
Bulan Syawal Tonggak Kebangkitan Kebudayaan Islam
Agama | 2025-04-07 23:40:58Abdul Rohman, Mahasiswa Institut Agama Islam Al Ghuraba Jakarta
Hari ke delapan Lebaran Idul Fitri atau hari ke delapan hari raya Idul Fitri, rasa lelah sehabis bersilaturahim dan perjalanan mudik kekampung halaman adalah ucapan dirasakan muslim pada sepuluh hari setelah Lebaran, namun begitu yang lebih dominan tentu adalah rasa senang dan syukur, masih dapat menikmati lebaran dengan bisa bertemu dan berkumpul dengan orang tua, sanak famili, adik, kakak, ipar dan tetangga serta kawan – kawan.

Itulah Lebaran, namun apakah Lebaran masih merupakan sebuah semangat silaturahim dan bagaimana momen Lebaran menjadikan sebuah arti kebangkitan kebudayaan Islam?
Lebaran adalah luapan wujud atas kemenangan, kesabaran dan ketaqwaan umat manusia setelah melewati masa Tarbiyah (kurikulum) selama tiga puluh hari menjalani proses puasa Ramadan dengan begitu manusia yang telah melewati masa kurikulum akan mendapat predikat taqwa dari Allah, namun masih saja ada yang tak lolos masa kurikulum tersebut.
Walau perintah puasa Ramadan ini telah jauh lama telah ada, sesuai dengan Surah Al Baqarah ayat 183, namun masih saja ada yang tak mau mengikuti perintah Allah tersebut, yaitu dengan tak berpuasa di bulan Ramadan, dengan demikian dia telah mengingkari perintah Allah dan juga tak mampu memenuhi Rukun Islam yang ke empat yaitu Puasa Ramadan. Padahal perintah yang satu ini sangat mudah yaitu hanya menahan makan, minum dan juga syahwat (kemaluan).
Permasalahan bangsa serta dunia luas ini akan semakin sulit, jika hanya melakukan puasa Ramadan saja manusia tak mampu, memang ada syarat bagi orang yang tak berpuasa, tentu harus sesuai syariat, seperti dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 184, kedepan zaman akan menghadapi problematika hidup yang lebih komplek, bukan sekedar permasalahan menahan makan, minum dan syahwat saja.
Puasa adalah menahan diri, kita lihat bagaimana jika manusia tak mampu menahan dirinya, nafsu ingin memiliki jabatan tinggi namun tak mempunyai kemampuan, ingin kaya namun dengan mencuri, korupsi, merampok, mengambil warisan orang lain, merampas tanah orang lain bahkan sampai melakukan pembunuhan serta saat ini manusia saling fitnah sana – sini. Jauh dari itu, jika manusia tak mampu berpuasa (menahan diri) saat ini adalah bukti nyata bahwa terjadi peperangan hebat, perang dagang, saling embargo produk, perampasan wilayah dan politik jahat.
Untuk itu Ramadan telah kita lewati saatnya masuk bulan Syawal, seperti dalam Bahasa Arab bahwa Syawal berarti pengangkatan atau peningkatan. Bulan Syawal adalah pembuktian bahwa kita telah melewati masa menahan diri (puasa), dengan peningkatan amal ibadah, melakukan amal kebaikan yang banyak serta tak kalah penting peningkatan kita sebagai manusia yang mempunyai tanggung jawab akan nilai peradaban kebudayaan Islam kedepan nanti.
Agama Katalisator Berbudaya Islam
Kebudayaan Islam adalah sebuah perkumpulan dari suatu nilai, norma, kepercayaan dan segala bentuk praktik yang berkaitan dengan agama Islam, kesemua itu didalamnya mengandung berbagai kehidupan seperti Bahasa, adat istiadat, seni dan tradisi.
Menurut Malik Bennabi (1905 – 1973) seorang ahli filsafat dan sarjana sosial bahwa agama memiliki peranan penting dalam menciptakan kedinamisan kebudayaan. Masih menurutnya, agama selain dapat berperan sebagai katalisator unsur – unsur penting kebudayaan, estetik, logika kerja dan teknologi (DR. Usman Syihab. MA., Membangun Peradaban Dengan Agama, 2010, hal 2-6).
Sedangkan budaya menurut Nabi Muhammad adalah suatu sistem nilai norma dan praktik yang dianut oleh Nabi Muhammad dan menjadi pedoman bagi umat Islam, didalamnya ada keimanan, akhlak, keadilan dan kasih sayang.
Agama sebagai katalisator adalah suatu faktor atau elemen yang dapat mempercepat bahkan memperlambat suatu perubahan kebudayaan dalam masyarakat itu sendiri. Katalisator kebudayaan misal, Islam akan tak berbudaya jika umat tak lagi memahami soal hukum syariat, hukum waris, hukum keluarga, hukum jual beli, hukum riba, semua hukum ditabrak seperti manusia tak kenak hukum, maka Islam akan hancur didalamnya karena orang Islam itu sendiri tak mau lagi belajar soal agama Islam.
