Terobosan Perbankan Syariah Menyongsong Indonesia Emas 2045
Bisnis | 2021-05-25 22:31:40Anda mungkin pernah mendengar sebuah celotehan jenaka tentang sebutan bagi orang-orang yang menghasilkan uang dari rumah dengan sebutan âmemelihara tuyulâ. Celotehan ini tentunya tidak dimaknai secara denotatif melainkan hanya sebuah analogi tentang tren menghasilkan uang tanpa harus terlihat seperti orang bekerja pada umumnya. Pergi pagi pulang petang secara rutin di waktu kerja, mengenakan seragam, dan bersantai ketika libur.
Salah satu cara menghasilkan uang adalah dengan bekerja. Memiliki pekerjaan tentunya adalah impian setiap orang. Bagaimana tidak, itu adalah salah satu cara yang lazim dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kita tidak mungkin hanya berdiam diri dan mengharapkan durian runtuh dari langit, kan? Kemudahan dalam bekerja pun pastinya menjadi pilihan semua orang. Sebagai contoh, jika ada pekerjaan yang sama baiknya namun salah satunya dapat dikerjakan dengan waktu yang lebih fleksibel, effort yang dikeluarkan pun lebih sedikit apalagi hasilnya lebih besar, hampir dapat dipastikan bahwa jenis pekerjaan itulah yang dipilih. Karena selain urusan pekerjaan, mungkin ada istri, suami, anak-anak, atau orang tua yang juga membutuhkan perhatian lebih secara waktu dan kehadiran. Maka, dapat dipastikan bahwa asas kemudahan dalam bekerja menjadi penting untuk diprioritaskan.
Tren menghasilkan uang atau bekerja sudah mulai bergeser menjadi bekerja dari rumah seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi. Tren ini memang sedang digandrungi generasi milenial dan semakin berkembang pesat serta menjangkau lebih banyak kalangan sejak ditetapkannya covid-19 sebagai pandemi pada Maret 2020. Menghasilkan uang dari rumah memang terlihat lebih mudah dan fleksibel karena erat kaitannya dengan pemanfaatan teknologi meskipun hanya dari dalam rumah, maka pantaslah jika generasi milenial merajai tren ini karena mereka merupakan generasi yang âmelekâ teknologi. Hubungan antara generasi milenial dan penggunaan teknologi ini erat kaitannya dengan fenomena bonus demografi dan pertumbuhan penetrasi perangkat mobile.
Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2020 dari Badan Pusat Statistik (BPS) yakni soal demografi penduduk Indonesia yang ternyata 53,81 persen merupakan generasi milenial dari total penduduk sebanyak 270,2 juta jiwa. Kondisi ini menunjukkan adanya bonus demografi yang merupakan fenomena langka karena hanya akan terjadi satu kali ketika proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) berada lebih dari dua pertiga jumlah penduduk keseluruhan. Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi dalam rentang waktu 2020-2035 dan akan mencapa puncaknya di 2028-2030. Menurut The Nielsen Global Survey of E-commerce, pertumbuhan penetrasi perangkat mobile di kota-kota besar di Indonesia mencapai 88 persen. Kepemilikan ponsel pintar ini menjadi salah satu faktor paling signifikan terhadap perilaku belanja daring. Berdasarkan riset Nielsen tersebut, Indonesia memiliki peringkat teratas secara global dalam hal penggunaan ponsel pintar untuk belanja daring. Sebanyak 61 persen konsumen memilih berbelanja menggunakan ponsel pintar.
Salah satu akibat dari kondisi yang memaksa orang untuk berada di dalam rumah telah mengubah pola transaksi pembayaran menjadi transaksi dalam bentuk digital. Melansir dari keuangan.kontan.co.id, terjadi peningkatan pembukaan tabungan yang signifikan di sejumlah bank besar di Indonesia di era pandemi Covid-19 ini. Tidak akan disebut pembeli jika tidak ada penjual. Itu artinya, UMKM pun semakin menggeliat di dunia online. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki dalam cnnindonesia.com mengungkapkan bahwa transaksi penjualan online produk UMKM meningkat hingga 350 persen di tengah pandemi covid-19. Fakta ini tentunya sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan transaksi pembayaran secara digital.
Merujuk pada beberapa fakta di atas, tiga bank syariah milik BUMN yakni BRI Syariah (BRIS), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan BNI Syariah (BNIS) pun cepat menanggapi situasi ini dengan adanya upaya untuk merger. Upaya ini mendapat persetujuan OJK dengan mengeluarkan surat dengan Nomor: SR-3/PB.1/2021 yang merupakan izin mergernya tiga bank ber-plat merah itu menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Terobosan ini diyakini menjadi salah satu upaya pengembangan ekonomi syariah yang juga menjadi pilar baru kekuatan ekonomi nasional serta mendorong Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah global. Selain itu, merger memudahkan akses semua kalangan masyarakat untuk mendapat pelayanan jasa keuangan yang sesuai prinsip-prinsip syariah. Dengan penduduk masyoritas muslim, potensi perbankan syariah kedepannya masih sangat besar.
Tumbuh dan berkembang di negara besar yang mayoritas jumlah penduduknya adalah muslim, membuat segala sesuatu yang berlabel halal dan syariah memiliki arti penting dalam kehidupan. Kesadaran masyarakat untuk menggunakan dan memindahkan segala sesuatu kepada sistem syariah sejalan dengan masifnya edukasi tentang hal ini. Literasi masyarakat yang semakin baik tentang bank syariah membuat kepercayaan masyarakat kepada bank syariah pun semakin besar. Hal ini pun semakin mendorong bank syariah untukm mengembangkan sistem pelayanannya.
Melansir republika.co.id, salah satu alasan pentingnya merger bank syariah BUMN adalah bank hasil merger akan memiliki produk yang lengkap, salah satunya adalah peningkatan pelayanan dan supporting terhadap UMKM. Hal ini pun menjadi salah satu usaha perbankan syariah dalam menghadapi Indonesia emas pada tahun 2045. Besarnya potensi generasi milenial dalam menentukan arah dan pola pembangunan menuju arah pembangunan yang lebih maju dan dinamis harus difasilitasi dengan upaya dari berbagai aspek untuk menyongsong Indonesia emas 2045.
#retizencompetition
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.