Seduh Kopi Pour Over Pakai V60, Apa Itu?
Kuliner | 2021-04-17 19:24:02Buih-buih kecil meletup dari serbuk kopi basah. Asap tipis meliuk-liuk meruap. Harumnya menguar. Wanginya toksik benar.
Setelah menunggu 45 detik, aku tuangkan lagi air panas dari ketel berleher panjang mirip angsa itu. Bubuk gelap kecoklatan agak kasar yang tadi hampir mengering, kini kembali terendam. Saringan kertas putih yang melapisinya pun tambah lepek, menonjolkan alur dinding dalam dripper (wadah kerucut mirip cangkir) plastik berwarna merah.
Tuangan kedua ini sedikit lebih lama. Setidaknya makan semenit lebih, dibandingkan pertama.
Eits belum selesai. Aku taruh ketelnya dahulu. Masih ada tahapan selanjutnya. Yaitu mengaduk pelan genangan larutan kopi tiga kali pakai sendok makan. Habis itu, wadah dan teko kaca perlu diangkat bareng, diputar-putar lembut, dan taruh kembali di atas timbangan dapur. Tinggalkan sebentar. Diamkan. Tunggu sampai airnya menyusut. Daaaaan .voilaaa .Seduhan kopi kini sudah siap dinikmati.
Bagaimana rasanya? Hmmm Sebentar, sebentar. Aku copot dahulu cangkir kerucutnya dari atas teko. Tuang air kopi ke dalam gelas kecil.
Slurrrppp...aaaah... Lumayan. Mungkin tidak sempurna. Tapi buatku, cukup sedap rasanya.
===
Buat yang masih bingung, aku barusan menyeduh kopi. Cara yang digunakan disebut pour over atau filter brewing. Bisa dikatakan juga sebagai metode V-60 (yang ini merujuk alat seduhnya dan aku bakal jelaskan secara singkat nanti). Teknik ini satu dari sekian banyak cara seduh kopi baru yang sedang dipelajari. Buat yang belum mencoba, mungkin terkesan ribet. Padahal iya juga sih (Hehe Nggak deng...Coba saja jajal).
Cara seduh pour over konon sudah dikenal sejak lama. Tidak hanya dipraktikan pegiat kopi profesional macam barista saja. Pengopi rumahan juga. Aku di antaranya. Walau tergolong telat. Aku baru coba mengenalnya setahun setengah lalu. Sebelumnya tahu sepintas saja, dari nongkrong di cafe (meski jarang) atau teman.
Maklum, sejak remaja kadung akrab kopi tubruk atau sasetan. Sasetan paling gampang. Cukup sreeet buka plastiknya, tuang bubuk ke gelas, siram air panas, aduk pakai sendok, minum deh. Bukan bermaksud sombong (tapi congkak), belakangan kopi sasetan jarang aku minum. Meski sesekali, diteguk juga sih, dalam beberapa jamuan.
Aku kebetulan belajar cara seduh baru, seperti di awal tulisan ini, dari James Hoffman. Dia bisa disebut salah satu ahlinya. Asalnya dari Inggris dan pernah juara World Barista Championship pada 1997. Pria jangkung berkaca mata ini juga menulis buku The World Atlas of Coffee. Belakangan dikenal pula sebagai influencer. Akun Youtubenya punya 671 ribu subscriber lebih.
Nah, dari situlah aku berguru ke Hoffman. Maksudnya via Youtube yap. Bukan tatap muka langsung. Lebih tepatnya tatap layar, lewat hape atau laptop. Dia bicara, saya melihat dan mendengarkan. Saya juga sempat membaca bukunya. Dia tidak kenal saya. :)
Apa Itu Pour Over?
Menurut buku Mas Hoffman, pour over adalah penyeduhan yang menerapkan prinsip perkolasi. Perkolasi bahasa lainnya penyaringan. Sesuai namanya, pour over dapat dimaknai sebagai metode menyeduh kopi dengan cara menuangkan (pour) air panas ke filter atau penyaring berisi bubuk kopi. Penyaringnya bisa berbahan kertas, kain, atau metal.
Salah satu alasan cara seduh tuang ini disukai karena menghasilkan kopi jernih tanpa ampas. Meski bagi penyeduh serius, bukan sekadar itu. Pour over adalah seni.
Melalui pour over, tingkat ekstraksi kopi dapat dikontrol. Keseimbangan rasanya bisa diatur sesuai selera. Antara keasaman atau rasa manis dari kopi misalnya, juga ketebalan, atau sekadar mengurangi kepahitannya.
Pengguna juga dapat mengatur kehalusan gilingan biji kopi, kualitas air, suhu air, lama kontak air dan kopi, hingga rasio air dan kopinya. Takaran dan teknik tertentu, dapat mempengaruhi rasa dan hasil seduhannya.
Sejarah Pour Over
Untuk mengenal lebih dekat pour over, yuk menyelam sedikit ke dalam sejarahnya. Sejarah pour over, dalam beberapa narasi, kerap dikaitkan dengan penemuan paper filter atau penyaring kertas pada awal abad 19.
Filter kertas dikisahkan bermula dari kegelisahan seorang ibu asal Jerman bernama Amalie Auguste Melitta Bentz. Amalie peminum kopi. Ia selalu menyeduhnya setiap pagi. Namun ia kerap merasa terusik, saat minum, ada ampas di cangkir kopinya.
Sudah begitu, Amalie, yang biasa menggunakan pot tembaga untuk memasak kopi, sering merasa repot mencuci wadah dari bubuk kopi setiap habis digunakan.
