Pengalaman Ramadhan di Negeri Jiran
Kuliner | 2021-04-24 14:40:51Ramadhan 2018 kala itu sebelum virus corona menyerang, saya dan teman kuliah saya libur kuliah setelah UTS. Untuk melepas penat setelah mengerjakan banyak sekali tugas tengah semester, kita memutuskan untuk berlibur ke negeri tetangga, Malaysia.
Waktu itu bertepatan dengan bulan puasa. Kami ingin merasakan puasa di Negeri Jiran.
Pukul 9.00 pagi kami terbang, dan pukul 12 waktu Malaysia sudah tiba.
Dua jam saja perjalanan yang ditempuh dari Jakarta ke Malaysia, (Malaysia lebih cepat satu jam dari Jakarta). Sesampainya di Bandara Kuala Lumpur, kami menaiki bus semacam Damri yang membawa kita ke tempat tujuan kita berlibur.
Kami menginap di kawasan Bukit Bintang, Kuala Lumpur. Bukit Bintang merupakan kawasan yang sepi di siang hari dan ramai di malam hari. Ya, sesuai dengan namanya. Bukit Bintang adalah kota yang gemerlap kehidupan malam. Mirip Kemangnya, Jakarta. Ada banyak bar dan kafe di sini.
Selepas check in hotel, karena belum makan siang, jadi kami memutuskan untuk mencari kedai makanan di sekitar hotel sambil jalan kaki. Tak jauh kira-kira 500 meter dari hotel, ada sebuah kedai India yang sudah buka. Kita pun tertarik untuk mencoba dan makan di sana.
Tapi ada kejadian yang mengejutkan... Kita dilarang makan oleh penjualnya. Padahal sudah ada pengunjung lain yang sedang asyik melahap sepiring nasi dengan kuah kari ayamnya. Hmm nampak sedap.
Alasannya karena kita berdua adalah muslimah. Cukup asing bagi kami karena di Indonesia restauran bebas buka di mall-mall dan membiarkan siapa saja makan di tempat.
Teman saya sudah menjelaskan kita berdua sedang berhalangan dan tidak puasa, namun paman itu bilang kalau Muslim tidak boleh makan dan minum saat bulan puasa, walaupun yang wanita sedang haid. Karena kami berdua memakai kerudung, dan tentu tidak elok jika makan dilihat oleh orang lain. Bisa dianggap tidak menghormati bulan suci atau dianggap bukan Muslim yang taat.
Ketika di Jakarta masih jadi pro kontra warung makan buka di siang hari, Malaysia sudah malah lebih ketat lagi peraturannya. Muslim di Malaysia tidak boleh membeli makanan walaupun hanya membeli es krim di Mc Donald, karena jika dilihat oleh orang lain maka sama saja menjatuhkan marwah muslim. Tenang, tidak ada pemeriksaan KTP kok untuk melihat kamu seorang Muslim atau bukan di sana. Namun bagi yang perempuan berkerudung pasti dilarang. Masa iya lepas kerudung dulu hanya demi bisa makan di resto, kan. Hehe
Akhirnya paman penjual kedai makan tersebut membolehkan kami untuk membawa pulang ayam goreng super besar dan teh tarik yang menyegarkan itu dengan dibungkus kantong plastik untuk di makan di hotel. Saya lupa berapa harganya. Mungkin 10 ringgit ya, kira-kira 35 ribu rupiah untuk makanan dan minuman. Termasuk murah karena ayamnya super besar lengkap dengan nasinya.
Saya baru tahu di Malaysia sangat menjaga perasaan orang Muslim di sana namun tetap menghormati orang non Muslim untuk makan dan minum selama di restauran. Memang Malaysia ini penduduknya multi etnis. Ada suku Melayu, India, dan Cina. Mereka hidup rukun berdampingan dalam negara ini.
Sore pun tiba, saatnya kami ngabuburit di Twin Tower, KLCC, alias menara kembar Petronas. Buat kalian yang melancong ke Malaysia tidak afdhol rasanya kalau belum foto di sini. Di Twin Tower ada banyak penduduk lokal yang menghabiskan waktunya sambil menunggu waktu Maghrib tiba. Ada yang bersantai, ada yang foto-foto, ada juga yang sambil minun. Eh, yang ini bukan Muslim ya. Karena Muslim tak boleh makan minum di tempat umum.
Ketika memasuki waktu Maghrib, kami memutuskan untuk mencari Masjid terdekat untuk ikut buka puasa. Tak jauh dari Menara Kembar, kira-kira 700 meter, ada sebuah Masjid Jami Asy Syakirin.
Dalam perjalanan ke Masjid, kami menemui penjul minuman segar. Jika di Indonesia banyak orang membeli es kelapa atau cincau, di Malaysia minuman khasnya es jagung dan es kasturi. Rasa es jagung cukup manis, dan rasa es kasturi segar di tenggorokan. Harga satu gelas kurang lebih 5 ribu rupiah atau 1 ringgit sekian sen.
Sesampainya, kami masuk ke dalam dan sudah banyak jamaah Masjid yang duduk di karpet untuk berbuka puasa. Kami disajikan bubur Malaysia sebagai ifthar atau takjil. Jika kita punya kolak pisang atau bubur candil, di negara tetangga, Malaysia, punya bubur lambuk yang selalu jadi menu favorit berbuka puasa.
Selain bubur, ada juga nasi kotak yang berisikan lauk yang boleh kita ambil secara percuma alias gratis. Alhamdulillah meskipun kami tidak puasa, tapi sebagai musyafir bisa merasakan nikmatnya berbuka puasa bersama penduduk Malaysia. Lepas buka puasa, mereka pun siap-siap untuk shalat tarawih berjamaah. Dan kami pun meninggalkan Masjid untuk berburu jajanan malam di street food Bukit Bintang.
Rindu rasanya Ramadhan di Negeri Jiran jika covid sudah usai ingin rasanya kembali ke sana berpuasa dan tarawih sambil liburan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.