Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Guru BK

Jadikan Zona Aman Stop Bullying di Sekolah

Eduaksi | Friday, 01 Apr 2022, 09:59 WIB

Bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan secara berulang, oleh kelompok atau individu, dimana terjadi perbedaan dalam kekuatan atau kekuasaan. Perilaku agresif ini dapat secara lisan atau fisik, dapat melibatkan penghancuran properti pribadi, hubungan individu, atau penghinaan.

Bullying di sekolah merupakan perilaku agresif yang terjadi di sekolah yang dilakukan oleh siswa atau sekelompok siswa kepada siswa lain. Perundungan di sekolah bisa juga dilakukan oleh guru, bahkan bisa jadi institusi sekolah itu sendiri.

Bullying yang terjadi di sekolah kebanyakan bukan karena adanya perselisihan atau konflik yang harus diselesaikan, tetapi lebih pada sikap intoleransi terhadap perbedaan. Lebih pada perasaan superioritas yang kuat terhadap yang lemah.

Pelaku bullying memilih target berdasarkan persepsi mereka tentang perbedaan atau kelemahan calon korban, yang dapat mencakup penampilan fisik seperti tinggi, berat, ras, cacat fisik, bahkan seksualitas.

Sehingga siswa target bullying biasanya memiliki ciri khusus “ter ”, seperti terkecil, terkaya, tercantik, terjelek, terbodoh, terpandai, terpendek, atau memiliki kelainan fisik yang menyebabkan dia berbeda dengan yang lain.

Banyak kasus-kasus bullying di sekolah yang tidak terekspos ke permukaan. Ini terjadi karena perundungan di sekolah dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Di tempat yang jauh dari jangkauan guru meskipun banyak siswa berada di tempat tesebut.

Bullying terhadap siswa bukan hanya terjadi di kelas. Banyak kasus perundungan terjadi ketika siswa berada di lorong-lorong sekolah, kamar mandi, taman bermain, atau tempat-tempat berkumpul siswa yang jauh dari pengawasan guru, atau orang dewasa di lingkungan sekolah. Bahkan ketika siswa dalam perjalanan ke atau dari sekolah.

Satu-satunya saksi dalam kasus bullying di sekolah adalah siswa itu sendiri. Banyak siswa yang menjadi korban atau saksi insiden bullying tidak melaporkan kejadian tersebut, karena tidak tahu harus melapor ke mana, atau takut terjadi pembalasan.

Tidak jarang, karena berbagai alasan, mungkin termasuk “keasyikan menonton” insiden bullying, atau takut menjadi korban berikutnya, sesama siswa biasanya tidak berusaha untuk mencegah atau menghentikan insiden tersebut.

Dalam perilaku bullying, anak laki-laki lebih sering menggertak dengan cara fisik. Sedangkan anak perempuan membully targetnya dengan agresi relasional dan emosional. Keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal.

Kemajuan teknologi dan mudahnya akses internet memunculkan jenis bullying baru, cyberbullying. Membully korban secara online menggunakan media sosial, web, blog, platform chatting room, dll. Membuat bullying semakin sulit terdeteksi karena bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, dan anonim.

Popularitas media sosial dan penggunaan telepon seluler telah membuat cyberbullying sebagai cara mudah untuk mempermalukan, mengintimidasi, dan mengasingkan korban, dengan cara menyebarkan rumor atau gosip dalam bentuk pesan singkat, gambar, atau video kepada individu atau kelompok sekaligus. Sehingga tidak terdeteksi oleh sekolah.

Bullying di sekolah selayaknya harus menjadi perhatian serius dari stakeholder pendidikan, mengingat dampak bullying yang luar biasa. Menurut Victorian Departement of Education and Early Chilhood Development (Melbourne, 2009), dampak bullying tidak hanya terjadi pada korban, tetapi juga pelaku dan saksi.

Pelaku, bullying yang terjadi pada jenjang SD dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan pada jenjang pendidikan berikutnya. Pelaku cenderung memiliki perilaku agresif dan terlibat aktivitas kenakalan lainnya. Rentan terlibat kasus kriminalitas saat memasuki usia remaja.

Korban, bullying menimbulkan masalah emosional, akademik, dan perilaku jangka panjang. Korban cenderung memiliki harga diri yang rendah, merasa tertekan, cemas, suka menyendiri, dan merasa tidak aman. Enggan sekolah, nilai akademis turun, bahkan drop out.

Saksi, bullying memberikan tekanan psikologis yang berat pada saksi. Perasaan yang tidak menyenangkan, merasa terancam, dan ketakutan menjadi target berikutnya. Prestasi akademik turun, bahkan rendah, karena perhatiannya lebih fokus bagaimana cara menghindar menjadi target bullying berikutnya.

Oleh karena itu, sekolah, guru, dan juga orang-orang dewasa lainnya yang berada di lingkungan sekolah wajib memberikan lingkungan yang aman bagi anak. Sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 54 UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Sumber: UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Konselor sekolah, atau guru bimbingan dan konseling bisa mengambil beberapa langkah konkrit untuk membantu siswa dengan membuat mereka menyadari masalah bullying di sekolah, dan mengajarkan mereka teknik ketegasan untuk menangani pebully (pelaku bullying).

Sekolah juga harus secara jelas dan tegas memiliki kebijakan tidak memberikan toleransi terhadap tindakan bullying yang terjadi di sekolah. Membuat rencana program anti-bullying dan aksi nyata sebagai upaya pencegahan kekerasan di sekolah dengan melibatkan seluruh warga sekolah.

Membentuk Bullying Center sebagai pusat program anti-bullying. Menerima saran, pengaduan, atau hal apapun yang berkenaan dengan bullying di sekolah, dan memberikan bantuan kepada siswa, baik pelaku, korban, maupun saksi kasus bullying.

Tidak kalah penting, sekolah harus membangun komunikasi efektif antara guru, murid, orang tua, komite sekolah, dan instansi terkait dalam mencegah dan mengatasi masalah bullying yang terjadi di sekolah. Karena kasus bullying di sekolah tidak semuanya berasal dari faktor internal sekolah, bisa juga dari faktor eksternal, seperti keluarga atau lingkungan pergaulan.

Jika sekolah dan seluruh warga sekolah secara tegas bersama-sama “berdiri” melawan apapun bentuk bullying, maka perilaku bullying di sekolah dapat dihilangkan, atau setidak-tidaknya dapat diminimalisir. Menjadikan sekolah sebagai zona yang aman dan nyaman bagi siswa, sehingga mereka bisa tumbuh dan berkembang potensinya secara optimal.

STOP BULLYING DI SEKOLAH !

Baca ulasan lengkap tentang bullying di sekolah di gurubk.com

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image