Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Puasa itu Aktivitas Alami Seluruh Makhluk, tapi Bagi Orang Beriman Harus Memiliki Nilai Pembeda

Agama | Saturday, 09 Apr 2022, 07:47 WIB

Ilustrasi sederhananya, tubuh kita itu ibarat sebuah mesin kendaraan yang digunakan setiap hari, berjalan puluhan sampai ratusan kilometer. Karena digunakan setiap hari sudah pasti suatu saat akan terdapat onderdil mesin yang aus bahkan rusak.

Agar mesin kendaraan tersebut tetap fit dan bisa berfungsi baik perlu dilakukan perawatan berkala. Salah satu dari bentuk perawatan adalah dengan melakukan rekondisi, refungsionalisasi onderdil mesin yang aus, bahkan sampai turun mesin.

Pun demikian dengan makhluk hidup. Namun tentu saja pemeliharaan, rekondisi maupun refungsionalisasi organ-organ tubuh makhluk hidup tidak mungkin sama dengan mesin kendaraan. Salah proses rekondisi dan refungsionalisasi organ-organ tubuh makhluk hidup adalah melalui puasa.

Secara alami seluruh makhluk hidup dalam fase dan kodisi tertentu akan melakukan puasa. Hewan-hewan yang berkembang biak secara bertelur, akan mengerami telur-telurnya selama beberapa hari agar telurnya menetas. Proses mengeram merupakan puasa bagi mereka, sebab selama mengeram mereka jarang bahkan tidak melakukan aktivitas apapun, selain mengerami telurnya.

Metamorfose ulat menjadi kupu-kupu juga merupakan bentuk lain dari puasa seekor ulat menjadi kupu-kupu yang lucu. Dalam jangka waktu beberapa minggu ulat berubah bentuk menjadi kepompong, meninggalkan segala aktivitas apapun agar dirinya berubah bentuk menjadi makhluk lain.

Ada pula hewan yang berpuasa ketika mereka menghadapi perubahan musim. Menurut pakar zoology, tikus, kelelawar, landak, katak, kadal air, lalat, tawon, beruang, buaya, dan beberapa binatang lainnya semuanya melakukan puasa ketika menghadapi musim dingin. Puasa yang mereka lakukan pada musim dingin disebut hibernasi (tidur panjang selama musim dingin).

Bukan hewan saja, tumbuhan pun melakukan puasa. Pohon jati dan beberapa pohon lainnya menggugurkan daunnya pada musim panas agar bisa bertahan hidup.

Karenanya sebagai bagian dari makhluk hidup, secara alami manusia pun akan melakukan puasa. Bukankah ketika kita sakit secara otomatis tubuh kita tidak memiliki selera makan dan minum?

Demikian pula ketika seseorang akan melakukan general check up kesehatan ke dokter, ia harus melaui proses pemeriksaan di laboratorium kesehatan yang diawali dengan pelaksanaan puasa selama beberapa jam.

Meninggalkan makan dan minum merupakan inti puasa secara fisik yang dilakukan seluruh makhluk. Salah satu fungsinya adalah untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas kehidupan.

Manusia sebagai makhluk hidup yang tergolong omnifora, pemakan segala jenis makanan memiliki kebiasaan makan yang jauh berbeda dengan makhluk lain. Hampir setiap ada kesempatan, manusia selalu saja mengunyah makanan. Hal ini menyebabkan sistem pencernaan (digestic system) bekerja secara penuh yang suatu saat akan kelelahan dan “aus”. Salah satu cara untuk mengistirahatkannya adalah dengan melakukan puasa.

Gene Stone dalam bukunya The Secrets of People Who Never Get Sick, What they know, Why It Works, And How It Can Work For You, (versi e-book, 2010 : 54) menyebutkan, karena bebagai faktor, dalam tubuh kita terdapat racun yang berasal dari luar tubuh. Mengkonsumsi makanan yang tidak higienis dan berlebihan merupakan penyebab utama menumpuknya racun dalam tubuh kita.

Sebenarnya dalam tubuh kita sudah ada organ tubuh yang bisa menetralisir racun seperti liver dan ginjal. Namun karena terlalu menumpuknya racun dalam tubuh, kedua organ penyaring racun tersebut tidak maksimal dalam menjalankan fungsinya. Untuk mengembalikan fungsinya secara maksimal dan menetralisir racun yang ada dalam tubuh, melakukan puasa merupakan cara terbaik

Dengan memperhatikan manfaat puasa bagi kehidupan, sangatlah tidak arif jika seseorang masih merasa bahwa puasa itu menyiksa diri. Memang terdapat perasaan lelah selama melakukan puasa, namun rasa lelah tersebut ibarat kita minum obat pahit. Rasa pahitnya hanya sesaat, setelah meminumnya kita akan dapat merasakan manfaatnya.

Secara lahiriah, puasa merupakan penyembuh alami bagi berbagai penyakit. Orang yang menderita sakit, apalagi penyakitnya parah, secara alami tubuhnya akan menolak terhadap makanan dan minuman. Tubuhnya terkadang panas. Namun demikian, orang yang menderita sakit tersebut masih bisa bertahan hidup. Penolakan terhadap makanan dan minuman tersebut merupakan bentuk imunitas atau perlawanan tubuh terhadap penyakit yang ia derita.

