Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatimah Azzahra

Kenaikan Harga, Kebiasaan Buruk yang Berbahaya

Politik | Friday, 08 Apr 2022, 00:35 WIB

Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd

Sejak bulan Maret, rakyat sudah disuguhi kenaikan berbagai bahan pangan. Yang paling membuat heboh yakni kenaikan harga minyak goreng hingga hampir 100%. Disusul dengan datangnya Ramadan, bulan mulia bagi umat muslim. Di satu sisi ada kegembiraan menyambutnya, di sisi lain rakyat harap-harap cemas karena kebiasan buruk yang akan terjadi.

Kebiasan Buruk

Rakyat sudah hafal kebiasaan yang terjadi saat Ramadan. Bukan kebiasaan baik yang membuat senang. Tapi kebiasaan naiknya harga pangan. Mulai dari telur, daging ayam, sapi dan lainnya.

Dilansir dari laman Republika (30/3/2022), Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan (KPKP) DKI Jakarta memprediksi kenaikan harga pangan berkisar 1,39 persen hingga 40,35 persen menjelang Idul Fitri.

Minyak goreng mengalami kenaikan harga yang menggila dengan alasan berkurang drastisnya pasokan di pasaran. Sementara daging sapi pun mengalami kenaikan harga yang lumayan tinggi karena pihak pemerintah Australia memprioritaskan terpenuhinya kebutuhan dalam negerinya dari pada mengirimnya ke Indonesia.

Apapun alasannya, kenaikan harga pada momen tertentu sudah menjadi kebiasaan buruk yang disajikan pada rakyat. Baik itu saat menyambut tahun baru, Ramadan, Idul Fitri, juga Natal. Belum lagi karena alasan kelangkaan barang. Berkali-kali dalam setahun harga merangkak naik. Hingga membuat rakyat menjerit.

Bahaya Kenaikan Harga

Seolah biasa, seolah tak mengapa kenaikan harga terjadi berkali-kali. Pemerintah membiarkan semuanya terjadi. Tak ada antisipasi nyata yang dirasakan rakyat sehingga tak ada lagi kenaikan harga menjelang momen besar seperti Ramadan ini.

Padahal, sejatinya kenaikan berbagai harga apalagi pangan menyimpan bahaya. Mari lihat kondisi negara tetangga kita, Sri lanka. Di sana terjadi kelangkaan solar, kekurangan bahan pokok yang parah, kenaikan harga yang tajam dan pemadaman listrik yang melumpuhkan dalam krisis ekonomi paling parah sejak kemerdekaan dari Inggris pada 1948.

Akumulasi dari semua ini membuat kemarahan rakyat Sri lanka yang meminta Presiden Gotabaya mundur dari posisinya. Akhirnya, tanggal 1 April 2022 kemarin, Presiden Gotabaya mengumumkan status darurat karena aksi demonstrasi rakyat yang menyerbu kediamannya. Pemerintahnya menerapkan undang-undang keras yang memungkinkan militer untuk menangkap dan menahan tersangka untuk waktu yang lama tanpa pengadilan.

Bukan hal yang sepele, kelangkaan bahan bakar, kenaikan harga gila-gilaan, akan menimbulkan bahaya besar bagi stabilitas ekonomi, politik, keamanan, bahkan menimbulkan korban jiwa. Walau bibir bisa berucap, "aman","tak apa","tak akan ada apa-apa ", tapi bukti di lapangan berbicara kenyataan yang ada. Ini berbahaya jika dibiarkan begitu saja.

Salah Urus Negara

Inilah potret dari salah urusnya negara di tangan sistem kapitalisme. Kacamata yang digunakan oleh sistem kapitalisme adalah kacamata bisnis ketika berurusan dengan rakyatnya. Jual beli antara pemerintah dengan rakyat. Tentu laba harus ada.

Jika tak ada laba yang didapatnya, maka dipastikan tak akan dilakukannya. Oleh karena itu, wajar kita dengar pemerintah berujar akan rugi jika tak melakukan penyesuaian harga. Tak hanya negara yang mencari laba, personal pemerintah pun berlomba memperkaya diri.

Diakui atau tidak banyak aji mumpung yang terjadi saat memiliki jabatan. Sehingga tak aneh kita dapati pejabat negeri bertambah kaya saat memegang jabatan. Korupsi, Kolusi, Nepotisme merajalela. Sudah menjadi rahasia umum yang berbau urusan uang dikuasai mereka yang menjabat.

Ironisnya, badan penangkap penjahat berdasi dilemahkan. Hukumannya pun membuat publik geleng-geleng kepala. Sunat menyunat sanksi para penjahat berdasi kini sudah biasa dengan alasan yang tak masuk akal. "Bersikap baik", "kasihan sudah di bully", "punya anak kecil", dan lain lagi. Maka, wajar jika ada yang menyatakan sistem kapitalisme memelihara para penjahatnya.

Islam Menyolusi

Permasalahan kenaikan harga yang terjadi berulang kali sebetulnya bisa dikendalikan dengan pengurusan yang benar oleh negara. Sebagaimana Islam dan sistemnya menyolusi. Islam tak hanya agama yang mengatur urusan ibadah semata. Islam merupakan sistem kehidupan yang juga mengatur permasalahan ekonomi, politik, keamanan negara dan lainnya.

Dalam Islam, pematokan harga memang dilarang, sebagaimana sabda Rasul, dari Anas bin Malik, "Sesungguhnya banyak manusia datang kepada Rasulullah dan berkata, “Tentukanlah harga bagi kami, harga-harga kami.” Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia! Sesungguhnya naiknya (mahalnya) harga-harga kalian dan murahnya itu berada di tangan Allah Subhanahu Wata’ala, dan saya berharap kepada Allah ketika bertemu Allah (nanti), dan tidaklah salah satu orang terhadapku, (aku memiliki) kezaliman dalam harta dan tidak pula dalam darah.”

Tapi, pemerintah tetap bisa mengatur harga dengan cara operasi pasar. Saat harga bahan pangan murah dan melimpah, pemerintah akan membeli bahan tersebut dari para petani dengan harga yang sesuai. Sehingga petani tidak akan merugi. Bahan pangan itu akan diolah dan disimpan untuk keperluan ke depannya.

Saat harga pangan mulai tinggi, pemerintah akan melakukan operasi pasar. Barang atau bahan pangan yang sudah dibeli sebelumnya akan dikeluarkan dan dijual dengan harga murah sehingga rakyat tidak berat membelinya.

Tak hanya itu, sidak pasar pun akan dilakukan untuk menghindari adanya mafia yang menimbun barang. Juga mengusir penjual yang merusak harga. Sebagaimana yang dilakukan Amirul Mukminin Umar bin Khattab yang mengusir penjual zabib yang menaikkan harga seenak hatinya. Hal ini pun dilakukan oleh pemerintah setelah beliau.

Ini baru solusi jangka pendek. Solusi jangka panjangnya adalah dengan menerapkan sistem islam secara kaffah. Dengan sistem ekonomi islam, negara akan bersungguh-sungguh menjalankan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan pokok rakyatnya per kepala. Dengan sistem politiknya, semua kebijakan akan diambil demi maslahat umat. Dan lainnya pun akan disesuaikan dengan aturan yang diturunkan oleh Sang Pencipta Semesta.

Kegemilangan penerapan islam kaffah sudah terbukti berabad lamanya. Masih bisa kita saksikan sisa kegemilangannya kini. Tidakkah kita rindu?

Wallahua'lam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image