Kesiapan Profesi Dokter Hewan Bergelut dengan AI (Artificial Intelegence) untuk Menyambut Indonesia Emas
Riset dan Teknologi | 2024-11-01 10:09:50Sadar atau tidak, waktu untuk menuju tahun 2045 lebih dekat daripada kembali ke tahun 1995 menggunakan mesin waktu. Artinya, sudah semakin dekat perjalanan menuju Indonesia Emas 2045. Mahatma Gandhi, seorang tokoh terkenal yang berasal dari India pernah mengatakan, “the greatness of a nation and its moral progress can be judged by the way its animals are treated,”. Ungkapan dari Gandhi tersebut menyatakan bahwa kebesaran suatu bangsa dapat dinilai dari bagaimana bangsa tersebut memperlakukan hewan. Pada kalimat tersebut dalam konteks menyambut masa Indonesia Emas, dapat dimaknai bahwa untuk mencapai tujuan Indonesia Emas yang selama ini digadang-gadang, ada aspek kesejahteraan hewan yang harus diperhatikan, dalam hal ini membutuhkan peran profesi dokter hewan.
Menurut data dari Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) jumlah dokter hewan yang tercatat saat ini ada sekitar 13.500 dokter hewan, yang tersebar di 56 cabang PDHI di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut, masih jauh dari angka kebutuhan dokter hewan yaitu 50.000 dokter hewan untuk pelayanan kesehatan hewan yang merata di Indonesia. Lalu, kira-kira hal apa saja yang harus disiapkan, selain mempersiapkan kompetensi dalam ilmu kedokteran hwan dalam menghadapi arus perubahan industri –termasuk digitalisasi di segala aspek, sebagai seorang dokter hewan? Terlebih lagi, saat ini kemajuan zaman sudah didukung dengan adanya Artificial Intellegence (AI) atau kecerdasan buatan. Tentu akan terjadi perubahan tantangan sekaligus potensi yang dapat dikembangkan dalam profesi dokter hewan menuju Indonesia Emas.
Menilik dari pesatnya pergeseran teknologi dan perkembangan fitur AI yang terjadi di berbagai bidang, tentu bidang medik veteriner yang dijalani seorang dokter hewan juga dituntut untuk cepat melakukan shifting dan beradaptasi terhadap perubahan. Adanya fitur AI dapat dimanfaatkan sebagai jembatan dalam persiapan menyambut momen Indonesia Emas dalam beberapa tahun ke depan. Besar atau kecil, adanya fitur AI tentu akan berdampak pada kepakaran di bidang medik veteriner. Saat ini, menjadi suatu hal yang sangat wajar jika timbul rasa cemas terkait masa depan profesi dokter hewan. Pasalnya sudah bukan rahasia lagi bila banyak sekali tantangan dalam menjalani profesi sebagai seorang dokter hewan. Adanya fitur AI yang tidak dimanfaatkan dengan bijak, tentu dapat menjadi bumerang juga terhadap perkembangan profesi. Maka dari itu perlu kesiapan yang baik dari sumber daya manusianya, tidak hanya bagi para dokter hewan, tapi juga mahasiswa fakultas kedokteran hewan yang sedang menempuh pendidikan.
Era digitalisasi serta maraknya kelengkapan fitur AI dalam berbagai aplikasi, justru membuat kemampuan berpikir kritis (critical thinking) akan sangat diperlukan di masa mendatang. Proses pengoperasian fitur AI dan segala kelengkapannya tentu akan tetap memerlukan kerangka berpikir yang runtut. Maka dari itu, kesiapan yang diperlukan dalam menghadapi perubahan zaman selain kompetensi dalam profesi adalah peningkatan rasa percaya diri dan critical thinking ability untuk seorang dokter hewan di masa mendatang, khususnya generasi Z dan Alpha. Hal ini juga akan sangat berkaitan dengan momentum Indonesia Emas. Sehingga fitur AI tidak sebagai jalan pintas absolut yang justru mengerdilkan kemampuan kognitif yang berdampak negatif, tetapi justru sebagai penunjang dalam menjalani profesi sebagai seorang dokter hewan di masa mendatang. Mengingat keahlian seorang dokter hewan tidak hanya berhenti pada perawatan dan penanganan berbagai kasus penyakit, tetapi juga harus memiliki kemampuan berpikir kritis serta memiliki kepekaan terhadap perkembangan zaman di era serba digital saat ini.