Islam akan maju berbudaya jika umat Islam mengetahui segala hukum syariat, ilmu Al Quran, ilmu hadis, ilmu umum, mempelajari ilmu bahasa, ilmu kedokteran, ilmu hukum umum, ilmu fiqih, ilmu politik, ilmu sosial maka akan hadir sosok – sosok manusia Islam yang pintar, berwibawa, komunikatif, kompeten dan ahli serta menduduki posisi – posisi penting dalam perusahaan juga pemerintahan, dengan demikian akan terus peradaban Islam akan bersambung kuat dan jaya.
Katalisator estetik adalah majunya dan mundurnya keindahan, harmoni, dan keseimbangan dalam asfek kehidupan, seperti seni, desain, arsitektur dan lain – lain. Kita lihat saat ini keindahan alam telah hadir begitu dekat, seniman menghasilkan dengan berbagai karya, desain mewah dan megah serta menawan ditawarkan, serta tak kalah arsitektur kelas lokal dan dunia saling berlomba menarik minat umat manusia. Namun kesemua itu, seni, desain, arsitektur tak lagi berarti jika tak mengandung keindahan, harmoni antar lini kehidupan serta keseimbangan alam semesta.
Manusia seperti tak mempunyai budaya estetik jika saling merusak seni, merusak keseimbangan alam, tak lagi harmoni sejalan pemikiran dan perbuatan baik, dan juga arsitektur tak bernilai manfaat bagi kehidupan banyak orang, serta seni tak lagi menarik, nyaman dan memberikan ketenangan hidup.
Katalisator logika kerja adalah maju dan mundur dalam suatu cara berpikir dan menganalisa masalah secara sistematis dan rasional untuk mencapai tujuan atau solusi efektif. Budaya logika kerja juga berarti memerlukan analisis yang matang, apakah hal yang dilakukan manfaat atau tidak bagi umat, logika kerja didalamnya ada evaluasi kerja yang terus – menerus menghasilkan hasil baik, logika kerja sintesis dalam kerja melibatkan informasi dan data guna menciptakan solusi efektif, serta logika kerja baik dalam mengambil keputusan. Jadi seorang beragama Islam mesti memahami logika kerja, langkahnya, pemikirannya dan keputusanya tak lagi sia – sia melainkan bernilai budaya Islam.
Katalisator teknologi adalah suatu sistem atau teknologi yang digunakan untuk memecahkan masalah atau meningkatkan efesiensi dalam berbagai bidang kehidupan. Teknologi berupa peralatan, mesin, perangkat lunak (software), atau sebuah sistem yang mempermudah kehidupan manusia. Kebudayaan Islam dalam teknologi adalah semua hal yang berhubungan, proses, pemikiran dan alat hasil penemuan teknologi itu sendiri harus berguna bagi kehidupan peradaba bukan malah mengalami kemunduran peradaban.
Majunya peradaban karena teknologi, manusia makin mudah berkomunikasi, alat tranportasi semakin mudah dan cepat, serta mudah dan murah harga teknologi tersebut, tak kalah penting teknologi menolong hidup orang banyak seperti alat kedokteran. Bukan katalisator teknologi menghasilkan alat pembunuh masa, pesawat terbang untuk membumi hanguskan manusia serta teknologi menghasilkan bom nuklir.
Pada akhirnya manusia harus memahami dua ayat Al Quran yaitu, pertama surah Ar-Ra'd ayat 11: sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Kedua surah Al-Anfal ayat 53: yang demikian (siksaan) itu, adalah karena sesungguhnya Allah tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui.
Pada akhirnya manusia akan lelah, tak gairah hidup, jika melihat kehancuran dunia akibat perang, hubungan antar sesama tak lagi harmonis, manusia tak berakhlak, manusia menjadi saling bunuh – membunuh, kudeta kekuasaan, korupsi merajalela, narkotika tak lagi tabu serta kejahatan lain. Ambil pelajaran dari puasa dan saatnya di bulan Syawal ini manusia harus mengalami peningkatan pemahaman agamanya maka dinamis kebudayaan akan terjadi.
Nabi Muhammad telah mengingatkan, bahwa orang yang menjadikan dunia sebagai cita – cita terbesarnya, maka tak ada hubungan sedikit pun antara dia dengan Allah, dan ditetapkan Allah di hati orang ini empat perkara, pertama, kegelisahan tanpa henti, kedua, kesibukan yang tak kunjung berakhir, ketiga, rasa kurang yang tak pernah cukup, dan keempat, angan – angan yang tak pernah sampai (Abdul Wahid, Islam di Tengah Pergulatan Sosial, 1993, hal 46).
Kita lihat semua hal ini nyata dalam kehidupan maka itu kita perkuat keimanan kepada Allah walau puasa Ramadan telah usai, momen Syawal kita gunakan sebaik – baiknya, terus – menurus dalami agama Islam, tingkatkan ibadah, dan pahami kebudayaan Islam maka peradaban Islam akan maju dan jaya selama – lamanya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook