acara secara hybrid. Namun perubahan konsep ternyata tak berhenti di situ saja. Setelah konsep hybrid, rentetan acara luring simposium seperti Grand Opening, Sidang Internal, Sidang Komisi, City Tour dan Grand Closing masih terus menyesuaikan keadaan hingga lahir 12 konsep lain. Meski pada akhirnya, imbauan Pemerintah Mesir dan KBRI Kairo tentang pengetatan protokol kesehatan membuat acara-acara luring harus dihapuskan dan dipadatkan menjadi satu agenda, yakni Sidang Internal dan Penutupan. Hingga bisa bertahan mengawal acara, Zaim membeberkan beberapa tipsnya.
"Tentu cara yang pertama untuk menghadapi seluruh keadaan ini pertama kita harus tenang. Calm down dulu jangan di bawa panik. Yang kedua untuk menghadapi ini kita juga melihat keadaan Mesir, kepanitiaan dan peserta," Terang Zaim.
"Oke keadaan Mesir seperti ini, Kalau peraturannya begini kita cari celah dulu. Cari celah di titik mana kita bisa masuk. Di titik mana konsep kita tidak berubah. Misalnya saat penyesuaian peraturan ada penampilan yang bisa tidak kita hapus, kita usahakan untuk pertahankan. Ada konsep yang bisa kita masukkan dalam keadaan pandemi seperti ini kita masukkan. Jadi kita meminimalisir penghapusan konsep sampai titik darah penghabisan," Ia melanjutkan.
Penyesuaian demi penyesuaian ini tidak lantas semulus yang dikatakan. Ada saat dirinya merasa gagal, terguncang dan pesimis. Tetapi, ada saja yang membuatnya berhasil bangkit kembali.
"Salah satunya yang membuat saya yakin acara bisa berhasil dan saya bisa melewati fase sedih saya, pertama tim acara yang solid banget. Teman-teman Bagian Acara ini alhamdulillah sangat solid begitu pun teman-teman simposium semuanya. Tetap loyal, tetap semangat walaupun diterpa berbagai macam keadaan," Ujar mahasiswa tingkat 4 Fakultas Syariâah Islamiyyah Universitas Al-Azhar Kairo ini.
Zaim berkata, selain solidaritas tim, optimisme ia dapat saat mengingat lagi tujuan awal simposium. Ia yakin, melalui simposium, gagasan-gagasan segar terkait isu-isu yang sedang terjadi bisa dibangun. Ini menjadi bukti kepedulian mahasiswa Indonesia di kawasan Timur tengah dan Afrika. Di samping itu, simposium juga menjadi wadah edukasi bagi para pesertanya. Ia pun percaya, PPMI Mesir berpotensi memelopori konsep simposium hybrid, sehingga menjadi cerminan untuk kegiatan di masa pandemi lainnya di ranah PPI Dunia.
Pernyataan senada juga disampaikan Nur Laili Maftukhah, ketua baru simposium yang bergabung pada Februari 2020.
"Ketika melihat harus mengubah konsep A ke konsep B, kemudian konsep C, ke konsep D itu sangat-sangat berat. Tapi kalau dipikir lagi, enggak yang seberat itu sebenarnya. Kayak cuma âOh ternyata di dalam kesempitan kita memang dipaksa untuk nyari alternatifâ dan keseruannya ya di situ sih. Pada akhirnya saya mikirnya ini ada keseruan yang enggak akan saya dapatkan di tempat lain," Ujarnya ketika dihubungi Senin malam, 24 Mei 2021, setelah paginya menghadapi Ujian Lisan Al-Qurâan. Laili merupakan mahasiswi tingkat 4 di Universitas Al-Azhar Kairo, strata satu Fakultas Syariâah Islamiyyah.
Ia juga mengatakan, hubungan antar panitia yang erat juga menjadi salah satu faktor simposium bisa berjalan, di samping banyaknya perubahan dan kendala.
"Panitia kerennya di sini. Karena kita dihadapkan dengan banyak situasi, sehingga kita mau enggak mau beradaptasi. Ya udah deh, dari situ kita jadi sefrekuensi," Jelas Laili.
Bagian Media: Garda Depan Eksekutor Konsep
Lain lagi ceritanya dengan Bagian Media. Ketika ditemui di basecamp Simposium pada Sabtu, 22 Mei 2021 di sela-sela kesibukannya mengedit foto, Zahid, âMuhammad Zahid Al Jundi, Koordinator Bagian Media Simposium PPIDK Timtengka 2021âmengisahkan lika-liku dan âkenekatanâ Bagian Media.
"Ini media ya. Padahal kita jorjorannya di media, tapi jumlah teman-teman media pun cuma segini," Ujarnya.
"Kita nekat sih sebetulnya ini tuh. Setiap bidang kita cuma punya satu dan maksimal dua orang yang standby. Dan ada kemungkinan kalau dia tiba-tiba enggak bisa atau berhalangan. Itu kan kita enggak bisa eksekusi acara. Sementara memang satu atau dua orang ini kunci utama gitu lo di setiap bidang yang ada. Kecuali mungkin teman-teman bagian desainer. Mereka punya tiga orang. Tapi di bagian foto dan video kita cuma punya tenaga satu atau dua orang. Kalo seandainya mereka enggak ada gimana? Ya udah kita enggak punya orang lain lagi ," Ungkap Zahid.
Dengan total delapan orang, Zahid dan timnya berhasil mengatasi keterbatasan itu. Ia bersyukur, sampai acara berakhir, belum pernah terjadi personil media ada yang berhalangan, sehingga kegiatan tetap bisa terselenggara dengan lancar.
Sebagaimana Bagian Acara, Bagian Media pun turut berpacu dengan keadaan. Mempertimbangkan protokol kesehatan, mempertahankan tujuan utama simposium namun juga ingin menyajikan visual yang maksimal. Tak ayal, dua hari sebelum Sesi Panel Daring, konsep yang sudah matang, direvisi. Pembawa acara yang sebelumnya hanya perlu memandu dari tempat masing-masing diajak hadir ke basecamp. Peralatan seperti green screen, kamera, monitor, lighting, mikrofon dan sebagainya pun baru lengkap sehari sebelum acara. Memanfaatkan green screen, Zahid berharap acara bisa tetap hidup dan tidak membosankan meski hadirin tidak bertatap muka lKontrol
Menurut Zahid, di tengah keadaan yang sudah tidak sama lagi ini, semua orang harus mampu belajar beradaptasi. Ia juga mengatakan, teman-teman mahasiswa Indonesia di Mesir sebenarnya memiliki potensi untuk mengadakan acara dengan menyesuaikan kondisi pandemi. Sebagaimana yang ia lihat, teman-teman mahasiswa Indonesia di Mesir masih ingin mengadakan acara seperti kondisi sebelum Covid-19.
"Karena kondisi udah enggak normal lagi. Masa tetap pengen acara yang normal juga. Enggak, gitu. Kita ganti, banting setir ke acara yang memang menyesuaikan keadaan sekarang. Sebetulnya teman-teman masisir (mahasiswa Indonesia di Mesir) ini bisa. Cuma enggak mau mulai aja kayaknya. Harapannya ya simposium ini jadi tolok ukurnya," Paparnya.
Terlepas dari semua itu, ada yang paling berkesan untuk Zahid dari kepanitiaan ini. Ia menyampaikan, selama ia bergabung dalam kepanitiaan dan organisasi di PPMI Mesir sejak 2017, di simposium ini ia menemukan orang-orang yang betul-betul bertanggung jawab dengan tugasnya dan mengerjakan segalanya dengan totalitas.
"Ya âala kulli haal, itu yang ana salut di kepanitiaan ini. Orang-orang yang berani memulai dengan segala keterbatasan yang ada. Saling percaya sama tugas masing-masing, saling percaya sama teman-teman seperjuangan lainnya. Gitu," Jelasnya.
Zahid pun mengakui, setelah menyelenggarakan simpsosium, ternyata hal-hal yang sebelumnya terlihat sulit, sebenarnya bisa dilakukan.
"Kondisi sekarang itu sangat disruptif. Daripada kita terdisrupsi, kita harus paham landasan dan tujuan kegiatan yang dijalankan sehingga di kondisi apapun tetap punya solusi dan inovasi untuk bergerak," Pungkas Zahid.
(Penulis: Inayah Salsabil)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.