Merekatkan Ukhuwah Mengelola Perbedaan
Agama | 2022-04-07 13:47:07Sudah menjadi sesuatu yang lazim (sering terjadi) pada bulan Ramadan dijumpai perbedaan-perbedaan di sekitar kita. Mulai dari penentuan awal puasa, jumlah rakaat shalat terawih, perbedaan satu syawal, hingga hal-hal yang sepele, seperti penampilan fisik seorang muslim, dan sebagainya.
Perbedaan-perbedaan yang demikian sering kali menjadi bahan pertengkaran di antara sesama umat Islam. Mereka saling mencari pembenaran dan merasa paling benar sehingga dengan mudah menyalahkan orang lain yang tidak sama dengan dirinya. Teringat nasehat seorang kiyai dalam sebuah majlis “Jangan bertengkar, bertengkar itu jelek, apalagi bertengkar dengan sesama orang Islam yang masing-masing masih menjalankan shalat, rakaat shalatnya pun sama” begitu sang kiyai ketika menengahi santrinya yang berbeda pendapat.
Bertengkar adalah sebuah fenomena yang timbul dikarenakan tidak adanya kesesuaian masing-masing pihak dan tidak adanya kesadaran salah satunya. Memang pertengkaran dan pertentangan masih saja ada di sekitar kita dan bahkan yang sangat ironis yang menimbulkan pertentangan itu hanya karena hal-hal yang sepele, hanya berbeda dalam masalah furu’, bukan masalah-masalah pokok dalam Islam. Mereka masih menganggap bahwa perbedaan adalah perpecahan dan pertentangan.
Berbeda tidak sama dengan bertentangan, perbedaan bukanlah perpecahan. Perbedaan pendapat merupakan hal yang bisa dianggap lazim dan wajar karena manusia sebagai makhluk yang terbatas dan relatif. Dia tidak mengetahui secara pasti mana yang benar. Dia hanya bisa menganggap dan menyakini sesuatu itu benar. Oleh karena itu manusia bisa saja melakukan kesalahan. Supaya kesalahan itu bisa ditekan hingga sedikit mungkin, kita diperintahkan untuk bermusyawarah, yang benar secara mutlak itu hanyalah Allah.
Menyadari bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang mulia maka betapa indahnya bila kita saling berangkulan tanpa harus memukul, saling mengajak tidak mengejek, saling mengerti dan menghargai tanpa melukai. Yang penting bukanlah ukhuwah formal melainkan ukhuwah dalam arti tasamuh (toleran) saling mengerti dan menghargai.
Bulan yang penuh berkah ini jangan dikotori dengan prilaku saling mengejek. Jangan mengejek mereka yang memakai jubah, surban, dan berjenggot dan sebaliknya jangan cemo’oh mereka yang berdasi dan ber’jeans’ atau berpenampilan yang tidak sama dengan kita. Kita semua ingat, bahwa Allah melihat hati dan amal kita, qulubikum wa a’malikum. Maka kita jangan sampai terpancing, hanya karena penampilan kita yang bagus tapi hati kita terdapat kesombongan dan penyakit hati lainnya. Naudzubillahi min dzalik, hanya ketaqwaanlah yang membedakan kita di sisi Allah SWT.
Allah berfirman “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (QS. Al Hujurat:10). Dalam ayat ini Allah menekankan bahwa seolah-olah sifat orang mukmin itu adalah hanya bersaudara (padahal di sana banyak sekali sifat muslimin yang lainnya), hal ini tidak lain menunjukkan bahwa sifat persaudaraan di antara orang Islam itu penting dan agung sekali.
Momen Ramadan ini sangatlahlah tepat bila kita jadikan sebagai momen ukhuwah islamiyah, momen persaudaraan antar sesama umat Islam. Betapa indah bila kita bisa bekerjasama, menggabungkan semua keahlian yang kita miliki untuk mencapai tujuan bersama, tanpa memperdebatkan taktik dakwah dan penampilan lahiriah yang lebih sepele. Bila ada perbedaan penafsiran, misalnya tentang apa yang disebut sunnah nabi, kita harus saling lapang dada dalam penafsiran itu. Bukankah perbedaan pendapat itu adalah rahmat?
Mari kita fungsikan puasa Ramadan untuk melatih kesabaran, menahan hawa nafsu, dan merupakan media meraih ketaqwaan. Dan sudah menjadi janji Allah, Allah menyediakan kemudahan setelah diberikan kesulitan, Allah menyediakan kesabaran karena ada ujian, dan Allah memberikan pahala serta tempat yang mulia setelah manusia mampu meniti jalan ketaatan dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangannya.
Maka, betapa mulia bila hari-hari Ramadan ini kita jadikan sebagai sarana menuju ketaqwaan kepada Allah SWT. Dengan semampu mungkin mengendalikan hawa nafsu dan melatih kesabaran. Tidak terpancing kepada hal-hal yang menimbulkan pertentangan dan perpecahan yang justeru akan mengotori ibadah kita di bulan Ramadan. Ukhuwah Islamiyah lebih penting dari pada membesar-besarkan perbedaan-perbedaan, dengan merasa paling benar, yang akhirnya justeru memantik dan menyulut api pertengkaran. Wallahu a’lam.*
Penulis : Masruhin Bagus (penjaga www.jejakruang.com)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.