Kompetensi sebagai seorang dokter hewan akan semakin bertambah nilainya, jika diimbangi dengan penggunaan teknologi fitur AI dan digitalisasi informasi secara tepat dan bijak dengan tetap mengedepankan critical thinking ability yang telah dipupuk sejak duduk di bangku perkuliahan. Tentunya dengan menggabungkan teori dalam ilmu kedokteran hewan yang diimplementasikan dengan memanfaatkan fitur teknologi terbaru, yakni AI. Harapannya agar ilmu yang didapatkan dapat diterapkan dan dirasakan langsung oleh pengguna jasa dokter hewan, dalam hal ini biasanya para pecinta hewan ataupun peternak.
Ketika kesiapan dokter hewan dari segi kompetensi yang diimbangi rasa percaya diri dan critical thinking ability dapat terpenuhi, kesiapan tahap selanjutnya agar mampu bersaing di masa depan adalah implementasi penggabungan teori dan praktik dengan teknologi. Pada masa mendatang dapat dipastikan ketika sebagai pelaku profesi tidak mampu menyandingkan teori dan keahlian hands on dengan teknologi maka akan cepat tertinggal. Salah satu contoh implementasi pada bidang medik veteriner menggunakan fitur AI dapat dilakukan dengan menghimpun data gejala klinis suatu penyakit, seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang sempat mewabah pada hewan ternak di Indonesia. Gejala klinis dari PMK dibagi polanya, dari gejala yang bersifat umum (ditemukan juga pada kasus infeksi penyakit lain seperti: nafsu makan menurun, demam dll.), hingga pola gejala yang timbul secara spesifik (patognomonik). Pada akhirnya data tersebut dibuat sebagai algoritma yang digunakan untuk menegakkan diagnosa penyakit dengan mengelolanya dalam suatu aplikasi berbasis AI.
Adapun penerapan lainnya, data gejala klinis berbagai penyakit hewan yang dikumpulkan juga dapat dikembangkan untuk hewan kesayangan, di mana pemilik hewan dapat melakukan deteksi dini gejala penyakit sebelum dibawa ke dokter hewan untuk mendapatkan pengobatan, mengingat banyaknya kasus emergency pada hewan kesayangan yang menuntut respons cepat dan pertolongan pertama. Kemudahan akses inilah yang nantinya juga akan menjadi pertimbangan pasar.
Implementasi lain melalu data yang dikelola dengan fitur AI juga dapat diterapkan dalam bidang epidemiologi veteriner yang membahas soal persebaran dan kejadian penyakit. Pola kejadian suatu penyakit dapat ‘diramalkan’ dan ketika data kejadian penyakit telah dihimpun selama beberapa waktu, maka akan dapat dilakukan mitigasi atau tindakan preventif untuk mengontrol terjadinya suatu penyakit yang berimbas pada produktivitas ternak. Tentunya hal seperti ini dapat berdampak juga terhadap perekonomian, apabila ada wabah penyakit diprediksi terjadi pada saat peak season untuk penjualan ternak besar, seperti pada masa Idul Adha.
Pemanfaatan teknologi melalui fitur AI diharapkan arahnya ke depan dikembangkan lebih jauh agar dapat mendukung kinerja profesi dokter hewan, misal dalam mengolah data medis, menginterpretasi hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi serta analisa data yang menunjang pelayanan sebagai dokter hewan. Berdasarkan beberapa pembahasan di atas, memang tidak cukup hanya mengandalkan kompetensi secara teori dan praktik sebagai seorang dokter hewan, namun juga diperlukan rasa percaya diri dan critical thinking ability untuk terus mendulang inovasi agar tidak tertinggal dengan perkembangan pesat teknologi pada tahun-tahun krusial persiapan menuju Indonesia Emas.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.