Amalie pun mencoba memikirkan cara lain menyeduh kopi. Dari dapurnya di Dresden, Jerman, dia mulai iseng bereksperimen. Awalnya upaya itu selalu gagal.
Sampai suatu hari, dia memutuskan merobek kertas minyak dari buku catatan sekolah anaknya dan menjejejalkannya ke pot kuningan yang dilubangi. Bubuk kopi kemudian ditaruh di atas kertas tersebut. Air panas dituangkan. Larutan kopi menetes melalui kertas, langsung ke wadah.
Ternyata hasilnya memuaskan. Kopinya lebih jernih, tanpa ampas. Soal bersih-bersih ia pun tak lagi repot. Kertas penyaring berisi sisa kopi tinggal dibuang ke tempat sampah.
Pada Juni 1908, Amalie pun mengajukan paten untuk filter kertasnya itu. Ia kemudian mendirikan perusahaan startup Melitta.
Amalie dan suaminya Hugo lalu mengenalkan filter temuan mereka di Leipzig Trade Fair, Jerman pada 1909. Produk mereka di sana ternyata sukses besar. Pada 1937, Melitta kemudian mengenalkan filter berbentuk kerucut. Penapis ini populer sampai sekarang. Desainnya dinilai dapat meningkatkan kualitas seduhan kopi karena penampang lebih lebar.
Melitta kemudian juga tidak ketinggalan mengembangkan alat lebih praktis dari sekedar kaleng berlubang untuk penampung kertas penyaringnya. Mereka membuat dripper berdesain mengerucut yang bisa duduk di atas cangkir atau teko. Dripper pertama mereka yang dijual secara komersial kabarnya memiliki delapan lubang di alasnya. Pada 1960 berubah menjadi satu lubang.
Oh ya, penggunaan fillter kain sebenarnya lebih dahulu digunakan di Amerika Latin bertahun tahun sebelum penyaring kertas muncul. Namun, diduga karena penemuan dan gaung komersialisasinya, filter kertas lebih sering dilekatkan dengan sejarah metode pour over.
Perusahaan Melitta hingga kini masih bertahan bahkan mendunia. Filter dan dripper-nya dapat dijumpai di dapur dan kafe kopi seluruh dunia sampai sekarang.
Dripper V60
Nah, seperti janji di awal, aku bakal menjelaskan singkat mengenai V60. Namun, kalau boleh, kita mundur sedikit dahulu ke sejarah kertas filter.
Penemuan kertas filter pada 1990-an bisa dikatakan terobosan besar. Daaan..seperti halnya penemuan lain, ia ikut mendorong sejumlah inovasi baru. Salah satunya wadah atau dripper, yang fungsinya menampung kertas penyaring.
Bunda Melitta sendiri awalnya disebut pakai kaleng tembaga berlubang sebagai tempat menaruh kertas minyaknya. Namun, setelah menciptakan kertas filter berdesain corong, ia juga mengembangkan dripper keramik berbentuk kerucut. Alat tersebut bisa duduk di atas cangkir atau poci.
Dripper pertama dipasarkan secara komersial disebut memiliki delapan lubang pada ujung bawahnya. Namun, mulai 1960, dripper satu lubang banyak dikembangkan. Tidak hanya oleh Melitta, juga perusahaan lain.
Hario termasuk di antaranya. Ia perusahaan Jepang yang berdiri 1921 dan awalnya fokus membuat gelas tahan panas untuk laboratorium. Sejak masuk pasar rumah tangga pada 1948, Hario mengembangkan penemuan lain. Salah satunya Glass Filter Coffee Syphon, alat seduh kopi bermetode pot vakum mirip peralatan laboratorium, pada 1949.
Pada 2005 barulah dripper kopi populernya dikenalkan. Namanya V60. Diambil dari desainnya yang mirip huruf âVâ dengan kemiringan sudut 60 derajat. Yap, sesimpel itu. Yang menarik dari alat ini, ada desain alur menonjol tipisâmirip siluet angin puyuhâdi dalamnya. Katanya membuat air mengalir baik selama proses perembesan.
Hario V60 pertama dikenalkan berbahan keramik dan kaca. Bahan plastik dan besi menyusul. Untuk menyeduh pakai alat ini cukup mudah. Dudukan alat ke atas gelas atau teko, taruh kertas filter berbentuk V ke corongnya, jejalkan bubuk kopi, tuangkan air panas, dan tunggu larutannya menetes ke wadah minum.
Hario V60 disebut-sebut mampu menghasilkan kopi sangat nikmat. Ia favorit banyak barista dan penyeduh kopi. Katanya sih berkat tiga hal:
1. Bentuk âVâ ânya yang 60 derajat: memungkinan air mengalir ke tengah, memperlama waktu kontak serbuk kopi dengan air.
2. Satu lubang besar: memungkinan penyeduh memodulasi rasa dengan mengatur kecepatan aliran air dari tuangannya.
3. Alur spiral di dalam: memungkinkan udara keluar dan mengalur air secara baik saat proses ekstraksi kopi.
Sekadar catatan, dripper V60 bukan satu-satunya alat seduh pour over. Ada peranti merek lain seperti Chemex, Melitta, dan Kalita Wave. Katanya sih, kunci seduh di beberapa alat pour over tersebut bisa berbeda. Hasilnya pun beragam.
Aku sendiri masih menjelajahi V60. Belum terlalu akrab dengan alat-alat lain tadi. Namun, katanya, ada prinsip seduh yang berlaku untuk semua. Apa saja? Aku jelaskan nanti yes di artikel berikutnya. Ciaooo .
*Referensi: The World Atlas of Coffee, perfectdailygrind.com, nytimes.com, hario.com
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.