Dari hal-hal tersebut kita harus meyakini betapa Allah sangat mengasihi hamba-hamba-Nya. Salah satu wujud kasih sayang-Nya adalah adanya perintah ibadah puasa baik puasa sunat maupun puasa wajib.

Ibadah puasa yang Allah perintahkan, secara fisik akan memberikan manfaat lahiriah bagi siapapun yang melaksanakannya, tak perduli agama apapun yang mereka anut. Selama mereka menahan diri dari makan dan minum dalam jangka waktu tertentu, mereka akan merasakan manfaatnya, tingkat paling minimal mereka akan mendapatkan kesehatan.

Namun demikian, bagi orang-orang beriman selain akan mendapatkan manfaat puasa secara lahiriah, jika benar-benar menjalakan ibadah puasanya serta dapat merenungi dan menikmati proses pelaksanaannya, dalam arti dapat mengambil hikmahnya, seseorang akan dapat meraih nilai-nilai spiritual dari ibadah puasa.

Nilai spiritual yang paling kasat mata dan dirasakan semua orang yang melaksanakan ibadah puasa adalah kedisiplinan yang merupakan salah satu wujud dari ketaatan, komitmen diri untuk mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. Orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa dengan benar akan mentaati aturan bahwa ibadah puasa dimulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Mereka tak akan berani berbuka sebelum waktu maghrib tiba.

Komitmen ini melahirkan sikap kejujuran. Mereka yang benar-benar menjalankan ibadah puasa tidak akan berani melakukan “korupsi” terhadap waktu berbuka puasa, jangankan korupsi waktu berbuka puasa berjam-jam lamanya, satu menit saja mereka tak akan berani melakukannya.

Kejujuran ini lahir dari keyakinan akan adanya pengawasan Allah. Setiap orang yang melakukan ibadah puasa pada umumnya merasa dekat dengan Allah, merasakan kerinduan untuk terus beribadah, dan kerinduan akan kembali kepada jalan Allah.

Oleh karena itu, ibadah puasa merupakan salah satu kasih sayang Allah untuk mengembalikan para hamba-Nya menetap di jalan fitrah kehidupan manusia. Jalan fitrah tersebut adalah ibadah dan meyakini bahwa Allah dengan segala sifat kemahaan-Nya merupakan Zat yang harus disembah dan kita akan kembali menjumpai-Nya.

Sejatinya ibadah puasa yang tengah kita lakasanakan ini menjadi sarana mengembalikan fitrah kemanusiaan. Sayangnya kebanyakan dari kita tidak mampu merawat spirit Ramadhan ini di luar Ramadhan. Akhirnya ibadah puasa kita hanya sebatas puasa lahiriah belaka, tidak menembus sampai kepada penyucian batin dan kehidupan.

Sangat disayangkan jika ibadah puasa Ramadhan kita hanya mendapatkan manfaat lahiriyah, badan menjadi sehat dan segar selepas melaksanakannya, mendapatkan rasa bahagia ketika Idul Fithri tiba, seraya selepas lewat Ramadhan tak nampak bekasnya di jiwa dan kehidupan. Jika demikian keberadaannya, jangan-jangan ibadah puasa kita tak jauh berbeda dengan puasa seluruh makhluk yang secara alami-naluriah mereka pun melaksanakannya.

Sejatinya ibadah puasa kita seperti yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah : 183 memiliki nilai pembeda dengan puasa-puasa yang dilakukan umat atau makhluk lain. Nilai pembeda tersebut adalah pelaksanaannya didasari keimanan yang berujung kepada lahirnya insan yang bertakwa.

Meminjam teori marketing, suatu produk akan laku di pasaran dan mampu bersaing dengan produk lain, akan berada di atas produk lainnya, manakala produk tersebut memiliki nilai pembeda (differentiation) dengan produk lain (Hermawan Kartajaya, The 9 Core Elements of Marketing Series, Differentiation, versi digibook, hal. 15).

Pun demikian dengan ibadah puasa yang kita lakukan akan memiliki nilai lebih dan mampu memperbaiki kehidupan duniawi dan ukhrawi, manakala ibadah puasa kita memiliki nilai pembeda (differentiation) dengan puasa yang dilakukan manusia pada umumnya dan seluruh makhluk.

Nilai pembeda dari ibadah puasa yang kita lakukan tersebut tiada lain adalah lahirnya manusia-manusia jujur, disiplin, berakhlak baik, mampu memperbaiki dan mewarnai kehidupan menjadi lebih baik yang didasari keimanan. Jika tidak memiliki nilai pembeda bisa jadi ibadah puasa kita hanya masuk ke dalam puasa yang hanya memperoleh rasa lapar dan dahaga saja yang bermanfaat bagi kesehatan, namum nirpahala di sisi Allah. Na’udzu billahi min dzalika.

Ilustrasi : Kepomponng ulat sutra (Sumber gambar : https://republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image